> >

Mengikis Taring, Menghapus Sifat Raksasa dalam Jiwa Manusia

Jawa tengah dan diy | 2 Desember 2024, 01:00 WIB
Seorang pemudi sedang melaksakan upacara potong gigi atau pangur, dalam upacara Manusia Yadnya, di Klaten, Jawa Tengah, Minggu (1/12/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Rapal puja dan doa dari bibir sang resi tak lagi terdengar. Seluruh peralatan dan uba rampe upacara telah selesai didoakan dan diberi restu.

Satu per satu peserta pangur memasuki ruangan tanpa pintu di depan gerbang pura sambil membawa kelapa gading muda.

Romo Rsi Hasto Dharmo Telabah membacakan doa di depan uba rampe dan sesaji yang akan digunakan pada Upacara Manusia Yadnya, potong gigi atau pangur dan melukat massal di Pura Candi Untoroyono, Pedan, Klaten Jawa Tengah, Minggu (1/12/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Tiga tempat tidur pun telah disiapkan untuk mereka. Tiga nampan berisi sesaji tertata rapi di bawah masing-masing tempat tidur. Sesaji lain diletakkan di meja samping tempat tidur.

Sebelum memulai upacara pemotongan gigi, masing-masing pemuda dan pemudi tersebut meminta restu pada orang tua mereka. Mereka jongkok di depan kursi tempat duduk orang tua masing-masing.

Kemudian dengan tangannya, mereka membasuh kaki orang tua dengan air kembang. Lalu dilanjutkan dengan berdoa dan naik ke tempat tidur untuk proses pemotongan gigi.

Dalam proses pangur, para peserta diminta untuk berbaring sambil membuka mulutnya. Petugas pemotong gigi kemudian mengikir dan memotong gigi taring mereka menggunakan kikir dan pahat kecil.

Setelah itu, para peserta diminta berkumur menggunakan air kelapa gading muda yang telah dituangkan ke dalam gelas. Lalu, melakukan proses pemotongan berikutnya.

Usai pelalksaaan pangur, para pemuda dan pemudi tersebut diarahkan menuju lokasi siraman dengan air kembang di sudut kanan depan pura.

“Upacara Manusia Yadnya itu maksudnya memanusiakan manusia, sehinga dia utuh menjadi manusia yang pantas hidup di bumi dengan sifat-sifat manusia, bukan sifat keraksasaan,” kata Romo Dewa Ketut Suratnaya, Wakil Sabha Walaka di Bidang Keagamaan dan Ritualitas Hindu Pusat.

Upacara potong gigi dilakukan saat umat Hindu memasuki masa akil balig atau remaja, sebagai rangkaian dari Manusia Yadnya, memanusiakan manusia.

Baca Juga: Toleransi, Umat Hindu Berbagi Takjil Gratis di Bulan Ramadan

“Begitu dia masuk remaja, akil balig itu, saat suara mulai besar untuk laki-laki dan datang bulan untuk wanita, barulah kita pangur.”

“Pangur (ala) Jawa ini betul-betul kita gunakan memang betul-betul Jawa karena kita lakukan di tanah Jawa, yang memandu juga resi Jawa, yang membuat sesajinya juga orang Jawa,” jelasnya.

Bukan sekadar upacara keagamaan, upacara ini juga bertujuan untuk mengembalikan budaya yang ada di masyarakat Jawa, yang tujuannya memanusiakan manusia.

Setelah pelaksanaan pangur, para peserta melanjutkan dengan upacara melukat atau ruwatan, yang dilakukan secara massal. Tujuan dari ruwatan tersebut adalah menghindari musibah dan kesialan.

“Rangkaian acaranya, pertama, sang resi memuja dan mempermaklumkan pada alam bahwa ada acara ini.”

“Kemudian peserta yang akan pangur harus sungkem dulu pada orang tuanya, harus minta restu dulu dari orang tua. Setelah itu baru dipangur,” tambahnya.

Setelah pangur mereka kemudian melaksanakan melukat, diawali dengan siraman atau penyiraman air kembang yang sudah didoakan oleh sang resi.

“Air kembang yang sudah diaktifkan oleh resi, diaktifkan artinya dia sudah berisi energi.”

Seorang pemuda dan pemudi menjalani upacara siraman dengan air kembang dalam upacara Manusia Yadnya, di Klaten, Jawa Tengah, Minggu (1/12/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

“Ini memang lebih sederhana, termasuk sesajinya. Semua bisa membuat sesajinya, kalau di Bali nggak, harus ada ahlinya,” tambahnya.

Mengenai waktu pelaksanaan upacara ini, ia menyebut tidak ada waktu-waktu khusus atau waktu tertentu. Artinya, bisa dilakukan setiap saat.

Meski demikian, ada waktu yang dianggap baik, yakni setelah bulan gelap hingga puncaknya saat bulan purnama. Sedangkan waktu yang dianggap kurang bagus adalah sehari setelah bulan purnama hingga bulan gelap.

Ia menjelaskan, upacara Mausia Yadnya memiliki beberapa tahapan, dimulai saat manusia dalam kandungan, prosesi tujuh bulnan, pemberian nama setelah 12 hari kelahiran, penyucian diri saat berusia 42 hari, hingga ke tahap pangur.

“Terkait dengan acara hari ini, yang pertama, nuansa secara umum ini total Jawa. Sederhana saja, ini tanah Jawa, orang Jawa tinggal di tanah Jawa, makan minum dari Pulau Jawa, maka dia (upacaranya) harus Jawa banget”.

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU