> >

Cerita Pemilik Bengkel di Malang, Kaget Tagihan Listrik PLN Mencapai Rp20 Juta

Berita daerah | 10 Juni 2020, 23:00 WIB
Ilustrasi meteran listrik. (Sumber: (Pixaby))

MALANG, KOMPAS TV - Teguh Wuryanto, pemilik bengkel yang berada di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur kaget bukan kepalang melihat tagihan listrik untuk bulan Mei 2020.

Pria berusia 56 tahun itu tak mengira kalau jumlah tagihan listriknya membengkak sampai Rp20 juta. Jumlah tagihan tersebut naik sebesar 10 kali lipat dari biasanya.

Teguh karena itu merasa heran karena selama pandemi wabah virus corona atau Covid-19, operasional bengkelnya justru menurun. Alih-alih ada penurunan pembayaran, yang terjadi justru sebaliknya.

“Akhirnya harus dibayar, kalau tidak mau dibayar harus (melayangkan protes) ke Jakarta (kantor PLN Pusat) mungkin. Karena tagihan sudah keluar dan harus dibayar,” kata Teguh dikutip dari Kompas.com, Rabu (10/6/2020).

Baca Juga: Tagihan Listrik Naik Tak Wajar, PLN: April dan Mei Tidak Dicatat

Teguh mengatakan, kenaikan tagihan listrik di bengkelnya terjadi sejak ia mengganti meteran listrik dari analog ke digital pada Januari 2020.

Sejak meteran listrik berganti, tagihan listrik yang diterimanya selalu naik. Namun, Teguh menganggap kenaikan itu masih dalam tahap wajar.

Berdasarkan faktur tagihan yang diterima Teguh, nilai tagihan listrik pada Bulan Februari 2020 sebesar Rp 2.152.494.

Kemudian pada Bulan Maret, nilai tagihannya hanya Rp 921.067. Di bulan April, nilai tagihannya naik jadi 1.218.912. Kemudian tagihan bulan Mei melonjak drastis mencapai Rp 20.158.686.

“Logikanya tidak mungkin bisa sampai tagihan segitu. Apa yang saya gunakan,” ujar Teguh.

Baca Juga: PLN: Tak Ada Kenaikan Tarif Listrik, tapi Lonjakan Pemakaian Dampak Covid-19

Melihat tagihan listrik membengkak drastis, Teguh tentu tak tinggal diam. Ia menghubungi PLN. Setelah diperiksa, diketahui ternyata ada kebocoran daya reaktif (kVarh) yang membuat tagihan listrik membengkak.

Kebocoran daya reaktif itu disebabkan oleh alat berupa kapasitor yang sudah rusak dan tidak berfungsi lagi. Kebocoran daya reaktif itu terdeteksi setelah meteran listrik diganti ke meteran digital.

Teguh menyesalkan karena pihak PLN tidak memberikan sosialisasi terkait dengan alat kapasitor tersebut saat mengganti meteran listriknya.

Menurut dia, pihak PLN semestinya melakukan survei dan sosialisasi terlebih dahulu sebelum mengganti meteran analog dan digital.

“Harusnya disurvei dulu ya. Kalau kapasitor saya rusak dan meteran digital sensitive, karena namanya orang jualan harus memberikan pelayanan,” ujar Teguh. “Jangan asal main ganti saja.”

Menanggapi keluhan itu, Manager Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) PLN Malang Raya, M Eryan Saputra, mengatakan meteran listrik milik Teguh memang menjadi target peremajaan karena sudah lama berlangganan.

Baca Juga: Ini Kata Istana Soal Lonjakan Tarif Listrik yang Dikeluhkan Masyarakat

Peremajaan dilakukan dengan mengganti meteran listrik analog ke digital. Namun, ketika berganti ke digital, kapasitor yang merupakan alat untuk menstabilkan tegangan listrik di bengkel itu rusak dan tidak berfungsi.

“Pada intinya dari sisi peralatan PLN tidak ada yang bermasalah. Tapi dari sisi pelanggan ada perawatan namanya kapasitor sudah tidak berfungsi dengan baik. Tadi kami simulasi, dimatikan atau dinyalakan tidak ada pengaruh dari penggunaan kapasitor tersebut.”

Kerusakan kapasitor itu yang menyebabkan adanya kebocoran daya reaktif dan menyebabkan tagihan listrik membengkak. “Itu yang menyebabkan adanya tagihan daya reaktif yang cukup besar untuk pelanggan tersebut,” ujarnya.

Menurutnya, alat kapasitor merupakan bagian dari pelanggan, sehingga pihak PLN tidak bertanggung jawab dengan alat tersebut. Termasuk ketika pihak PLN mengganti meteran dari yang analog ke digital.

“Itu kan sebenarnya punya pelanggan. PLN kewajibannya hanya sebatas meter. Apa yang terjadi di dalam rumah pelanggan tidak bisa mengintervensi,” kata Eryan.

Direktur Niaga dan Management Pelanggan PLN, Bob Saril, mengatakan bagi pelanggan yang tagihan listriknya melonjak, PLN memberikan relaksasi berupa angsuran pembayaran tagihan listrik.

Baca Juga: Tagihan Listrik Naik, Warga Geruduk PLN Depok

Kebijakan ini diberikan kepada 1,93 juta pelanggan yang berpotensi mengalami lonjakan tagihan listrik.  Adapun kriterianya yaitu pelanggan yang mengalami kenaikan tagihan listrik di atas 20 persen.

Dengan ketentuan itu, pelanggan bakal membayar besaran tagihan listrik yang terdiri atas realisasi konsumsi termasuk jika terjadi lonjakan konsumsi, serta 40 persen dari besaran lonjakan tagihan yang diangsur dari bulan sebelumnya.

Sisanya, nanti bakal diangsur secara bertahap selama tiga kali, terhitung mulai rekening Juli 2020.

PLN menyimulasikannya begini, seorang pelanggan memiliki tagihan rata-rata sebesar Rp1 juta yang ia bayarkan pada bulan April dan Mei, tetapi telah terjadi lonjakan konsumsi listrik.

Hal ini membuat pelanggan tersebut memiliki tagihan listrik sebesar Rp 1,5 juta pada Rekening bulan berikutnya atau Juni.

Baca Juga: Gubernur Riau dan PLN Ungkap Penyebab Lonjakan Tagihan Listrik Warga dan Solusinya

Peningkatan Rp 500 ribu ini merupakan selisih konsumsi listrik bulan-bulan sebelumnya yang diakumulasikan.

Dengan ketentuan relaksasi, maka pelanggan cukup membayar Rp1,2 juta. Nilai Rp 200 ribu tersebut merupakan besaran 40 persen dari selisih Rp 500 ribu yang diangsur.

Selanjutnya pada rekening Juli dan dua bulan berikutnya, pelanggan diharuskan mencicil sisa tagihan yang dianggsur tersebut yaitu Rp 100 ribu per bulannya.

"Rekening Juni ini bukan karena PLN naikan tarif tapi karena di carry over dari bulan sebelumnya itu," ujar Bob.

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU