Kisah Haji Wada pada 9 Zulhijah, Momen Paling Memilukan dalam Sejarah Islam
Beranda islami | 8 Juli 2022, 12:49 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Haji Wada’ yang terjadi pada 9 Zulhijah 10 H akan dikenang dalam sejarah Islam sebagai momen paling memilukan.
Betapa tidak, Haji Wada’ yang bermakna haji perpisahan adalah peristiwa ketika umat muslim harus merelakan Nabi Muhammad tidak akan bersama mereka lagi.
Diceritakan oleh Martin Lings dalam Biografi Muhammad: Kisah Nabi Berdasarkan Sumber Klasik (Serambi, 2007), para sahabat dan umat muslim tidak bisa menahan air mata ketika Haji Wada'.
Haji Wada’ adalah momen perpisahan Nabi Muhammad saat berhaji sekaligus meneguhkan agama Islam yang beliau bawa telah sempurna dalam sebuah pidato di Arafah.
Dikisahkan, berita tentang Nabi akan berhaji sudah santer terdengar di Madinah usai Ramadan tahun itu. Dan, benar saja, usai bulan Syawal berlalu, beliau memimpin sendiri 30.000 muslim untuk berjalan kaki ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Singkat cerita, Nabi pun sampai ke Makkah dan melakukan ritual ibadah haji.
“Tahukah kalian, tanah apakah ini?” tanya Nabi kepada para sahabat.
“Tanah suci,” kata seorang sahabat.
“Tahukah kalian, hari apakah ini?” tanya Nabi sekali lagi.
“Haji besar,” jawab sahabat.
Obrolan itu merujuk pada tempat bernama Arafah yang akan menjadi tempat Nabi berpidato dalam Haji Wada'.
Sebuah pidato menyentuh dalam Haji Wada’ yang membuat muslim menitikkan air mata.
Baca Juga: Kisah Nabi Muhammad Memberi Makan Orang yang Hendak Membunuhnya
Pidato Nabi saat Haji Wada'
Dikisahkan Martin Lings, ketika matahari tenggelam pada 9 Zulhijah, Nabi mulai berpidato di depan umatnya.
“Hai, Manusia! Simaklah baik-baik apa yang hendak kukatakan, karena aku tidak tahu apakah aku dapat bertemu lagi dengan kalian sesudah tahun ini,” kata beliau.
Beliau pun memberikan nasihat agar sesama muslim saling menasihati, berlaku baik dengan sesama, dan melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.
“Aku tinggalkan untuk kalian dua petunjuk yang jelas. Jika kalian berpegang teguh padanya, maka akan terhindar dari semua kesalahan."
"Keduanya adalah kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunahku. Hai, umatku, dengarkanlah kata-kataku dan pahamilah,” kata Nabi.
Lantas beliau menyampaikan sebuah wahyu, surat Al-Maidah ayat 3 sebagai bentuk penegasan Islam telah sempurna, sekaligus penanda tugas beliau sebagai Nabi akan usai tidak lama lagi.
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS Al-Maidah: 3).
Para sahabat pun tak kuasa menahan air mata.
Di satu sisi, mereka bersyukur atas turunnya wahyu tersebut sebagai penanda agama Islam. Namun di sisi lain, para sahabat memahami ini adalah ucapan perpisahan dari Nabi.
Peristiwa itu terjadi pada hari Jumat, 9 Zulhijah 10 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 632 Masehi.
Kini, tiap momen di tanggal 9 Zulhijah ini, umat muslim yang berhaji melakukan wukuf di Arafah sebagai puncak ibadah haji.
Sedangkan umat Islam yang tidak haji disunahkan untuk melakukan puasa Arafah.
Itulah kisah Haji Wada' yang bersejarah dalam Islam.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV