Pemerintah menaikkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) menjadi level 3, Senin (7/2). Kebijakan yang sama juga berlaku untuk Bandung Raya, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Bali.
Kebijakan terbaru itu diumumkan setelah sejumlah rumah sakit utama di Jakarta mulai kembali dipenuhi pasien Covid-19 dengan gejala sedang, berat hingga kritis, seperti yang dipantau BBC News Indonesia.
"Berdasarkan level asesmen, aglomerasi Jabodetabek, DIY, Bali, dan Bandung Raya akan ke level 3," ujar Koordinator PPKM Jawa-Bali, Luhut Binsar Pandjaitan, dalam konferensi pers evaluasi PPKM secara daring (online), Senin (07/02).
Baca juga:
Lapor Covid-19 menyebut dengan kasus terus naik dan tren kematian juga "terus meningkat", inilah fase bahaya terselubung yang menghanyutkan kewaspadaan kita."
"Ditambah asumsi bahwa situasi sudah aman. Sebaliknya, kondisi ini akan mulai terlihat keparahannya ketika penularan kasus baru sudah semakin tidak terkendali dan kapasitas rumah sakit semakin menipis sebagaimana gelombang varian Delta memberikan hantaman keras bagi keselamatan masyarakat," tambah Lapor Covid-19.
Luhut, yang juga Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, mengungkapkan kebijakan menaikkan level PPKM itu bukan karena tingginya kasus, melainkan karena rendahnya penelusuran (tracing) di wilayah-wilayah tersebut.
Sedangkan di Bali, dia mengatakan bahwa kenaikan status ke level 3 akibat jumlah rawat inap pasien di rumah sakit Pulau Dewata itu sudah meningkat.
Luhut juga menyebutkan bahwa kebijakan pelaksanaan PPKM tetap sesuai asesmen seperti pekan lalu dengan memberi bobot lebih besar atas rawat inap rumah sakit.
Menurutnya, berdasarkan data pemerintah, sudah sebanyak 357 pasien meninggal sejak omicron masuk ke Indonesia, 42 persen dari mereka memiliki komorbid. Lalu 44 persen adalah kaum lansia dan 69 persen belum vaksinasi lengkap.
Walau akan dirinci melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri, Luhut mengungkapkan akan ada sejumlah pembatasan dari pemberlakuan level 3 itu.
Beberapa di antaranya, usaha warteg dan restoran maksimal 60 persen pengunjung sampai pukul 21. Tempat ibadah hanya boleh berkapasitas maksimal 50 persen, fasilitas umum dan seni budaya maksimal 25 persen.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengatakan kondisi fasilitas kesehatan "masih terkendali", meski rumah sakit utama di Jakarta sudah penuh dengan pasien Covid-19 dengan gejala sedang, berat hingga kritis.
Seorang tenaga kesehatan di RSUP Persahabatan, Jakarta, mengatakan jika kasus tak bisa dikendalikan, maka "kita pasti bakalan kolaps dan kewalahan".
Situasi ini terjadi pada awal Februari, di mana gelombang Covid dengan varian Omicron belum mencapai puncaknya yaitu akhir bulan Februari seperti diprediksi Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin.
Kendati demikian, di sejumlah RSUD di Jakarta tak tampak tumpukan orang di depan Instalasi Gawat Darurat.
Pagi menjelang siang pada Jumat (04/02), pelataran RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dipadati hilir mudik mobil dan motor yang keluar masuk portal parkir.
Kursi-kursi tunggu yang tersedia di dalam dan luar gedung sudah setengahnya terisi orang-orang dengan wajah letih.
Sebagian lainnya, menunggu di luar gedung; ada yang menggunakan kursi roda, sebagian tubuh dibalut perban sembari menenteng berkas-berkas dalam map transparan.
Sementara, kesibukan lainnya terjadi di ruang tes PCR. Kursi berjarak terisi penuh antrean mereka yang ingin mengetahui apakah tubuhnya terinfeksi virus Covid atau tidak.
Sekitar 30 meter dari lokasi tes PCR terdapat Gedung RSCM Kiara, tempat khusus pasien Covid mendapat perawatan.
Dari pantauan BBC News Indonesia, dalam satu jam terdapat dua mobil ambulans tiba di depan pintu gedung membawa pasien.
Adapun di bagian luar gedung IGD RSCM, saat itu tampak lengang. Tiga mobil ambulans terpakir tak jauh dari situ.
Seorang tenaga kesehatan lengkap dengan APD bersama dengan brankar atau ranjang dorong bersiaga di luar gedung.
Namun, seorang tenaga kesehatan yang berjaga di RSCM mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa kondisi di dalam IGD "chaos banget" karena pasien-pasien Covid mulai berdatangan.
"Kondisinya berat sih. Terutama anak dan orang tua," kata dokter yang enggan disebut namanya.
BBC News Indonesia menghubungi pihak RSCM untuk mengkonfirmasi hal ini, tapi belum mendapat respons.
Sementara itu, bed occupancy rate (BOR) atau tingkat keterisian tempat tidur di RSUP Persahabatan mencapai 85%.
"Tapi itu bukan angka mutlak, karena sewaktu-waktu kami bisa tambah tempat tidur, tambah ruangan sehingga nggak akan mungkin full juga, karena akan terus ditambah," kata Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan, Erlina Burhan kepada BBC News Indonesia, Jumat (04/02).
Saat ini tempat tidur di RSUP Persahabatan untuk rawat pasien Covid mencapai 65 unit. Pasien yang mendapat perawatan hanya yang bergejala sedang, berat hingga kritis.
Sementara yang bergejala ringan, setelah menjalani diagnosa dan diberi vitamin lalu "dipulangkan" untuk menjalani isolasi mandiri.
"Kalau delta dulu 300 [unit tempat tidur], kalau kasusnya naik terus, kita akan buka terus, tambah terus tempat tidur.
"Tapi kalau yang dirawatnya banyak sekali, melebihi [kasus varian] delta yang kemarin, ya kita pasti bakalan kolaps dan kewalahan," tambah dokter Erlina.
Selain itu, Erlina juga mengatakan untuk mencegah tenaga kesehatan tumbang, pihaknya telah mempersiapkan sistem sif jaga bergiliran di ruang rawat isolasi. "Sehingga tidak tiap hari [masuk]. Jadi dalam sebulan, 10 hari di ruang isolasi," katanya.
Per Kamis (03/02), kasus Covid dilaporkan mencapai 27.197 kasus, di mana DKI Jakarta disebut menyumbang sebanyak 10.000 kasus dalam waktu 24 jam terakhir.
Dengan demikian kasus harian baru-baru ini, jika dibandingkan dengan awal Januari lalu, atau dalam satu bulan terakhir, kasus Covid di Indonesia meningkat 100 kali lipat.
Sementara itu, jumlah pasien Covid yang menjalani rawat inap di rumah sakit meningkat hampir 14 kali lipat dalam satu bulan terakhir. Data terkini menunjukkan kasus rawat inap mencapai 2,05/100.000 penduduk per minggu.
Bagaimanapun, situasi Covid hari ini masih belum pada puncaknya, seperti yang diprediksi Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin.
Dalam beberapa kesempatan ia mengestimasi puncak kasus Covid gelombang ketiga akan terjadi pada akhir Februari.
"Kita masih belum tahu berapa puncaknya di Indonesia, yang perkiraan kami akan terjadi di akhir Februari," kata Menkes Budi Gunadi beberapa waktu lalu.
Ia juga mengestimasi jumlah kasus harian periode Omicron bisa lebih tinggi hingga enam kali lipat dari varian Delta.
"Bisa tiga kali sampai enam kali dibandingkan puncak Delta. Di mana puncaknya Delta di Indonesia 57.000 kasus per hari," tambah Menkes Budi yang juga mengatakan prediksi ini diambil dari kasus-kasus di beberapa negara lain.
Ia juga mengimbau masyarakat, "Kami minta tolong tetap waspada. Tolong tetap hati-hati. Kalau tidak perlu sekali berkerumun atau mobilitas, yuk kita kurangi."
Bagaimanapun, dalam situasi terkini pemerintah mengambil kebijakan mempertahankan sekolah tatap muka, termasuk mengurangi jumlah hari karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri dari tujuh hari menjadi lima hari.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo juga mengatakan lonjakan ini sudah diperkirakan dan "diantisipasi pemerintah dengan kesiapan-kesiapan kita yang sudah jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun lalu."
"Baik dari segi rumah sakit, obat-obatan, dan oksigen, tes isolasi, maupun tenaga kesehatan. Dan kondisi RS juga masih terkendali," kata Presiden Jokowi.
Ia menambahkan, varian Omicron tingkat penularannya tinggi tapi tingkat fatalitasnya lebih rendah dari varian Delta.
"Di beberapa negara tingkat keterisian RS relatif rendah. Di Indonesia, kasusnya cukup tinggi, keterisian RS masih terkendali. Varian Omicron dapat disembuhkan tidak perlu ke RS, pasien cukup isolasi mandiri di rumah, minum obat dan minum multivitamin," tambah Jokowi.
Sejumlah IGD RS lain masih lengang
Sejauh ini, hasil pantauan BBC News Indonesia di sejumlah rumah sakit lain di Jakarta, tidak tampak tumpukan orang di depan IGD.
Hal ini tampak di RSUD Cibubur, Jakarta Timur. Di pelataran RS terdapat tenda darurat, yang digunakan warga sekitar untuk vaksinasi ketiga.
Namun, menurut petugas keamanan setempat, rumah sakit tersebut sudah ditutup untuk pasien umum sejak 1 Februari 2022, dan hanya menerima pasien khusus Covid-19.
BBC News Indonesia juga memantau situasi di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur. Tumpukan masyarakat terlihat di pelataran utama untuk mengambil nomor antrean berobat dengan pelbagai macam penyakit.
Baca juga:
Sementara, di pelataran gedung IGD RSUD Pasar Rebo kurang dari 10 orang yang menunggu.
Masih dari Jakarta Timur, halaman gedung IGD di RS Polri Sukanto juga tak tampak tumpukan orang, hanya mobil ambulans yang terpakir.
Sejauh ini tak banyak tenaga kesehatan yang bisa bicara secara terbuka mengenai kondisi dan status Covid. Namun, seorang nakes yang berjaga di IGD fasilitas kesehatan milik pemerintah di Jakarta Timur bercerita tentang kecemasannya menghadapi gelombang ketiga Omicron.
Ia meminta BBC News Indonesia untuk menyamarkan nama dan lokasi tempat kerjanya.
Sari - bukan nama sebenarnya - mengatakan saat ini puskesmas tempat ia bekerja sudah bisa merujuk 15 pasien dalam satu hari.
"Jadi beberapa kali saat saya jaga, anak sekolah SD, SMP banyak yang positif karena acara di sekolah. Terus guru wali kelasnya positif. Iya, anak kecil banyak yang kena," katanya.
Pasien-pasien ini dirujuk untuk melakukan isolasi di RS darurat Wisma Atlet, dengan waktu tunggu antrean hingga enam jam.
Dari puskesmas tersebut, sejauh ini, belum ada yang dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif, "karena gejalanya ringan, kayak batuk pilek ngilu-ngilu."
Bagaimanapun, Sari mengatakan lonjakan kasus belakangan ini "cepat banget".
"Karena di puskesmas pun nakesnya sudah banyak yang positif."
"Iya, ini sih menurut saya sudah banyak banget, dan saya sendiri jadinya takut banget. Jadi kalau pulang ke rumah itu benar-benar harus mandi dulu. Semprot-semprot, mandi lagi," kata Sari.
Lonjakan kasus Covid belakangan ini juga mengingatkan Sari pada masa-masa kelam saat gelombang kedua menghantam fasilitas kesehatan.
Saat itu, pada Juli 2021, Lapor Covid mencatat sebanyak 500 tenaga kesehatan meninggal dalam satu bulan.
Sari saat itu masih bekerja di salah satu RSUD di Jakarta Timur, sebelum pindah ke puskesmas.
"Waktu itu IGD kita nggak bisa merawat pasien Covid. Sehingga beberapa pasien yang jelek [kritis] pun itu kami harus merujuk. Bahkan satu malam, saya bisa merujuk sembilan pasien sekaligus," kata Sari.
Kondisi saat itu disebut Sari "benar-benar parah". Banyak rekan kerjanya yang terinfeksi Covid, namun tetap dipaksa untuk bekerja.
"Bahkan kami hampir semua nakes di IGD sudah isolasi mandiri. Gara-gara positif."
Nakes yang sebelumnya mendapat jatah melakukan isolasi mandiri selama 14 hari dipangkas menjadi 10 hari. "Bahkan kami dengan PCR yang masih positif itu pun kami harus masuk kerja," katanya.
"Hampir semua pengalamannya bikin saya takut. Sebenarnya nakes-nakes di luar sana itu mungkin pasien lihat fine-fine saja, tapi kami tuh di ruang jaga suka nangis. Pertama, teman kami banyak yang gugur.
"Ketika kamu harus merujuk teman sejawat sendiri baik ke rumah sakit maupun ke Wisma Atlet. Itu yang membuat kami makin stres. Jadi sebenarnya, psikis kami terganggu," cerita Sari.
Sari menyoroti perkembangan lonjakan kasus di tengah protokol masyarakat yang abai, termasuk kebijakan-kebijakan pemerintah yang masih mempertahankan sekolah tatap muka, makan di tempat restoran, mal dan bioskop yang masih dibuka.
"Jadi sejujurnya trauma banget sama yang delta kemarin," kata Sari.
Artikel ini merupakan hasil liputan BBC Indonesia yang ditayangkan juga di Kompas.TV
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.