Seorang warga negara Indonesia (WNI) yang masih bertahan di Kyiv, pada Senin (07/03), mengatakan suasana ibu kota Ukraina itu "seram" dan "mencekam".
Prabowo Himawan mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa di Kyiv kini banyak barikade, beton-beton, kawat berduri, serta patroli keamanan rakyat.
"Suasana Kyiv, ada rasa mencekam karena ada barikade-barikade itu, ada jejak-jejak pertempuran sedikit. Kalau di pinggiran, ada truk terbakar, tank di tengah jalan. Saya tinggal di pinggiran dan saya melihat itu," papar pria yang sehari-hari bekerja sebagai dosen di Universitas Taras Shevchenko, Kyiv.
Suasana di Kota Kyiv, sambungnya, sepi dan banyak relawan keamanan rakyat yang bersenjata di tiap tikungan.
"Kalau ketemu tentara reguler, saya tak takut karena profesional. Saya nggak grogi ketika mereka memberhentikan kendaraan, periksa sambil menodongkan senapannya. Tapi kalau keamanan rakyat kan orangnya nggak jelas, pegang senjata masih gemetar. Orang sipil ditodong dan ditanya dokumennya, seram juga saya," kata Prabowo.
Untuk menunjang keperluan sehari-hari, supermarket dan apotek masih buka.
"Apotek buka, tapi antrean pasti panjang. Setiap toko dan supermarket yang buka, pasti antre dan panjang," paparnya saat berbincang dengan wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin.
Iryna Zalevska, salah seorang mahasiswi di Kyiv yang diajar Prabowo, mengatakan hal senada. Menurutnya, banyak produk makanan—seperti roti, susu, dan sayuran—telah ludes di supermarket.
Dia mengatakan sudah bersiap jika sewaktu-waktu harus mengungsi.
"Di sini ada barang-barang yang sudah dikumpulkan untuk evakuasi. Ada koper dan barang-barang," tutur Iryna dalam bahasa Indonesia yang fasih, menunjukkan koper-koper yang sudah mereka siapkan.
Hingga Selasa (01/03), 99 WNI telah dievakuasi dari Ukraina.
Namun, masih ada sekitar 13 WNI yang belum dapat dievakuasi dan sekitar 20 WNI yang memilih menetap di Ukraina, termasuk Prabowo.
Puluhan WNI yang berkumpul di KBRI Kyiv telah dievakuasi ke Romania via Moldova.
Tono (bukan nama sebenarnya) mengatakan mereka telah melintasi perbatasan Moldova pada Senin (28/02) malam waktu setempat.
"Kita semua aman, termasuk balita," sebutnya dalam percakapan dengan BBC News Indonesia.
Keterangan dari KBRI Kyiv menyebutkan 60 WNI dan satu warga negara Ukraina yang merupakan suami salah seorang WNI, dievakuasi dengan tujuh mobil melalui jalan darat menuju perbatasan Ukraina dan Moldova, dengan jarak sekitar 330 kilometer, melewati 10 checkpoints (pos pemeriksaan).
Erna Herlina, pejabat KBRI Kyiv, mengatakan mereka "tidak melewati pusat kota, tapi ke arah pinggiran, dan tidak melihat ada gedung yang rusak."
"Tapi saya sempat lihat ada dua kepulan asap di kejauhan, namun saya tak dapat memastikan apakah asap itu akibat pertempuran atau bukan," kata Erna kepada BBC News Indonesia.
Di perbatasan, para WNI dan tim evakuasi bertemu dengan tim dari KBRI Bucharest. Selanjutnya para WNI dibawa ke Bucharest, Romania.
Rencana evakuasi puluhan WNI dari Kyiv - yang telah berada di gedung KBRI selama lima hari empat malam, dilakukan bertepatan dengan berakhirnya jam malam di Kota Kyiv, pada Senin pagi (28/02).
Perjalanan evakuasi, dipimpin Dubes RI Kyiv, Ghafur Dharmaputra, bertepatan juga waktunya dengan dimulainya negosiasi antara Ukraina dan Rusia di Gomel, Belarus sehingga ada waktu jeda untuk kemanusiaan. Dalam jumpa pers akhir pekan lalu, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengatakan ada 153 WNI di Ukraina.
Beberapa jam sebelumnya, sebanyak 31 WNI lainnya berhasil dievakuasi dari dua kota di Ukraina menuju Rzeszow Polandia dan Rumania, menurut Kementerian Luar Negeri, Senin (28/02).
"Mereka dalam keadaan sehat," kata Kemenlu dalam unggahan Twitter.
Enam WNI dan seorang WNA yang merupakan pasangan dari seorang WNI dievakuasi dari Lviv, Ukraina dan telah tiba di Polandia sementara 25 WNI lainnya dibawa dari Odesa dan telah tiba di Rumania.
Keterangan dari Kemenlu Indonesia menyebutkan sejauh ini 99 WNI telah dievakuasi dari Ukraina.
Sementara, ada sekitar 13 WNI yang belum dapat dievakuasi dan 24 WNI memilih tetap tinggal di Ukraina.
Rusia menyerang Ukraina:
Saat Rusia mulai menyerbu Ukraina pada tanggal 24 Februari lalu, seorang WNI yang tinggal di Ukraina barat mengatakan bunyi sirene yang bergema di kota tempat tinggalnya membuat 'merinding' karena sirene itu adalah tanda invasi Rusia dimulai dan "perang sudah dimulai".
"Kami di rumah, saat bangun terdengar suara sirene, dan kami buka jendela...Di setiap kota ada peringatan dengan suara sirene. Itulah tanda peringatan untuk kita bahwa perang sudah dimulai, beberapa kota diserang," kata Benni yang tinggal di Kota Ternopil bersama istrinya, yang merupakan warga Ukraina, dan putri mereka.
Sebelumnya, Benni mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa para warga diberikan peta berisi informasi tempat bunker-bunker bila terjadi penyerangan.
Benni mengatakan melalui kanal YouTubenya bahwa sirene terus berbunyi untuk memperingatkan warga berwaspada.
Namun Benni mengatakan suasana di kotanya masih aman dan dia berusaha tidak panik karena istrinya tengah hamil besar.
Sementara itu, seorang WNI di Kyiv - Tono (bukan nama sebenarnya) - juga bercerita mendengar bunyi sirene di pagi hari. Dia mengatakan telah menyiapkan air bersih dan makanan di rumahnya sebelum memutuskan evakuasi ke KBRI.
"Saat ini sudah ada lebih dari 50 orang termasuk keluarga pejabat KBRI," kata Tono kepada BBC News Indonesia.
Tono mengatakan melihat warga Kyiv yang antre membeli makanan dan evakuasi mandiri dengan menggunakan kendaraan.
Tono juga mengatakan sempat mendengar bunyi ledakan dari KBRI namun tidak dapat memastikan apakah bunyi itu antimisil Ukraina atau rudal yang ditembakkan Rusia.
Di Kyiv, banyak warga melarikan diri dari ibu kota dan berlindung dari serangan udara, gempuran bom pertama sejak Perang Dunia II.
Seperti halnya banyak warga di kota lain di Ukraina, mereka terbangun karena bunyi sirene ataupun ledakan, serangan yang telah diperingatkan Rusia sebelumnya.
Sementara di Kota Chuguiv, sekitar 500 km di timur Ukraina, ledakan menyebabkan sejumlah orang terluka.
Di ibu kota Kyiv, sirene serangan udara menggema di seluruh ibu kota, dan ada dua suasana yang berbeda di ibu kota Ukraina itu.
Di satu bagian, suasana lebih tenang dan banyak orang yang berangkat kerja seperti biasa dengan naik bus.
Di bagian lain, terlihat suasana terburu-buru.
Banyak orang mencari perlindungan di bunker atau stasiun kereta bawah tanah. Sebagian lain antre panjang di ATM bank, supermarket dan pom bensin. Sebagian warga lain menyelamatkan diri dengan kendaraan mereka.
Serangan misil dan ledakan dilaporan di dekat kota-kota besar Ukraina di tengah serangan besar pasukan Rusia.
Kemacetan panjang terlihat di Kyiv pada pagi hari Kamis (24/02).
Di bawah ini adalah kondisi di ibu kota.
Di tengah kepanikan warga di Kyiv, pemerintah Ukraina menyerukan tenang dan mendesak media dan warga Ukraina memeriksa semua informasi sebelum membagikannya.
Pemerintah Ukraina memperingatkan "berita palsu merupakan salah satu ancaman besar negara."
Serhiy Nykyforov, juru bicara Presiden Ukraina mengatakan Rusia menciptakan kepanikan besar di Ukraina dan meminta warga "tetap kuat".
Di Ukraina timur, ketegangan dan kepanikan sangat terasa.
Antrean di ATM dan pom bensin terlihat di Kota Kostiantynivka di kawasan Donetsk.
Salah seorang warga yang tengah mengisi bensin, Sergei Barleez, mengatakan kepada BBC, ia dan keluarga bersiap pergi keluar Ukraina.
Seorang ibu muda bernama Natalia - dengan putrinya yang berusia dua tahun di dorongan bayi - terlihat sangat kaget dengan ledakan yang ia dengar pada Rabu (23/02) malam.
"Sangat menakutkan," katanya. "Saya tak tau apa yang akan terjadi. Saya diminta menjemput anak saya dari taman bermain. Semua orang tua diminta untuk tetap di rumah."
Sementara itu seorang jurnalis Ukraina, Lyubov Velychko, yang tinggal di dekat markas militer di dekat ibu kota Kyiv, mengatakan terbangun pada sekitar pukul 04:30 pagi.
"Saya mendengar suara ledakan sangat keras. Saya tak tahu apa yang terjadi. Saya menghitung tujuh roket," katanya.
Ia mengatakan pergi keluar rumah dan melihat "seusatu yang tampak seperti kebakaran."
Velychko mengatakan tetangga-tetangganya terkejut dan sebagian dari mereka menangis.
"Kami mengamankan anak-anak di gudang bawah tanah," katanya.
Ia mengatakan ia dan keluarganya "tidak merasa aman" karena mendengar tank-tank Rusia berada dekat dengan perbatasan Belarus, sekitar 80 kilometer dari rumahnya. Ia memutuskan akan segera meninggalkan kota itu.
Artikel ini merupakan hasil liputan BBC Indonesia yang ditayangkan juga di Kompas.TV
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.