Menurutnya, terdapat seorang penonton yang memberikan aba-aba mengajak para penonton untuk turun. Serentak, Eko melihat, banyak penonton bergegas ke lapangan.
Dari sisi VIP, Andika mengatakan, setelah ratusan penonton turun ke lapangan. Polisi bergerak mundur perlahan ke depan wilayah VIP.
Mereka pun mengeluarkan anjing pelacak untuk memukul mundur para penonton.
Setelah terpukul mundur, menurut keterangan Chandra, Fahryanto dan Dipo, polisi untuk pertama kali menembakkan gas air mata ke area lapangan.
"Ada sekitar empat tembakan ke lapangan," kata Dipo.
"Setelah tembakan, beberapa massa mundur, namun ada yang terus melawan," kata Fahryanto.
Andika melihat, beberapa tembakan gas air mata di lapangan dilempar kembali ke arah polisi oleh beberapa penonton di lapangan.
Selang beberapa menit kemudian, Andika, Eko, Chandra, Fahryanto, dan Dipo satu suara menyatakan, dari sisi depan VIP, polisi menembakkan gas air mata ke tribun 12.
"Untuk pertama kali, polisi menembak ke arah tribun 12, di gawang selatan," kata Andika.
"Arah tembakan dari sebelah VIP kanan dekat tribun 14 ke arah tribun 12. Lalu aparat juga terlihat melempar sesuatu, tapi tidak tahu apa. Di tribun 12 itu tidak kelihatan lagi orang, semua putih, hanya samar dan bayangan saja," kata Fahryanto.
Video dari adik saya yg nonton di tribun 12 kanjuruhan. Mereka ga rusuh di tribun. Mereka ga anarkis di tribun. Tapi kenapa ditembak bangsaatttt
— Bima Andhika (@Bimantara25) October 1, 2022
ACAB !! pic.twitter.com/2wc6b8ieAy
Eko mengatakan,"jelas sekali saya lihat, polisi dari depan VIP menodong pistol (gas air mata) ke arah gawang kidul, sekitar tribun 11 hingga 13, ada tiga tembakan," katanya.
"Pelurunya (gas air mata) turun di depan kaki saya, seperti karet," kata Eko.
Senada, Chandra juga mengungkapkan hal yang sama di tempatnya, tribun 14. "Gas air mata ditembak ke arah tribun 10 hingga 14. Di sini seperti lautan awan, putih semua. Di depan saya gas air mata, saya lempar balik ke lapangan pakai jas hujan," katanya.
Setelah itu, beberapa polisi juga mengeluarkan tembakan gas air mata ke arah tribun empat dan sisi lainnya, kata Fahryanto yang menyebabkan hampir seluruh tribun terkena dampak gas air mata.
Lautan asap di tribun 14, kata Chandra, menyebabkan ribuan orang di sana langsung panik, dan berdesakan untuk keluar dari stadion.
"Anak kecil menangis, perempuan pingsan, jeritan di mana-mana, semua berbondong-bondong keluar, tapi pintu 13 ditutup, pintu 14 dibuka, cuma satu pintu," kata Chandra.
Ia pun mencoba untuk keluar melewati pintu 13, namun ditutup.
"Di kamar mandi pintu 13 yang ditutup, saya lihat dua orang laki-laki tergeletak tidak bernyawa, mungkin kekurangan oksigen, berdesak-desakan dan juga gas air mata," kata Chandra.
Lalu ia ke pintu 14, tapi penonton berdesakan mencoba keluar.
"Saya lihat ibu-ibu gendong anaknya balita sambil berteriak. Keluar air dari hidung dan mata. Sedih sekali."
Chandra pun memutuskan untuk melompat ke dalam lapangan. Kemudian dia berlari ke arah pintu lapangan yang terbuka.
Sementara Eko dari tribun 12 mengalami hal yang sama. Dia tidak bisa keluar dari pintu 12, 13 dan 14 karena banyak orang berdesakan mencoba untuk melarikan diri.
"Teriakannya, tolong-tolong, arek wedok [anak perempuan], arek cilik [anak kecil]," kata Eko.
"Saat saya turun ke pintu. Semua pada berdesakan. Akhirnya saya kembali ke atas tribun bersama teman. Lalu menggunakan syal mengibas-ibas asap. Setelah itu saya loncat ke dalam lapangan dan turun lewat pintu samping lapangan," katanya.
Fahryanto dari tribun 7-8 juga merasakan dampak gas air mata yang ditembakkan ke tribun 4 di sebelahnya.
"Gas air mata mengalir ke tempat kami dan menyebabkan penonton di tribun saya panik teriak," kata Fahryanto.
Dalam kepungan gas air mata, Fahryanto mengambarkan situasinya.
"Seorang ibu pingsan sambil memeluk anaknya, di sebelahnya anak laki-laki pingsan. Lalu beberapa supporter menggendong ibu dan anak-anak itu untuk keluar. Mereka tidak sadar saat digendong, itu karena gas air mata," katanya.
"Lalu saya juga mendengar orang tua mencari anaknya, di mana anakku - di mana anakku. Panik semua. Lalu di kamar mandi, tiga sampai lima orang remaja tergeletak. Saya trauma membayangkan itu," kata Fahryanto.
Fahryanto bisa keluar dari stadion setelah melewati pintu 5-6 walau harus antri selama 30 menit di tengah kepungan gas air mata.
Sementara itu di lorong VIP, kata Dipo, puluhan orang yang pingsan, tergeletak kelelahan, sesak nafas dan ada yang terluka.
Lalu Andika yang juga di VIP mengatakan,"kejadian terus teringat, anak kecil nangis, anak kecil cari mama papanya, bapak ibu cari anak di mana, mereka pada lari ke VIP terus bilang anakku hilang. Mereka cari di VIP soalnya di sini tempat penampungan korban. Masih terngiang suara minta tolong sampai sekarang," katanya.
Situasi mencekam berlangsung hingga di luar stadion. Terjadi insiden pelemparan batu ke arah mobil aparat keamanan dan tindakan saling pukul antara kedua pihak.
Saya menanyakan satu pertanyaan yang sama ke mereka semua, apa yang menjadi pemicu kepanikan penonton yang menyebabkan desak-desakan hingga menimbulkan korban jiwa lebih dari 100 orang?
Andika, Eko, Chandra, Fahryanto, dan Dipo satu suara, penyebabnya adalah tembakan gas air mata polisi ke tribun.
Eko mengatakan,"kalau chaos itu karena gas air mata penyebabnya. Konflik polisi dan suporter itu wajar, tapi gas air mata yang tidak wajar. Semoga ini bisa diusut tuntas, kasihan keluarga korban yang ditinggalkan."
Chandra mengatakan,"gas air mata pemicu utamanya. Kenapa harus ditembak ke tribun yang tidak bersalah. Gara-gara itu korban jiwa berjatuhan."
Fahryanto menambahkan,"jelas pemicunya pas ditembak gas air mata ke tribun. Ada ibu-ibu, anak-anak, termasuk orang dewasa, mau keluar tidak bisa, pintu ada yang ditutup, dan yang dibuka pintunya kecil berdesak-desakan," katanya.
Andhika mengatakan,"gara-gara gas air mata semua jadi kacau, banyak korban diinjak-injak, sesak nafas. Ini harus diusut tuntas, menurut saya yang bertanggung jawab polisi," ujarnya.
Dipo mengatakan,"orang yang di tribun tidak ikut rusuh, anarkis, kenapa tembakan gas air mata menuju ke situ? Kenapa tidak mengusir yang di bawah saja?"
Berdasarkan keterangan polisi, kericuhan terjadi usai pertandingan selesai pada pukul 21:58 WIB, di mana pemain dan oficial Persebaya saat masuk ke kamar ganti dilempari Aremania dari tribun dengan botol air mineral dan lainnya.
Dua menit kemudian, Aremania melempari dan mulai menyerang pemain Arema FC dan ofisial saat masuk ke kamar ganti.
Aremania makin banyak turun ke lapangan dan menyerang aparat. Lalu, polisi memperingatkan massa yang brutal namun tidak diindahkan, hingga akhirnya memutuskan menembakkan gas air mata ke arah lapangan, tribun selatan (11,12,13) dan tribun timur (6).
Tembakan air mata itu, menyebabkan suporter di tribun berusaha keluar melalui pintu. Mereka berdesak-desakan, tergencet, serta mengalami sesak nafas.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.