MUI: Salat Jumat di Rumah Berarti Menggantinya dengan Salat Zuhur, Bukan Mengalihkannya ke Online
Beranda islami | 16 Juli 2021, 11:38 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk membatasi mobilitas masyarakat, sebagai cara efektif kurangi risiko lonjakan Covid-19, maka masyarakat diimbau untuk sementara ibadahnya dilaksanakan di rumah, termasuk salat Jumat.
Hal itu juga sesuai keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan anjuran Pelaksanaan Ibadah di Masjid saat PPKM Darurat, salah satunya salat Jumat.
Tausiyah MUI nomor Kep-1440/DP-MUI/VII/2021, pada poin ke-3 dijelaskan untuk pelaksanaan Salat Jumat mengacu pada Fatwa MUI Nomor 31 tahun 2020, yaitu: Dilaksanakan dengan protokol kesehatan sangat ketat, serta hanya diikuti oleh jamaah warga setempat.
Khusus zona dengan kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali, maka umat Islam melakukan salat zuhur di rumah/kediaman masing-masing.
Fatwa tersebut menunjukkan salat Jumat dilaksanakan di rumah untuk sementara, dengan cera menggantinya dengan salat zuhur.
Bukan meng-online-kan ibadah salat Jumat.
Baca Juga: Bolehkah Salat Jumat Secara Online? Begini Penjelasan PP Muhammadiyah
Merespon isu salat Jumat online, Asep Shalahuddin, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, mengatakan Majelis Tarjih tidak menganjurkan salat Jumat online.
Asep Shalahudin menerangkan bahwa salat Jumat dalam kondisi pandemi Covid-19 yang berpotensi membahayakan keselamatan jiwa, maka diperbolehkan untuk tidak menunaikan ibadah ini.
Sebagai gantinya, diwajibkan untuk melaksanakan salat zuhur empat rakaat sebagai hukum asal (‘azimah).
Bukan mengalihkan solat Jumat menjadi online.
Pada hukumnya, kata Asep, salat Jumat tidak diperkenankan adanya kreasi selain apa yang telah dituntunkan.
Meng-online-kan salat Jumat termasuk kreasi yang sejatinya tidak diperkenankan sebab ritual ini masuk dalam kategori ibadah ta’abbudi (sudah ditentukan syariat).
Berbeda dengan ibadah muamalat lainnya yang bisa memungkinkan kreasi kondisi manusia.
Selain itu, lanjut Asep, salat Jumat online tentu kesatuan tempat secara hakiki (nyata) tidak tercapai.
Ketersambungan jamaah dalam pelaksanaan salat Jumat online juga tidak bisa dicapai karena jamaah ada di berbilang tempat dan lokasi yang berbeda-beda.
Ditambah, posisi imam dan makmum menjadi tidak jelas siapa yang di depan dan siapa yang di belakang serta tidak berlaku lagi ketentuan lurusnya saf salat.
Baca Juga: Usai Salat Jumat, Ulama China Doakan Agar Pandemi Covid-19 di Indonesia Segera Berakhir
Asep sekali lagi menegaskan, bahwa pengganti salat Jumat di masa pandemi bukan dengan meng-online-kan salat Jumat, melainkan dengan jalan rukhsah yaitu diganti dengan salat zuhur empat rakaat di rumah masing-masing.
Ia menjelaskan bahwa mengambil salat zuhur sebagai rukhsah juga sebagai jalan memilih hal yang lebih mudah.
Hal itu didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Bukhari, Nabi saw menuntunkan: ketika memilih di antara dua perkara, maka dipilihlah yang paling mudah dilakukan.
Menurut Asep, pada bidang ibadah, kemajuan teknologi harus dibatasi, karena ibadah merupakan komunikasi manusia dengan Tuhan secara langsung.
“Seandainya kemajuan teknologi masuk dalam bidang ibadah, misalnya azan, mengimami salat atau berkhutbah dilakukan oleh robot, maka proses ibadah menjadi bukan lagi proses manusiawi, tetapi proses mekanisasi,” terang Asep dilansir dari muhammadiyah.or.id pada hari Jumat (16/7/2021).
Baca Juga: Ormas Islam dan Pemkot Pasuruan Imbau Warga salat Jumat di Rumah Selama PPKM Darurat
Penulis : Hedi Basri Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV