Selain itu, ia juga mendorong adanya kompensasi dari pemerintah bagi peternak yang terdampak vírus PMK serta pengawasan terhadap lalu lintas barang atau orang yang kemungkinan membawa vírus ke daerah lain.
"Penularan ini tidak hanya ternak - bukan bahan asal ternak, bisa lalu lintas orang, lalu lintas barang. Ini harus diperhatikan sama menularnya," katanya.
Sebelumnya, Kadin sempat mengestimasi jika pemerintah melakukan karantina wilayah total maka kerugian yang akan ditelan oleh peternak bisa mencapati Rp9 triliun.
"Tapi ternyata yang pulau Jawa ini masih bisa bergerak antar kabupaten, di satu provinsi," kata Yudi, yang mengatakan kemungkinan kerugian akan di bawah angka tersebut.
Yudi juga menantang data pemerintah terkait dengan tingkat kematian ternak yang terinfeksi virus PMK.
Baca juga:
Berdasarkan situs siagapmk.id per Kamis 7 Juli 2022, kasus virus PMK tercatat sudah tersebar di 235 kabupaten dan kota. Total hewan ternak yang sakit sebanyak 334.213 ekor, dengan kematian 2.126 ekor dan dipotong bersyarat 2.923 ekor.
Dengan demikian, tingkat kematian hewan ternak yang terinfeksi virus PMK sekitar 0,6%.
"Pengalaman teman-teman yang kena, peternakannya, itu totalnya 30% [jumlah yang mati]. Itu pasti korban," kata Yudi.
Yudi juga memperingatkan jika penanganan wabah PMK tak ada kemajuan, maka akan ada ribuan "orang-orang miskin baru karena kehilangan daily income-nya"
Guru besar dari Fakultas Kedokteran Hewan, Profesor Wasito juga memperingatkan dampak penyebaran vírus yang tak terkendali akan merambah ke hewan-hewan liar lainnya, seperti kijang, rusa babi hutan, sampai banteng.
"Nanti merambah ke taman-taman nasional. Nanti merambah ke kebun-kebun binatang. Jadi kita tunggu saja," katanya.
Ia juga mempertanyakan kebijakan pemerintah untuk tetap mengizinkan masyarakat mengkonsumsi daging dari hewan ternak yang terinfeksi PMK. "apakah bapak tega memberikan makan daging, berasal dari sapi yang sakit?"
"Nutriennya itu sudah tidak bagus lagi, karena virus makan protein, vitamin, mineral dan sebagainya," katanya, yang menambahkan jika tetap dilanjutkan sama saja dengan membiarkan masyarakat "makan sampah".
"Kalau gratis, tetap makan sampah. Apalagi beli," tambah Prof Wasito.
Virus PMK yang pertama kali ditemukan April lalu di Gresik, Jawa Timur kini telah menyebar di 21 provinsi Indonesia.
Sejak itu, Kementerian Pertanian telah mengambil langkah pencegahan penyebaran virus dengan melakukan karantina wilayah bagi daerah zona merah dan vaksinasi.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah mengatakan sejauh ini sudah dilakukan vaksinasi hampir mencapai 800.000 dosis. Ke depan, kata dia, pemerintah akan mendatangkan 28,8 juta dosis melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN.
"Mudah-mudahan ini segera disetujui agar seluruh ternak-ternak yang sehat dapat kita lakukan vaksinasi," katanya dalam jumpa pers Kamis (07/07).
Ia menambahkan, vaksin juga direncanakan diproduksi dalam negeri melalui Pusat Veteriner Farma. "Karena kita punya pengalaman produksi sendiri vaksin sebelum 1990 untuk pengendalian PMK pada saat itu," katanya.
Seorang peternak sekaligus pedagang sapi asal Bima, Nusa Tenggara Barat, Faturrahman, sudah empat tahun terakhir berjualan di Jakarta jelang Iduladha.
Saat itu, wajahnya nampak kebingungan karena dia dihadapkan dengan seorang calon pembeli yang berani membayar sapinya yang berbobot hampir 700kg seharga Rp34 juta.
Tapi di sisi lain, sapi tersebut sudah ada yang memesan sebelumnya dengan harga yang sudah disepakati Rp31 juta.
"Karena stok sapi nggak ada, jadi banyak yang rebutan sapi," kata Faturrahman sambil mengacak-acak rambutnya sendiri, yang kemudian memutuskan untuk tetap memberikan sapinya kepada pembeli pertama.
Faturrahman bersama sekitar delapan peternak asal Bima membawa sebanyak 54 sapi dari daerahnya ke Jakarta. Kini tersisa tiga ekor sapi.
"Ini sudah ada yang tanda (pesan) sebenarnya, cuma ini malas kirim ke sana saja. Jual di sini saja, karena ramai," katanya.
Dampak virus PMK sejumlah daerah melakukan karantina wilayah. Hal ini yang membuat persediaan sapi atau kambing terbatas di daerah tertentu, termasuk Jakarta.
Faturrahman berkata, penjualan tahun ini lebih baik dari tahun kemarin.
Ia juga mengatakan proses pengiriman, pemeriksaan, serta tambahan vitamin untuk sapi-sapinya telah menjadi biaya tambahan tahun ini. Rata-rata harga sapi meningkat dari tahun kemarin hingga Rp4 juta.
"Kalau tahun kemarin harga sapi Bima Rp12 juta (per ekor) karena pandemi. Sekarang paling murah Rp16 juta," katanya.
Minat warga yang tetap melakukan kurban juga masih tinggi. Wabah vírus PMK masih bisa disiasati dengan pembelian hewan kurban yang langsung dikelola di tempat.
"Artinya, hewan kurban itu tidak melintasi wilayah, dan dipastikan memang hewan itu sehat, karena ada pemeriksaan dan segala macam," kata Desi, warga Jakarta, yang tetap menjalankan anjuran untuk kurban Iduladha tahun ini.
Sementara itu, Wijayanti, warga Sukoharjo, Jawa Tengah yakin langkah pembatasan mobilitas dan keterangan sehat yang diterapkan pemerintah sudah cukup menjamin kesehatan hewan kurban yang dijual.
"Tidak khawatir karena adanya pengawasan yang ketat dari dinas terkait sehingga membuat yakin untuk tetap membeli hewan kurban berupa kambing," kata Wijayanti.
Wartawan Abdul Latif Apriaman di Nusa Tenggara Barat dan Fajar Sodiq di Jawa Tengah berkontribusi dalam artikel ini.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.