> >

Banjir Bandang Luwu Diduga karena Kerusakan Alam di Hulu

Peristiwa | 18 Juli 2020, 09:33 WIB
Bencana Banjir Bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Jumat (17/7/2020). (Sumber: Dok BNPB)

"Hal ini harus jadi perhatian dan meningkatkan kesadaran kolektif bahwa ketika jumlah penduduk semakin bertambah dan kebutuhan lahan pertanian semakin banyak, yang harus kita utamakan dan ingat adalah kita harus menjaga keseimbangan alam,” jelas Doni.

“Jangan sampai alam terganggu karena kita mengelolanya tidak tepat,” tegas Doni.

Bukan tanpa sebab Doni mengatakan hal tersebut. Karena dia telah melakukan analisa secara visual dari udara dengan helikopter sebelum tiba di Kantor Bupati Luwu Utara.

”Jika melihat secara visual dari jarak jauh menggunakan helikopter, di wilayah Gunung Lero terlihat sebagian dari kawasan pepohonan itu mengalami longsor dengan kemiringan lebih dari 60 derajat dan yang hampir mendekati 90 derajat," papar Doni.

Namun begitu, BNPB akan mengkaji lebih lanjut, hujan pada tanggal 12 sampai 13 Juli atau hujan sebelumnya, dan pembukaan lahan atau galian yang menyebabkan bencana banjir bandang.

Dalam rilis yang dikeluarkan Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Jumat (17/7/2020), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memberikan analisis penyebab banjir bandang yang menerjang beberapa kecamatan pada Senin (13/7/2020) lalu.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mengidentifikasi beberapa faktor penyebab banjir tersebut.

Analisis tim LAPAN berdasarkan citra satelit Himawari-8 menyebutkan, hujan dengan intensitas yang cukup lama pada 12 Juli 2020 dari sekitar jam 22.00 WITA sampai jam 6.00 WITA tanggal 13 Juli 2020.

Kemudian pada siang hari sekitar jam 13.00 WITA kembali terjadi hujan dengan intensitas yang lama sampai malam hari ketika terjadi bencana banjir bandang.

Menurut analisis tersebut, curah hujan membawa pengaruh yang signifikan sebagai pembawa material lumpur dan ranting pohon dari wilayah hulu sungai.

Selain itu, struktur geomorfologi dan geologi Kabupaten Luwu Utara menunjukkan, wilayah hulu Sungai Sabbang, Sungai Radda dan Sungai Masamba merupakan perbukitan yang sangat terjal dan kasar. Kondisi tersebut terbentuk dari patahan-patahan akibat proses tektonik pada masa lalu.

Analisis Lapan menginformasikan, banyaknya patahan yang terdapat di wilayah ini menyebabkan struktur batuan atau tanahnya tidak cukup kuat untuk mempertahankan posisinya. Kemudian kondisi ini menyebabkan mudah longsor dan apabila terakumulasi dapat terjadi banjir bandang.

Sementara itu Bupati Luwu Utara Indah, Putri Indriani, menampik pembabatan hutan, perluasan kawasan pertambangan, dan pembukaan lahan baru di hulu sungai merupakan penyebab banjir bandang.

"Saya perlu klarifikasi terkait dengan tudingan tersebut, mengingat sudah ada hasil penelitian dari lembaga konservasi lingkungan kemudian hasil assesment terakhir dari teman-teman KPH (kesatuan pengelolaan hutan), termaksud dari dinas lingkungan hidup," kata Bupati Indah Putri via telpon, Kamis (16/7/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.

Menurutnya, yang terjadi di Masamba adalah murni bencana setelah dua gunung mengalami longsor yaitu Gunung Lero yang berdampak ke Sungai Radda, dan Gunung Magandrang yang berdampak ke Sungai Masamba.

"Kalau kita melihat materialnya itu pasir. Sebagian besarnya didominasi pasir lalu kayu. Jadi kayu itu adalah kayu yang sudah lama, ada dengan akar-akarnya, artinya ini tidak ada ukuran sebagaimana kita ketahui kalau ada illegal logging begitu," jelas Indah.

Dia juga mengatakan hasil pantauan drone ada banyak titik longsor di lokasi bencana. Hal ini diperparah karena curah hujan yang sangat tinggi.

Pemerintah Kabupaten Luwu Utara sendiri telah mengambil langkah-langkah mitigasi selama beberapa tahun terakhir dengan cara mengedukasi masyarakat agar berhati-hati dan memberi peringatan kepada warga yang bermukim di sepanjang sungai.

Penulis : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU