Bukan hanya pada pertemuan yang dipimpin Jokowi awal pekan ini, Wandy berkata bahwa Bappenas dan lembaga pemerintah lainnya sudah berulang kali menyerap aspirasi komunitas lokal.
Kalaupun ada pihak yang mengaku belum pernah dilibatkan, Wandy berkata prinsip partisipatif proyek ibu kota akan terus dijalankan.
"Yang kami benar-benar kawal adalah tata kelola pemerintahan yang partisipatif, jangan sampai masyarakat lokal teralienasi," kata Wandy saat dihubungi.
"Kami datang ke sana untuk meminta masukan dari LSM, pemerintah daerah, dan representasi banyak pemangku kepentingan.
"Kalau ada yang merasa ditinggalkan, pemerintah akan tetap terbuka. Sejak awal kami berusaha seterbuka mungkin, tapi tidak berarti sekarang kami sudah menutup dialog," ucapnya.
Dua dari lima 'perwakilan warga lokal' yang bertemu Jokowi di Balikpapan mengaku tidak tahu bagaimana mereka bisa dipilih oleh pihak Istana.
Meski begitu, mereka berkata bahwa tuntutan yang mereka sampaikan kepada Jokowi mewakili aspirasi seluruh lapisan masyarakat dalam kelompok mereka.
"Kami meminta istana Kesultanan Paser dibangun di titik nol ibu kota negara," kata Sultan Paser, Aji Jarnawi.
Selain itu, Aji juga meminta pemerintah melestarikan sebuah desa dan sebidang kawasan hutan yang didedikasikan sebagai penanda peradaban warga adat Paser.
Aji mengaku juga meminta agar pemerintah nantinya mempertahankan penamaan desa, kecamatan, hingga sungai yang becorak lokal.
"Kami juga berharap agar dalam penerimaan PNS, TNI/Polri maupun di perusahaan swasta, putra-putri lokal diberikan kuota khusus. Tanpa kuota itu, kami akan ketinggalan dari orang-orang dari Jawa.
Kepala Adat Dayak Kenyah, Ajang Tedung, yang turut hadir dalam pertemuan dengan Jokowi, meminta agar komunitasnya mendapat jatah kursi di badan otorita ibu kota baru.
Selain mengedepankan kearifan lokal, Ajang meminta pemerintah melibatkan warga lokal dalam pembangunan fisik ibu kota baru.
Permintaan lainnya adalah pembukaan pusat pelatihan keterampilan yang dikhususkan bagi warga lokal.
Ajang berkata, Jokowi tidak perlu bertemu dengan seluruh perwakilan warga di Kaltim untuk memahami aspirasi mereka. Apalagi selama ini, kata dia, beberapa kalangan kerap dilibatkan Bappenas dalam konsultasi publik.
"Dalam menyampaikan aspirasi, tidak terpengaruh berapa yang datang. Walau hanya beberapa orang, tapi aspirasi yang kami sampaikan menyangkut seluruh masyarakat adat Kaltim," ujarnya.
"Jokowi bilang itu bukan pertemuan terakhir, tapi akan berlanjut karena aspirasi pasti berkembang," kata Ajang.
Bagaimanapun, partisipasi masyarakat dalam proyek ibu kota semestinya tidak hanya seremonial belaka, tapi benar-benar membahas hal substantif. Hal ini katakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Haris Retno Susmiyati.
Menurutnya, pihak yang paling penting dilibatkan dalam pembahasan proyek ini adalah masyarakat kelas bawah, bukan cuma di pusat ibu kota baru, tapi di seluruh Kaltim.
"Implikasi ibu kota baru ini tidak hanya di wilayah pusat seluas 256 ribu hektare karena ada pembangunan tiga waduk besar di kabupaten lain untuk mendukung keberadaannya," kata Retno.
"Jadi sangat penting membicarakannya dengan masyarakat lapis paling bawah karena pada dasarnya merekalah yang akan menerima dampak terbesar dari kebijakan ini.
"Dalam pengambilan keputusan, wajib partisipasi penuh masyarakat, bukan yang sifatnya formalitas, tapi substantif. Itu harus dilakukan sejak awal. Kalau kebijakannya sudah diambil, masyarakat tidak akan punya posisi tawar," ujarnya.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.