JAKARTA, KOMPAS TV - Pemerintah melalui Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil, membuka wacana menerapkan pajak progresif kepada masyarakat terkait kepemilikan tanah.
Wacana tersebut muncul karena Sofyan Djalil menilai, kepemilikan tanah di Indonesia sangat tidak adil. Sebab, hanya sekelompk kecil orang saja yang memiliki tanah dalam jumlah sangat luas.
Diakui Sofyan, memang tidak ada data pasti soal berapa besar ketimpangan kepemilikan tanah tersebut.
Baca Juga: Sri Mulyani: Kepastian Pajak Penting Bagi Dunia Usaha
Yang jelas, indeks gini rasio kepemilikan tanah diperkirakan berada di kisaran 0,54 sampai 0,67. Gini rasio tersebut tentunya berbeda jauh dengan gini indeks pendapatan yang sudah di bawah 0,4.
“Oleh sebab itu, pemerintah berupaya memperoleh gini indeks, yang mencerminkan bahwa kepemilikan tanah nanti akan lebih banyak yang memiliki masyarakat,” kata Sofyan dikutip dari Kontan.co.id pada Jumat (11/12/2020).
Sofyan pun mengusulkan agar ada pajak progresif untuk kepemilikan tanah. Jika kebijakan ini diterapkan, ia meyakini akan membuat orang berpikirdua kali mencari keuntungan dari berinvestasi di bidang tanah.
Akan tetapi, dia menyarankan, agar tanah yang ada harus memberi manfaat dan produktifitas. Ia meminta pengaturan mengenai hal itu masuk dalam RUU Pertanahan.
Baca Juga: Penerima BLT Subsidi Gaji Rp 1,2 Juta Gelombang Kedua Berkurang, Wajib Pajak Dipastikan Tak Dapat
“Sekarang petani yang tidak punya tanah menggarap padi, dia itu dieksploitasi. Ini yang sedang kita pikirkan bagaimana mengatasinya dengan sistem perpajakan. Terutama pajak progresif dalam kepemilikan tanah,” ujar Sofyan.
Ketua Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bidang Keuangan dan Perbankan, Ajib Hamdani, pun menanggapi usulan Sofyan Djalil tersebut.
Ia mengatakan, pajak atas tanah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), menjadi domain kewenangan pemerintah daerah.
Ajib menilai, konsep Menteri ATR/BPN bagus untuk memberikan disinsentif untuk lahan menganggur dan mendorong agar lahan lebih produktif.
Baca Juga: Negara Merugi Rp 68,7 Triliun Akibat Penghindaran Pajak
“Tapi problemnya nanti aturan ini akan menjadi sekadar imbauan, sedangkan eksekusinya tergantung dengan willingness dari pemda masing-masing,” kata Ajib ketika dihubungi Kontan pada Jumat (11/12/2020).
Sementara Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono, mengatakan wacana pengenaan pajak progresif bagi kepemilikan tanah yang luas harus memiliki pertimbangan yang jelas dan berkeadilan.
Sutrisno mengatakan, wacana itu bagus jika dilihat dari sisi pemanfaaatan tanah agar bisa produktif. Namun demikian, juga perlu disusun skema pengenaan pajak progresif yang jelas dan berkeadilan.
Misalnya, ia mencontohkan, jika ada seseorang yang tergolong mampu dan mempunyai tanah yang banyak, tetapi tidak digunakan untuk produktif, maka pengenaan pajak progresif bisa dilakukan.
Baca Juga: Sri Mulyani: Youtuber, Jangan Lupa Bayar Pajak
Tapi, ada juga sebagian orang yang memiliki tanah luas karena warisan. Tanah tersebut sayangnya tidak bisa dimanfaatkan untuk hal produktif dan juga tidak ada pembeli yang berminat.
Ditambah, lanjut Sutrisno, kemampuan keuangan orang tersebut tergolong kurang mampu. Maka terhadap tanah itu semestinya tidak dikenakan pajak progresif.
“Jadi, yang penting itu nanti skemanya seperti apa, aspek keadilan harus diberi pertimbangan,” kata Sutrisno kepada Kontan.
Baca Juga: Rugikan Negara 3,8 Miliar, Dua Pengemplang Pajak Ditahan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.