Indonesia Corruption Watch, ICW, menyatakan dugaan korupsi di Kementerian Agama terkait dana Bantuan Operasional Pendidikan atau BOP, dengan nilai sekitar Rp2,5 triliun diduga terjadi karena belum ada upaya memperbaiki aturan penyaluran dana.
ICW menemukan indikasi korupsi dalam penyaluran BOP pesantren untuk masa pandemi di lingkup Kemenag dengan dugaan terjadi baru di lima daerah, yakni Aceh, Sumatra Utara dan Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. ICW mengirim surat tentang temuan tersebut ke Kementrian Agama, tetapi belum mendapatkan respons.
Sementara pengamat menilai korupsi yang terus terjadi di Kementerian Agama (Kemenag) adalah akibat "masalah birokrasi yang mengakar" dan karenanya perlu "reformasi tata kelola" untuk memperkecil kemungkinan penyelewengan atau kesalahan administrasi.
Baca juga:
Koordinator Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo, mengatakan korupsi di Kemenag yang terus berulang disebabkan masalah birokrasi yang sudah mengakar, yang sebenarnya juga terjadi di berbagai instansi pemerintah lainnya. Sebagian besar pelakunya pun para birokrat, yang duduk sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), di luar pejabat politik.
"Birokrasi kita, sektor publik kita ini tidak profesional, tidak otonom, tidak steril dari pengaruh kelompok lain yang itu bisa dimanfaatkan oleh kelompok lain di luar yang itu bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan rente dari relasinya secara patronase dengan sektor publik ini," kata Adnan, Selasa (31/05).
Cendekiawan perempuan Muslim, Lies Marcoes, juga mengatakan hal yang sama dengan Adnan. Dia menyarankan Kemenag melakukan "reformasi tata kelola" untuk memperkecil kemungkinan penyelewengan atau kesalahan administrasi.
"Harus ada upaya reformasi di Kementerian Agama. Kasihan mereka di sekolahnya belajar teologi tiba-tiba jadi birokrat. Harus inklusif dan terbuka, mengundang ahli-ahli di bidang keuangan misalnya, jangan background-nya selalu dari IAIN," ujar Lies.
Dalam laporan terbarunya, ICW menemukan indikasi penyimpangan dan korupsi dalam penyaluran Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) pesantren, yang nilainya keseluruhan nilai programnya mencapai Rp2,5 triliun.
BBC News Indonesia sudah menghubungi Inspektur Jenderal Kemenag, Nizar, terkait dugaan korupsi ini namun sampai berita ini diturunkan belum mendapatkan jawaban.
ICW menemukan beberapa penyalahgunaan dalam penyaluran BOP Pesantren— di Aceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten—antara lain soal kecacatan administratif, praktik pemotongan, penyalahgunaan BOP untuk utang, sampai "kampanye politik".
Pemantauan hanya dilakukan pada pondok pesantren dengan pertimbangan luasnya cakupan penerima BOP bagi lembaga pendidikan Islam.
Beberapa kecacatan administratif yang ditemukan ICW meliputi identitas pesantren yang tidak lengkap, pesantren fiktif, hingga jumlah bantuan yang diduga tidak sesuai dengan kategori pesantren.
Dari lima daerah yang menjadi pantauan, potensi kerugian akibat ketidaksesuaian penyaluran terdapat di Aceh. Nilainya mencapai Rp7 miliar.
Anggota Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Hafijal, mengatakan dari 44 pesantren penerima BOP yang tersebar di Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Aceh Utara, terdapat belasan penyelewengan. Hafijal juga merupakan bagian dari tim pemantau untuk laporan ICW kali ini.
"Kami mengambil 22 pesantren untuk sampel, dari jumlah ini terdapat sembilan pesantren yang ada pemotongan, dua tidak ada lagi aktifitas mondok, dan satu pesantren yang tidak pernah ada keberadaannya, serta sejumlah penerima bantuan yang tidak sesuai," kata Hafijal, kepada Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (31/05).
Diduga penyimpangan juga terjadi di wilayah lain di Aceh, tapi kali ini fokus pemantauan hanya ke dua kabupaten yang berada di wilayah timur Aceh.
"Kita menduga juga ada penyimpangan yang terjadi, sebenarnya ini semua salah, tim verifikasi salah, anggota politik yang terlibat salah dan masyarakat juga salah karena membiarkan hal ini terjadi," kata Hafijal.
Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Aceh, Ali Rasab Lubis, mengatakan pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu laporan hasil pemantauan program BOP dari ICW itu.
"Kita akan pelajari dulu kebenaran laporan tersebut," kata Ali Rasab, Selasa (31/05).
BBC News Indonesia telah mencoba menghubungi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Aceh dan Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Aceh, keduanya saat ini sedang berada di luar kota dan baru bersedia untuk di wawancara dalam beberapa hari mendatang.
Ada pula dugaan praktik pemotongan bantuan oleh pihak ketiga di lima provinsi yang menjadi tempat pemantauan, menurut laporan ICW. Besarannya mulai dari Rp1 juta hingga 50% dari nilai bantuan yang didapat.
"Pihak ketiga diketahui tidak hanya membantu mengurus pencairan dana bantuan BOP, tetapi juga membantu proses laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOP."
"Artinya ada kemungkinan laporan penggunaan dana BOP yang disampaikan pondok pesantren merupakan laporan fiktif karena ada penggunaan dana yang tidak sesuai dengan aturan Juknis, yaitu mengenai peruntukan penggunaan dana BOP," tulis ICW dalam laporannya.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.