JAKARTA, KOMPASTV. Membahas resesi atau kondisi ekonomi sebenarnya tidak terlalu awang-awang. Resesi erat menggambarkan kondisi dapur setiap rumah tangga. Simpelnya, kalau ekonomi kondisi normal makan nasi pakai lauk ikan dan sayur, di masa resesi, kita hanya mampu makan nasi dengan sayur, atau bahkan hanya nasi saja. Tapi, durasi waktunya yang menentukan.
Sudah sejak awal pandemi, ancang-ancang memasuki gerbang resesi banyak didiskusikan. Tetapi, konfirmasi resesi hanya diberikan oleh Badan Pusat Statistik alias BPS, seperti yang dilakukan hari ini.
Baca Juga: Sah! BPS Pastikan Indonesia Resesi
Secara ilmu ekonomi, resesi adalah pertumbuhan negatif, dalam dua kuartal berturut-turut dengan cara, dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sederhananya kuartal II 2020 dibandingkan kuartal II 2019, dan kuartal III 2020 dibandingkan dengan kuartal III 2019. Jika hasilnya berturut-turut (kuartal II dan III) negatif, artinya syarat sebuah negara disebut resesi, terpenuhi.
Kenapa Indonesia disebut resesi? Perhatikan grafis di bawah ini yang menjelaskan realisasi resesi:
Mengacu pada hitungan BPS, ekonomi Indonesia kuartal II 2020 (April-Juni, dibandingkan Q2 2019) adalah -5,32 persen. Kemudian di kuartal III (Juli-September dibandingkan dengan Q3 2019) dikonfirmasi BPS hari ini, -3,49 persen. Inilah kenapa Indonesia disebut resesi. Semoga paham dengan penjelasan ini.
Tetapi kemudian muncul pertanyaan, tapi kok BPS bilang ekonomi kuarta tiga ini membaik dibanding kuartal sebelumnya? Katanya resesi?
Perhatikan grafis di bawah ini:
Pernyataan BPS, sebenarnya tidak salah, juga tidak membingungkan. Tetapi kita yang harus memahami secara detil, pelan-pelan. Yang dimaksud naik 5,05 persen, adalah kuartal III 2020, dibandingkan dengan kuartal II 2020, yang saat itu -4,19 persen.
Dari mana angka persen-persenan yang dipaparkan oleh BPS?. Perekonomian Indonesia dihitung berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2010. Mengacu hal inilah, maka kuartal III 2020 PDB kita adalah Rp 2.720,6 triliun. Sedangkan kuartal sebelumnya (kuartal II) PDB kita adalah Rp Rp2.589,6 triliun. Dari perbandingan kedua variabel ini, ketemu kalimat: Ekonomi Indonesia secara kuartalan naik 5,05 persen.
"Ada perbaikan pertumbuhan ekonomi di masa ini," kata Suhariyanto, Kepala BPS hari ini.
Rumusnya simpel kalau anda mau coba hitung sendiri. Buka aplikasi kalkulator, kemudian hitung pertumbuhan PDB dengan rumus: (angka baru)-(angka lama), kemudian hasilnya dibagi (:) dengan angka lama, dikalikan 100. Ketemu kan 5,05 persen.
Jangan bingung lagi ya, setiap kuartal, memang selalu ada dua angka pertumbuhan ekonomi. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dan dibandingkan dengan kuartal sebelumnya di tahun yang sama.
Tapi, yuk ah, jangan terjebak pada diskusi atau terminologi resesi. Apa yang terjadi dengan Indonesia? Apa yang harus dilakukan agar keluar resesi?
95 Persen Negara Di Dunia Mengalami Resesi
Jangan buru-buru kalang-kabut, kondisi semacam ini tidak menimpa Indonesia saja, melainkan "merundung" 95 persen negara di dunia.
“Memang seharusnya jangan buru-buru panik, resesi yang terjadi di Indonesia, bukan akibat kekeliruan atau salah ambil kebijakan. Melainkan karena pandemi, virus baru, yang juga menjadi genderang perang di dunia,” jelas Piter Abdullah, Direktur Riset CORE.
Tetapi lagi, apapun konfirmasi dari BPS, resesi atau pertumbuhan ekonomi adalah lagging indicator alias angka ikutan, yang pengumuman datanya memang selalu terlambat. Sadar atau tidak, masa terberat itu sudah dilewati bersama, yaitu April-Juni (Q2) dan Juli-September (Q3).
Tapi ini juga harus diluruskan, bukan karena “Indonesia emang suka telat”, bukan.. bukan begitu. Di seluruh dunia mencari angka pertumbuhan ekonomi selalu memakan waktu.
Baca Juga: Pandemi, Resesi & Kemiskinan Ekstrem: Gunungan Utang (1)
Baca Juga: Pandemi, Resesi & Kemiskinan Ekstrem: Sama Halnya Kematian (2)
Hal paling dekat yang dirasakan selama resesi itu apa? Kami bawa anda kembali ke situasi April-September. Pandemi mulai panas-panasnya, upaya menekan penularan dilakukan besar-besaran, yaitu menjaga jarak fisik, sampai menutup kegiatan ekonomi. Aktivitas kantor, mal, sampai pasar tradisional tutup. Uang tak dapat berputar, kalaupun ada, yang jalan adalah sektor kesehatan. Disinilah, denyut ekonomi yang normal berangsur mengecil. PHK ada di mana-mana, karena memang tidak ada yang bisa dilakukan. Deg! Itulah masa resesi.
Apakah pemerintah diam pada kondisi ini? Apa yang harus dilakukan? Baca tulisan selanjutnya.
(Dyah Megasari, Produser Kompas Bisnis-Bersambung)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.