Benarkah Warga yang Digerebek Bersama PSK di Padang Ajudan Andre Rosiade?
Berita daerah | 5 Februari 2020, 22:32 WIBKOMPAS.TV - Direktorat Kriminal Khusus Polda Sumatera Barat membongkar praktek prostitusi online di Kota Padang, Minggu (26/1/2020).
Kali ini, satuan petugas Subdit V Cyber Crime itu menggerebek sebuah kamar hotel berbintang yang di dalamnya terdapat seorang pekerja seks komersial (PSK) bersama seorang warga.
Polisi berhasil mengamankan PSK berinisial N (27) itu dan menetapkannya sebagai tersangka.
Baca Juga: Polda Sumbar Bongkar Prostitusi Online di Padang, Andre Rosiade Ikut Terlibat Penjebakannya ?
Dari luar kamar hotel itu, petugas Polda Sumbar mengamankan AS (24) yang menjadi mucikari dan ditetapkan sebagai tersangka pula.
Adapun warga yang bersama PSK N di dalam kamar hotel itu tidak ditangkap dan tidak dijadikan tersangka.
"Setelah kita dalami kasusnya ternyata N dan AS adalah pelaku. N bukan korban tapi pelaku yang dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," ujar Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto.
Menurut Stefanus, penetapan tersangka terhadap keduanya itu berdasarkan hasil penyidikan NN meminta AS untuk mencarikan pelanggan.
"PSK itu juga mengeksploitasi dirinya sendiri melalui sebuah aplikasi (Michat)," tutur Stefanus.
Penyidik juga telah memeriksa ahli ITE, ahli bahasa, dan ahli pidana.
"Saat ini, masih dalam tahap melengkapi berkas. PSK dan mucikari sudah ditahan. Harapan kita, dengan diterapkannya UU ITE ini bisa memberantas prostitusi online di Kota Padang,” jelas Stefanus.
Namun, menurut anggota Ombudsman, Ninik Rahayu Polda Sumbar perlu memastikan perlindungan dan memulihkan NN (27) sebagai korban prostitusi online.
“Menurut saya secara sepintas dari fakta yang terbaca di media, dan koordinasi dengan Ombudsman Perwakilan Sumatra Barat, kasus ini adalah kasus tindak pidana perdagangan orang. Kita semua sepakat melakukan pemberantasan human trafficking ini, tetapi jangan abaikan melindungi korban, apalagi ada kesewenang-wenangan dalam prosesnya,” ujar Ninik, dalam rilis tertulis yang diterima redaksi Kompas.TV, Rabu (5/2/2020).
Ninik melanjutkan, hal tersebut karena perdagangan orang merupakan kejahatan kemanusiaan
dalam kategori extraordinary crime.
“Kalau pun menggunakan dalil KUHP, khususnya pasal 298 yang mengatur tentang prostitusi,
harusnya yang ditahan mucikarinya, bukan korbannya,” tutur Ninik.
“Meski kita hargai upaya2 pemberantasan penjualan orang, termasuk dalam bentuk prostitusi, maka seharusnya semua pihak tetap dalam koridor tugas pokok dan kewenangannya dan jangan ada kesewenang wenangan karena jabatannya,” katanya.
Ninik menjelaskan, kasus menjebak adalah kewenangan yang dimiliki penegak hukum, karena sudah
masuk domain eksekusi.
Pada kasus itu, para pihak yang merasa prihatin seharusnya dapat meminta bantuan pihak kepolisian untuk bertindak dengan cara undercover by, karena memang lebih susah membuktikan.
Baca Juga: Polisi Bantah Ada Unsur Jebakan dalam Penggerebekan Prostitusi Online di Padang
Bagi Ninik, kewenangan penyamaran itu diatur dalam Pasal 12 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang kemudian diubah menjadi Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana bahwa kegiatan penyelidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dalam Perka Polri ini dapat dilakukan dengan cara penyamaran (under cover).
“Polda perlu segera mengungkap cara-cara dan/atau prosedur penindakan kasus ini yang tidak sesuai dengan aturan hukumnya, apalagi ada dugaan menyeret nama besar anggota legislatif (Andre Rosiade),” Ninik menegaskan.
Penulis : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV