Pertama, perlu kita ingat bahwa beberapa bulan terakhir ditandai dengan maraknya peredaran dua varian virus corona: Delta dan Omicron.
Dalam konteks ini, seseorang dapat terinfeksi secara bersamaan dengan kedua versi patogen itu, ketika melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi di restoran, di transportasi umum, atau di tempat ramai lainnya.
Kedua varian tersebut kemudian dapat menginfeksi sel secara bersamaan. Akibatnya, salinan baru virus itu yang muncul membawa karakteristik genetika Delta dan Omicron.
Dalam kasus 'Deltacron", para ilmuwan telah mengamati bahwa ia membawa "duri" Omicron dan "tubuh" Delta.
Namun, masih belum jelas apakah "pencampuran" dua jenis penting virus corona ini dapat menyebabkan kondisi yang lebih serius, dengan risiko rawat inap atau kematian yang lebih besar.
Juga belum ada informasi apakah galur itu dapat lolos dari kekebalan yang diberikan oleh infeksi atau vaksinasi sebelumnya.
Otoritas kesehatan masyarakat nasional dan internasional telah meminta publik tetap tenang terkait varian baru ini.
Baik WHO maupun Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC) sejauh ini tidak menyebut 'Deltacron' sebagai varian yang menjadi perhatian.
WHO saat ini mengklasifikasikannya sebagai "varian dalam pemantauan".
Dalam konferensi pers pada 9 Maret, Maria Van Kerkhove, Pimpinan Teknis WHO untuk Covid-19, menekankan bahwa "tidak ada perubahan dalam epidemiologi atau tingkat keparahan penyakit yang terkait dengan varian ini yang telah diamati".
"Sayangnya, kami berharap untuk melihat lebih banyak virus rekombinasi, karena perubahan dari waktu ke waktu persis seperti yang dilakukan patogen-patogen ini," katanya.
Felipe Naveca menambahkan bahwa kemunculan varian baru tetap memperkuat pentingnya pemantauan genetika oleh para ilmuwan.
"Kami perlu melakukan lebih banyak lagi pengurutan sampel untuk memahami apakah varian baru ini memiliki dampak," katanya.
Namun Naveca juga meminta agar masyarakat juga harus tetap waspada.
"Menurut hemat saya, sangat penting untuk menerima vaksinasi lengkap dengan dosis yang dianjurkan," tambahnya.
"Langkah pencegahan seperti mencuci tangan dan memakai masker tetap berguna untuk mengurangi risiko terinfeksi varian virus corona apapun," tutup ahli virologi itu.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, varian Deltacron belum terdeteksi di Indonesia.
"Hingga saat ini, pemerintah belum mendeteksi kasus varian Deltacron di Indonesia dan kita terus akan memantau," tutur dr Nadia kepada detikcom Rabu (16/03).
Menurutnya, vaksin Covid yang disuntikkan kepada publik Indonesia masih efektif untuk melindungi diri.
"Vaksin Covid-19 jenis apapun yang saat ini kita gunakan masih efektif untuk mempertahankan diri dari virus Covid-19, termasuk sub varian Omicron BA.1 maupun BA.2," jelasnya.
Artikel ini merupakan hasil liputan BBC Indonesia yang ditayangkan juga di Kompas.TV
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.