Kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN, yang akan dimulai Jumat 1 April 2022, dinilai pengamat ekonomi tidak tepat karena tekanan hidup masyarakat sudah berat dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Sementara itu, Kementerian Keuangan bersikukuh menaikkan PPN sebesar 1 persen menjadi 11% dan menyebut inflasi masih berada dalam perkiraan pemerintah.
Namun, di lapangan, masyarakat, khususnya kalangan buruh tak punya pilihan untuk memangkas pengeluaran, termasuk untuk makan sehari-hari.
Berikut hal-hal yang sejauh ini diketahui tentang kenaikan PPN hingga 11%.
Baca juga:
Pajak pertambahan nilai atau PPN adalah pungutan pemerintah yang berasal dari setiap transaksi jual-beli barang atau jasa yang dibebankan kepada konsumen.
Namun, pembayaran kepada pemerintah melalui wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
PPN diatur dalam Undang Undang No. 8 tahun 1983. Dalam regulasi ini disebutkan PPN tarifnya sebesar 10%.
Melalui aturan turunannya, besaran tarif ini bisa diubah minimal 5% dan maksimal 10%. Ketentuan ini tak berubah meski Undang Undang tersebut diubah pada 2009.
Namun, pada Undang Undang No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), ketentuan besaran tarif PPN naik dari 10% menjadi 11%. Aturan ini disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 29 Oktober 2021.
Pada BAB IV Pasal 7, disebutkan tarif PPN sebesar 11% mulai berlaku April 2022; dan sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.
Dengan kata lain, pemerintahan Joko Widodo adalah yang pertama menaikkan PPN sejak era orde baru.
Kenaikan pajak yang dibebankan pada konsumen ini berlangsung di tengah kenaikan barang kebutuhan, seperti minyak goreng, cabai, beras dan gula menjelang ramadan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan saat ini rata-rata tarif PPN dari negara-negara yang tergabung dalam organisasi Keja Sama dan Pemnbangunan Ekonomi (OECD), berada di posisi 15%.
"Indonesia ada di 10 persen. Kita naikkan 11 (persen) dan nanti 12 (persen) pada tahun 2025," kata Menkeu sambil menambahkan, "Tapi Indonesia tidak berlebih-lebihan".
Selain itu, Menteri Sri Mulyani juga menekankan pajak merupakan gotong royong dari sisi ekonomi Indonesia dari yang relatif mampu. Hal ini karena pajak yang dikumpulkan akan digunakan kembali kepada masyarakat.
Tak semua barang dan jasa dikenakan PPN. Berdasarkan UU HPP, jenis barang yang tidak dikenai PPN:
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.