Berbeda dengan Jennifer yang mau mengurus ini sampai tuntas, Sarah bahkan tidak berniat meminta penjelasan dari kantor pajak karena menurut dia itu bukan kesalahannya.
"Kalau mereka merasa ada yang perlu diaudit, ya sudah, mereka saja yang nyamperin," ujar Sarah.
Namun, langkah yang diambil Sarah itu dinilai kurang tepat. Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi, menyarankan orang-orang yang memiliki pengalaman sama seperti Sarah, sebaiknya menghubungi atau bertemu dengan Account Representative (AR) di kantor pajak.
"Sebaiknya memang ketemu dengan AR, untuk komunikasi datanya seperti apa. Dari situ wajib pajak bisa membuat keterangan tertulis, beserta bukti. Jangan sampai nanti wajib pajaknya justru mendapat SP2, Surat Perintah Pemeriksaan. Jangan sampai kita tidak menjawab, kita tidak merespons, mereka anggap kita tidak responsif. Nah, AR-AR ini mengusulkan pemeriksaan pasca PPS berakhir," imbau Prianto.
Ketika SP2 sudah keluar, dia menambahkan, masalah bisa menjadi lebih rumit karena wajib pajak harus menempuh proses pembuktian.
"Pemeriksaan itu momok. Pembuktiannya yang repot. Kantor pajak mah gampang, tinggal hitung, kalau tidak bisa dibuktikan, itulah utang pajak. Nanti ujungnya kan sengketa, sengketa keberatan, sengketa banding. Saya hitung-hitung bisa sampai 10 tahun untuk mendapatkan keadilan," kata Prianto.
Baca juga:
Direktorat Jenderal Pajak mengatakan PPS dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan lapangan, data pihak ketiga, dan pertukaran data dengan pihak lain sesuai perjanjian.
"Jika memang pada kenyataannya wajib pajak tidak memiliki harta yang belum dilaporkan kepada negara, wajib pajak dapat menghubungi Kantor Pelayanan Pajak terdaftar untuk menyampaikan konfirmasi," kata Neil.
Pelaksanaan program PPS diatur dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Pajak Nomor 7 Tahun 2021 yang berlaku pada 29 Oktober 2021 lalu dan dilaksanakan tahun ini.
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, pernah mengatakan pada Oktober 2021, bahwa tujuan program PPS adalah meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak (WP).
"Target dari program ini bukanlah jumlah pendapatan. Target dari PPS adalah kepatuhan sukarela sehingga mereka dapat berada dalam sistem pajak kita dan bersama-sama kita bangun untuk Indonesia yang lebih baik," kata Suahasil, dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan.
Prianto mengatakan tren tax ratio atau rasio pajak cenderung mengalami penurunan, yang berarti "kemampuan mengumpulkan pajak semakin rendah".
Tax ratio atau rasio pajak adalah perbandingan atau persentase penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB).
Pada 2021, Kementerian Keuangan melaporkan rasio pajak mengalami tren penurunan sejak 2016 hingga 2020. Namun, tahun ini rasio pajak kembali naik menjadi 9,11%. Penurunan pada 2020 yang menyentuh angka 8,33 %, salah satunya disebabkan pandemi Covid-19.
Namun, karena sosialisasi PPS dinilai kurang optimal, banyak wajib pajak yang kaget.
Selain meningkatkan kepatuhan pajak, Prianto menambahkan, program PPS juga dilakukan pemerintah untuk mendapatkan jumlah uang yang lebih banyak dalam jangka waktu yang singkat, di luar utang.
Pasalnya, dana pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin meningkat. Belum lagi karena kondisi pandemi.
"Kondisi pandemi, negara banyak mengucurkan dan untuk belanja, Covid, ya," kata laki-laki yang pernah bekerja sebagai pemeriksa pajak itu.
Cara seperti ini tentunya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah Indonesia, tetapi juga di banyak negara.
"Program ini sering dipakai di banyak negara untuk mencari dana cepat tanpa adanya tax dispute di ranah sengketa pajak. Sasarannya tidak hanya mereka yang ngemplang pajak, termasuk mereka yang enggak ngemplang pajak juga dikirimi 'surat cinta', jadi memang masif," ujar Prianto.
Jennifer dan Sarah mengaku bukan pengemplang pajak. Menurut keduanya, mereka termasuk orang-orang yang taat membayar pajak, bahkan taat mengisi pelaporan SPT Tahunan. Itu sebabnya mereka heran, sudah patuh, mengapa masih harus ditagih lagi?
Prianto mengatakan, program pengampunan pajak seperti ini, di satu sisi, justru menimbulkan stigma negatif, bahwa "orang-orang yang nggak patuh (membayar pajak) justru dikasih karpet merah dengan program yang ada".
"Orang yang patuh biasanya membayar pajak lebih mahal, dibandingkan dengan yang tidak patuh. Yang tidak patuh, bayar pajaknya lewat program ini, tax amnesty, mumpung ada diskon. Sementara orang yang sudah patuh, mau ikut PPS, sudah nggak ada lagi aset yang diungkap," ujar Prianto.
Program pengampunan pajak juga membuat orang-orang yang mengelak dari kewajiban membayar pajak, akan terus mengelak dan tinggal menunggu program berikutnya, kata Prianto.
Tujuannya, supaya membayar denda dengan jumlah yang biasanya lebih kecil dibandingkan pajak sesungguhnya yang harus dibayarkan.
Artikel ini merupakan hasil liputan BBC Indonesia yang ditayangkan juga di Kompas.TV
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.