> >

Ijab Qabul Apakah Harus Diucapkan Dalam Satu Nafas?

Beranda islami | 23 November 2020, 20:54 WIB
Para ulama 4 madzhab sepakat ijab qabul harus dilakukan dalam satu majlis akad. (Sumber: Pixabay, Pexels)

: : : ( ) : . ( ) . .

”Jika antara ijab dan qabul dipisahkan dengan membaca hamdalah dan shalawat, misalnya, seorang wali mengatakan, ’Saya nikahkan kamu.’ Kemudian suami mengucapkan, ‘Bismillah wal hamdu lillah, was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, Saya terima nikahnya.’

Dalam kasus ini ada dua pendapat ulama, (pertama) Nikah sah. Dan ini pendapat Syaikh Abu Hamid al-Isfirayini. Karena bacaan hamdalah dan shalawat disyariatkan ketika akad, sehingga tidak menghalangi keabsahannya. Sebagaimana orang yang melakukan tayamum di sela-sela antara dua shalat yang dijamak. (kedua) tidak sah. Karena dia memisahkan antara ijab dan qabul, sehingga akad nikah tidak sah.” (Fikih Sunah, Sayid Sabiq, 2/35).

Memahami keterangan di atas, sejatinya tidak ada keterangan ijab qabul harus satu nafas. Yang ada adalah harus satu majlis dan harus bersambung, menurut pendapat Syafiiyah dan Malikiyah. Meskipun boleh ada pemisah ringan, selama tidak sampai keluar dari sikap ’segera’.

Menurut ulama Hambali dan Hanafi, boleh tidak bersambung

Seperti misal, jika dalam kasus akad nikah ada gangguan sound sistem, kemudian ketika sang suami hendak mengucapkan qabul, tiba-tiba dia harus memperbaiki mikrofonnya, beberapa saat kemudian dia mengucapkan qabul, akad nikah tetap dinilai sah.

Imam Ibnu Qudamah – ulama hambali – mengatakan,

“Apabila kalimat qabul tidak langsung disampaikan setelah ijab, akad tetap sah. Selama masih dalam satu majlis, dan mereka tidak menyibukkan diri sehingga tidak lagi membicarakan akad. Karena hukum satu majlis adalah hukum yang sesuai konteks akad.” (al-Mughni, 7/81).

Kemudian Ibnu Qudamah menyebutkan riwayat dari Imam Ahmad,

: . : . : . : .

Abu Thalib menukil dari Imam Ahmad, bahwa beliau ditanya, Ada seseorang (si A) yang didatangi sekelompok rekannya. Gerombolan ini mengatakan, ‘Nikahkan si B (dengan putrimu).’ Kemudian si A mengatajan, ‘Aku nikahkan si B dengan putriku, dengan mahar 1000 dirham.’ Kemudian gerombolan inipun segera menyampaikan kepada si B bahwa si A telah menikahkannya dengan putrinya. Lalu si B menjawab, ’Saya terima nikahnya.’

”Apakah akad nikah semacam ini sah?” jawab Imam Ahmad, ”Ya, sah.” (al-Mughni, 7/81).

 

Penulis : Agung-Pribadi

Sumber : Kompas TV


TERBARU