> >

Bank Sampah di Sleman Olah Sampah Plastik Jadi BBM, Hasilkan 35 Liter Solar Sehari

Jawa tengah dan diy | 13 Agustus 2024, 18:15 WIB
Salah satu mobl berbahan bakar sampah plastik yang ada di Bank Sampah Go Green, Cupuwatu, Kalasan, Kabupaten Sleman. (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Salah satu komunitas bank sampah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, telah melakukan uji coba penggunaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar berbahan baku sampah plastik untuk kendaraan roda empat.

Siang itu, Jumat (9/8/2024), area Bank Sampah Go Green di Cupuwatu, Purwomartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, cukup sunyi.

Satu mobil pikap terparkir tidak jauh dari tumpukan sampah plastik yang ada di semacam ruang penampungan. Sementara dua mesin pirolisis -- mesin pengolah limbah atau sampah plastik menjadi BBM -- dengan ukuran berbeda, tertata di halaman. Dua tabung gas terhubung ke masing-masing mesin tersebut.

Di teras rumah, seorang perempuan terlihat serius menghadap layar monitor laptopnya. Sementara, seorang pemuda berambut cepak duduk di sisi lain teras.

Sekilas seperti tidak ada aktivitas lain di tempat itu. Hanya ada suara menderu samar terdengar dari dua mesin pirolisis. Mesin itu merupakan alat pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak jenis solar.

Hawa panas terasa saat berjalan di dekat kedua mesin tersebut, menunjukkan bahwa keduanya sedang beroperasi.

Perempuan yang tadi serius menghadap layar laptop menyapa ramah. Dia adalah Fransiska Dani, pendiri Bank Sampah Go Green. Sedangkan pemuda yang menemaninya adalah Feri, operator mesin pirolisis.

Hasilkan 35 Liter Solar per Hari

Proses pengolahan sampah plastik menjadi BBM tersebut baru berjalan sekitar dua bulan, tepatnya sejak Juni 2024 lalu.

“Saya dari Komunitas Bank Sampah Go Green. Mesin ini ada di sini karena Yayasan Get Plastic yang kantornya ada di Bali, itu dia ada event tahunan sebenarnya untuk isu edukasi lingkungan,” kata Dani.

Dalam sehari, pihaknya bisa menghasilkan sekitar 35 liter BBM solar berbahan sampah plastik. Jumlah itu merupakan akumulasi dari hasil pengolahan dua mesin pirolisis yang ada.

“Sehari itu, kan kita ada dua mesin, kurang lebih bisa 35 liter. Mesinnya ada yang kapasitas 20 kilogram, tapi karena kita tidak punya mesin press dan pencacah plastik, jadinya yang masuk nggak maksimal.”

“Misalnya masuk 12 kilogram, nanti yang keluar sekitar 10 sampai 11 liter. Yang satunya kapasitas 50 kilogram tapi yang masuk sekitar 25 kiloan, jadinya solar 23 liter,” tambah Dani.

Seorang pengelola Bank Sampah Go Green di Cupuwatu, Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta memperhatikan solar hasil pengolahan sampah plastik, Jumat (9/8/2024) (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Sejak beroperasi pada Juni lalu hingga akhir Juli, bank sampah yang ia kelola telah mengumpulkan sebanyak 1,2 ton sampah plastik. Sampah plastik itu mereka peroleh dari warga sekitar maupun pelaku UMKM seperti pedagang angkringan.

“Ini sebenarnya donasi dari warga, kebanyakan yang masuk ke sini itu plastik yang tidak laku dijual seperti sedotan, tas keresek, plastik bening, plastik es teh, yang tidak ada nilai jualnya,” jelasnya.

“Biasanya yang datang ke sini itu dari warga sekitar yang sudah memilah sampah, kemudian ada juga dari komunitas bank sampah, ada juga dari pengusaha UMKM, ankgringan, dsb.”

Meski solar tersebut berbahan baku sampah plastik, Dani menyebut nilai oktan BBM hasil pirolisis itu setara dengan solar yang ada di pasaran umum, yakni 62.

Uji Coba di Mobil Angkutan Umum

Berdasarkan hasil uji oktan yang disebutnya mencapai 62, pihaknya pun melakukan uji coba penggunaan BBM tersebut pada kendaraan umum berbahan bakar solar. Kendaraan umum yang dipilih adalah ‘Sithole’, mobil angkutan wisatawan dengan trayek beberapa obyek wisata di Yogyakarta.

Kolaborasi dengan salah satu unit mobil ‘Sithole’ tersebut sekaligus untuk mengampanyekan pengolahan sampah plastik menjadi BBM.

“Kalau sithole itu ada satu unit yang dikerjasamakan. Jadi, ada kolaborasi, kerja sama dengan sithole.”

“Sithole kita uji coba untuk bahan bakar solar sampah plastik, kemudian kami boleh menempel stiker di mobil Sithole untuk bahan kampanye bahwa plastik itu sebenarnya bisa diolah menjadi BBM,” jelasnya.

Sepekan setelah mobil tersebut menggunakan solar berbahan sampah plastik, Dani sempat menanyakan pada pengemudi mobil itu tentang perubahan yang dirasakan.

Ia ingin mengetahui, apakah tidak ada kendala dalam penggunaan solar berbahan sampah plastik Itu pada mobil tersebut.

Ia bahkan turut melakukan perjalanan menggunakan mobil itu. Sepanjang perjalanan, Dani juga menyampaikan pada penumpang lain mengenai penggunaan solar berbahan sampah plastik.

“Jadi saya sepanjang jalan ngomong kayak guide bahwa pakai solar plastik.”

“Saya tanya bedanya, kalau menurut driver yang biasa bawa mobil itu, dia bilang tarikannya lebih enak,” tuturnya.

Seorang pengemudi mobil uji coba tersebut, Setiyadi (53), yang ditemui di sekitar kawasan Keraton Yogyakarta, Senin (12/8/2024) mengaku tidak banyak perbedaan yang ia rasakan setelah menggunakan solar berbahan sampah plastik.

Bahkan, Setiyadi menyebut tarikan gas mobilnya seikit lebih ringan setelah menggunakan bahan bakar tersebut.

“Kalau masalah boros (BBM) atau tidak, itu tergantung penggunaan juga,” ucapnya.

Mobil itu juga telah melakukan uji emisi setelah penggunaan solar sampah plastik. Hasilnya, mobil yang dikemudikannya secara bergantian dengan rekannya tersebut dinyatakan lolos uji emisi.

Niki kolo wingi niku pun uji emisi, hasile lebih ramah lingkungan (Ini sudah ikut uji emisi, hasilnya lebih ramah lingkungan),” jelasnya.

Angkutan umum yang melakukan uji coba solar berbahan baku sampah plastik di Yogyakarta, Senin (12/8/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Proses Pengolahan Sampah Plastik

Proses pengolahan sampah plastik menjadi solar tersebut tidak rumit. Pertama, sampah-sampah plastik yang ada dimasukkan ke dalam tabung reaktor kedap udara.

Dengan mesin pirolisis tersebut, sampah tidak lagi dibakar, melainkan dipanaskan hingga mencapai suhu tertentu.

“Jadi masuk ke ruang kedap udara. Sistemnya dipanaskan, bukan dibakar. Dipanaskan pakai kompor berbahan bakar gas elpiji.”

“Jadi tabung reaktor dipanasi dari bawah, terus akan ada uapnya. Nah, uapnya itu yang diproses kondensasi jadi cairan,” kata Dani, Jumat.

Cairan hasil kondensasi uap hasil pembakaran itulah yang menjadi solar. Sementara, uap yang tidak terkondensasi akan menjadi gas propylene.  Dani menyebut tidak ada zat karsinogen dari pemanasan sampah plastik tersebut.

Di tempat itu, gas propylene yang dihasilkan dari pemanasan langsung digunakan sebagai bahan bakar kompor. Hingga kini pihaknya belum bisa menampung gas tersebut dalam suatu wadah karena terkendala peralatan.

“Sekarang ini belum ada alatnya untuk menampung gas yang keluar, jadi kita langsung manfaatkan ke kompor untuk masak.”

Proses pengolahan dari masing-masing mesin tersebut berbeda. Untuk mesin pirolisis berkapasitas 20 kilogram, prosesnya sekitar empat jam. Sedangkan mesin berkapasitas 50 kilogram sekitar tujuh jam.

“Jadi, setelah selesai, kita pisahkan dulu air dengan solarnya. Airnya pasti mengendap di bagian bawah,” Feri, rekan Dani, menambahkan.

Solar hasil olahan itu akan disimpan terlebih dulu dalam tong yang ada, sambil menunggu mobil ‘Sithole’ datang untuk mengisi bahan bakar.

Selain untuk bahan bakar ‘Sithole’, solar itu juga akan digunakan pada event yang akan dilaksanakan pada Oktober mendatang.

“Kan untuk kerja samanya cuma satu bulan ya, karena kan solarnya bakal disimpan untuk kegiatan Get The Fest,” kata Dani.

Kegiatan edukasi isu lingkungan itu rencananya akan dilaksanakan dalam bentuk konser musik dan pasar tradisional.

Nantinya, bahan bakar yang akan digunakan untuk generator atau genset dan keperluan lain akan menggunakan solar dari sampah plastik yang sudah diolah.

“Ini kan istilahnya mesin pirolisis ini kan dipinjamkan, jadi nanti kemungkinan dikembalikan lagi. Jadi kami hanya bantu mengolah.”

Dani mengaku pihaknya telah melakukan audiensi dengan pemerintah setempat mengenai pengolahan sampah plastik menjadi BBM. Ia berharap pemerintah setempat berkenan mengadopsi gerakan itu.

“Kami juga sudah audiensi ke pemerintah setempat, apakah bisa diadopsi, lumayan banget kan. Harapannya seperti itu, supaya berkelanjutan,” ucapnya berharap.

Terlebih, menurut dia, gerakan dari masyarakat sudah cukup baik. Mereka memilah sendiri sampah rumah tangga dan meminimalisir sampah plastik ke sungai maupun selokan.

“Warga yang sudah nyetor sampah kan saya bilangin bahwa ini kurang lebih sampai Oktober bisa nerima sampahnya, mereka bingung, habis Oktober kami ke mana.”

“Padahal kan gerakan dari masyarakat sudah oke banget, maksudnya bisa menyetop sampah plastik agar tidak bocor ke perairan. Masuk sungai, udah lepas ke pantai,” tuturnya.

 

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU