Dipercaya Bawa Sial, Benarkah Dilarang Menikah di Bulan Suro atau Muharram?
Agama | 16 Juli 2023, 10:25 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sebagian masyarakat, khususnya pulau Jawa percaya bahwa menikah di bulan Muharram atau Suro itu dilarang karena memiliki efek yang buruk.
Tidak diketahui pasti, apa efek tidak baik apabila menikah di bulan Muharram, akan tetapi mitos ini sudah diyakini secara turun temurun.
Menurut catatan Serat Chentini, jika menikah di bulan Muharram maka setelah berumah tangga akan membuat pasangan memiliki banyak utang.
Hal ini karena menurut adat Jawa bulan Suro bukan merupakan bulan yang baik, oleh karena itu, selain larangan menikah, ada pula larangan tidak boleh berpergian jauh.
Di sisi lain, M\masyarakat Jawa biasanya memilih melaksanakan hajatan pernikahan pada bulan Zulhijjah karena dianggap sebagai bulan keselamatan.
Baca Juga: Ini Jadwal Puasa Asyura 10 Muharram 1445 H Sesuai Peraturan SKB 3 Menteri
Tidak heran, jika bulan Zulhijah yang bertepatan dengan 20 Juni-18 Juli 2023 banyak pasangan yang melangsungkan pernikahan.
Lantas, bagaimanakah Islam memandang larangan menikah di bulan Muharram?
Mitos Larangan Menikah di Bulan Suro
Sebentar lagi, umat muslim memang akan merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1445 Hijriah pada Rabu, 19 Juli 2023, menurut SKB 3 Menteri.
Bagi masyarakat Jawa, Muharram juga disebut sebagai Suro, yakni berasal dari kata bahasa Arab Asyura. Suro merupakan awal bulan pertama Tahu Baru Jawa.
Penetapan satu suro sebagai Tahun Baru Jawa telah dilakukan sejak zaman Sultan Agung Hanyakrakusuma atau yang dikenal sebagai Sultan Agung.
Ia merupakan Sultan Kerajaan Mataram Islam pada 1613-1645 dan mendapat gelar Wali Radja Mataram dari para ulama.
Penyematan gelar tersebut dilakukan karena jasanya dalam menyebarkan ajaran Islam tanpa menghapus tradisi Jawa.
Melansir NU Online, ketentuan hari baik atau buruk bulan pernikahan tidak diatur secara detail dalam ajaran agama Islam.
Menikah merupakan sunah Rasulullah SAW. Apabila sudah sampai pada waktunya, maka menikah disunahkan bagi orang-orang yang sudah membutuhkan. Dasar diperintahkannya menikah itu terdapat dalam Al-Qur’an, hadits dan pendapat ulama.
Artinya: Dan menikahlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan kitab Bughyatul Mustarsyidin, seseorang hendaknya tidak mempercayai apakah menikah di bulan tertentu baik atau buruk.
Kepercayaan tersebut dilarang dan mendapat teguran keras agama. Perbuatan tersebut tidak ada kandungan pelajaran (‘ibrah) apapun di dalamnya. Ibnu al-Firkah selaku pakar ushul fiqih menyebutkan:
Baca Juga: 1 Muharram 1445 Hijriah Jatuh pada Rabu 19 Juli 2023, Ini Sejarah Awal Tahun Baru Islam
Artinya: Jika terdapat seorang ahli nujum berkata serta meyakini semuanya itu adalah pengaruh dari Allah, Allah-lah yang membuat kebiasaan terhadap anggapan sesungguhnya hal itu akan terjadi demikian ketika demikian. Maka hal itu tidak masalah. Lalu, dari mana kritikan itu datang, muncul atas seseorang yang percaya terhadap pengaruh bintang dan pengaruh makhluk. Mereka percaya jika ilmu bintang itu dapat mempengaruhi nasib baik dan buruk pernikahan. (Sayyid Abdurrahman al-Masyhur, Bughyah al-Mustarsyidin, Bairut: Dar al-Fikr, 1994 halaman: 337).
Larangan menikah di bulan Muharam karena dapat mengundang malapetaka merupakan ilmu titen yang kemudian dijadikan pedoman oleh masyarakat Jawa. Ilmu titen bisa jadi bergeser sesuai dengan perkembangan zaman.
Tidak hanya dimiliki oleh orang Jawa, sejarah bangsa Arab jahiliyah juga memiliki tradisi tidak boleh menikah di bulan Syawal, karena dipercaya sebagai bulan yang sial.
Kemudian Islam membantah itu melalui pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah pada bulan Syawal.
Penulis : Dian Nita Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV, NU Online