Dianggap Hina Islam Gegara Tampilkan Al-Quran di Lantai, Game Call of Duty: Vanguard Minta Maaf
Gadget | 13 November 2021, 08:12 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Game Call of Duty: Vanguard akhirnya meminta maaf kepada komunitas Muslim yang menilainya menghina Islam karena penggambaran Al-Quran yang tidak sopan dalam game tersebut.
Diketahui, saat bagian Stalingrad dari Zombies Mode Call of Duty: Vanguard, halaman-halaman Al-Quran ditampilkan berserakan di lantai dan dalam beberapa tampilan tampak berlumuran darah.
Penggambaran Al-Quran, yang notabene dianggap sebagai teks suci yang memuat firman-firman Tuhan secara literal oleh masyarakat Muslim, dianggap sebagai sebuah penghinaan besar.
Baca Juga: Asyik, Puluhan Game Baru Dirilis pada Oktober 2021 dari FIFA 22 hingga Far Cry 6, Ini Daftarnya
Salah satu yang tidak terima dengan penggambaran Al-Quran di game Call of Duty ini adalah pengembang game Rami Ismail.
“Bisakah kita tidak meletakkan teks Al-Quran di tanah atau di tempat orang berjalan. Bahkan jika Anda berpikir agama adalah omong kosong, tidak ada alasan untuk tidak menghormati budaya dan kepercayaan dua miliar orang dalam video game,” kata Rami, dikutip dari NME, Sabtu (13/11/2021).
Menanggapi hal tersebut, penerbit video game Call of Duty: Vanguard, Activision, mengeluarkan permintaan maaf.
“Call of Duty dibuat untuk semua orang. Ada konten yang sensitif terhadap Muslim yang disertakan dalam game, dan itu telah dihapus. Itu tidak seharusnya ada seperti yang muncul di game. Kami mohon maaf sebesar-besarnya,” tulis Activities dalam sebuah cuitan bahasa Arab.
“Kami juga mengambil semua tindakan yang diperlukan saat ini di dalam perusahaan untuk menentukan dan memahami situasi dan untuk menghindari kesalahan seperti itu di kemudian hari,” tambahnya.
Baca Juga: Segini Cuan Tukang Parkir yang Palak TKW di Wisma Atlet Pademangan, Polisi: Rp3 Juta per Minggu
Kasus seperti ini rupanya bukan pertama kalinya dilakukan Call of Duty. Pada 2019 lalu, usai merilis Modern Warfare, ramai ulasan negatif yang menyatakan bahwa game tersebut mencoba menulis ulang sejarah dengan menggunakan propaganda anti-Rusia.
Saat itu Activision merespons dengan menyakinkan pemain bahwa game tersebut tidak menggambarkan kejadian nyata.
Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Gading-Persada
Sumber : NME