> >

Bermula dari Gempa Bumi Yogya, Kini Tularkan ke Warga Manfaat Energi Surya

Jawa tengah dan diy | 5 Agustus 2024, 12:05 WIB
Muhammad Awab, seorang pria di Dusun Ngemplek, Piyaman, Gunungkidul, menunjukkan cara penggunaan panel listrik energi surya di kediamannya, Minggu (4/8/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

GUNUNGKIDUL, KOMPAS.TV – Suara musik dari speaker ponsel terdengar samar di teras rumah Muhammad Awab, di Dusun Ngemplek, Desa Piyaman, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul.

Pagi itu, Minggu (4/8/2024), Awab sedang bersantai di teras rumahnya. Segelas kopi dan beberapa toples makanan ringan tertata rapi di atas meja, tepat di hadapannya.

Satu unit pompa air bekas berukuran kecil tergeletak di lantai, tidak jauh dari meja. Sementara, di sisi atas rumah, tepatnya di bagian belakang, belasan panel listrik tenaga surya berjejer rapi.

Di atap beberapa rumah lain di sekitar kediaman Awab juga terpasang panel listrik tenaga surya, meski tak sebanyak yang ada di atap rumah pria yang berprofesi sebagai panitera pengganti di PN Bantul ini.

Belasan rumah warga di daerah itu telah menggunakan listrik bertenaga surya atau matahari sebagai sumber energi alternatif. Seluruhnya merupakan inisiasi dari Awab.

Berawal dari Gempa Jogja 2006

Awab menceritakan awal dirinya menekuni pembangkit listrik bertenaga surya tersebut. Pada mulanya, ide itu muncul saat dirinya menjadi relawan ketika gempa bumi besar terjadi di Yogyakarta tahun 2006 lalu.

Kala itu, dirinya melihat langsung bagaimana kondisi di lapangan. Bukan hanya rumah-rumah warga yang roboh, tetapi juga infratruktur yang lumpuh.

“Saya melihat langsung di lapangan, apalagi di Bantul, ternyata infrastruktur lumpuh, listrik mati, SPBU tutup, dan sebagainya,” tuturnya mengenang.

Belasan panel listrik energi surya yang terpasang di atap rumah Awab, di Dusun Ngemplek, Piyaman, Kabupaten Hunungkidul, Minggu (4/8/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Sebagai orang yang turun ke lapangan, Awab sangat memahami bahwa bantuan yang diperlukan oleh korban terdampak gempa bukan sekadar makanan dan tempat tinggal. Para korban juga memerlukan listrik untuk mengisi daya ponsel mereka.

Komunikasi dengan pihak luar menjadi hal yang sangat penting dalam keadaan darurat seperti saat itu. Awab pun sempat melihat ada satu mobil pikap yang bertuliskan “Terima Charge HP”.

“Saya melihat juga ada satu mobil open kap yang ada tulisannya ‘Terima Charge HP’. Itu kan penting untuk komunikasi dengan siapa pun dari luar,” kata Awab.

Menurutnya, bantuan pengisian daya ponsel di masa darurat seperti kala itu merupakan sesuatu yang luar biasa. Namun, saat ia mendekati mobil tersebut, ternyata jasa pengisian daya ponsel itu tidak gratis alias berbayar.

Pandangannya yang sebelumnya positif langsung sirna. Awab bahkan berpikir bagaimana bisa ada pihak yang mencari keuntungan saat bencana terjadi.

“Sementara yang lain membantu dengan tulus tanpa pamrih, kok ada yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Dari situlah saya mulai berkarya.”

Sejak saat itu, Awab pun mulai membuat listrik bertenaga surya yang ia pelajari dari buku. Ia terus mengembangkan keterampilannya hingga dirinya pindah rumah ke kediamannya saat ini.

Ketika menempati rumahnya di Dusun Ngemplek, Desa Piyaman, pada Desember 2016, Awab langsung memasang panel listrik tenaga surya.

Saat itu, sejumlah warga penasaran melihat lampu di rumah Awab menyala, padahal mereka tahu Awab tidak berlangganan listrik. Mereka juga tidak mendengar suara mesin genset sebagai pembangkit listrik.

Baca Juga: PT INERMAN dan Shanghai Electric Akan Bangun PLTS Terapung Berkapasitas 2.000 MW

Awab pun menjelaskan pada mereka bahwa ia menggunakan listrik bertenaga surya. Namun, tetangganya mengira harga peralatan pembangkit listrik tenaga surya sangat mahal, sehingga mereka belum berminat untuk mencoba.

Mengajak Warga untuk Hemat Energi

Salah satu warga yang tertarik adalah Bagyo. Ia tinggal hanya beberapa puluh meter dari kediaman Awab.

Bagyo sempat bertanya pada Awab mengenai listrik tenaga surya dan ingin memasangnya, namun ia mengaku tidak mempunyai cukup anggaran untuk menerapkannya.

“Kemudian saya mulai dengan Pak Bagyo karena dia bertanya, waktu itu listriknya dia masih menarik kabel dari rumah tetangga lain,” ucap Awab.

“Akhirnya saya pasang di rumahnya, saya pinjami dulu dengan catatan. Saya pinjami dulu, suruh pakai, kemudian uang yang selama ini biasanya untuk membayar listrik saya suruh kumpulkan,” tambahnya.

Setelah terkumpul, meski dalam jumlah yang belum terlalu banyak, Awab meminta Bagyo menyerahkan uang itu, kemudian ia menambahkan dengan uang pribadinya untuk mengganti panel surya Bagyo dengan kapasitas yang lebih besar.

Panel listrik energi surya yang terpasang di rumah warga bernama Bagyo, di Dusun Ngemplek, Piyaman,Kabupaten Gunungkidul, Minggu (4/8/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Panel lama berukuran sekitar 50x50 sentimeter dengan kapasitas sekitar 50 watt yang tadinya terpasang di rumah bagyo pun ia lepas. Meski demikian, Awab tidak membawa pulang panel lama tersebut.

Ia berdiskusi dengan Bagyo dan menanyakan warga mana yang memerlukan listrik tenaga surya. Setelah mendapat rekomendasi dari Bagyo, ia pun memasang panel tersebut di rumah warga yang bersangkutan.

Perlakuan yang sama ia berikan pada warga tersebut, yakni mengumpulkan uang untuk kemudian memasang panel yang lebih besar kapasitasnya.

“Kemudian bergulir, bergulir, bergulir. Sekarang sudah 15 rumah yang saya pasangi panel.”

Penjelasan Awab tersebut dibenarkan oleh Bagyo (70). Saat ditemui di kediamannya, Bagyo sedang duduk bertelanjang dada di teras rumahnya yang juga menjadi warung edukasi.

Ia sempat menunjukkan peralatan rangkaian listrik tenaga surya di dalam rumahnya. Bagyo menyebut, sudah sekitar tujuh tahun dirinya menggunakan dua sumber listrik, yakni tenaga surya dan dari PLN.

Dengan penggunaan listrik bertenaga surya, tagihan listriknya berkurang cukup banyak. Sebab, seluruh titik lampu di rumahnya menggunakan daya dari panel surya.

“Listrik dari PLN untuk kulkas dan peralatan lain, yang tenaga surya khusus untuk lampu.”

“Setelah dikasih sama Pak Awab, saya senang sekali. Kalau listrik padam, ya di sini tetap menyala. Selain itu tidak ada risiko apa pun, tidak nyetrum,” kata dia.

Selama menggunakan listrik tenaga surya, Bagyo belum pernah sekalipun mengganti panelnya. Ia hanya mengganti baterai yang digunakan karena soak.

“Kalau rusak belum pernah, paling cuma ganti aki. Saya biasanya pakai aki bekas,” jelasnya.

Bagyo (70) seorang warga Dusun Ngemplek, Piyaman, Kabupaten Gunungkidul menunjukkan rangkaian perangkat listrik snergi matahari, di rumahnya, Minggu (4/8/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Energi untuk Semua

Dalam perkembangannya, Awab juga mengedukasi warga yang menggunakan listrik tenaga surya untuk menerapkan hemat energi namun tetap menjaga peralatan listrik tenaga surya agar lebih awet, khususnya baterai atau aki.

Sebagai edukasi hemat energi, ia menggunakan relay sebagai saklar otomatis yang memadamkan atau meyalakan aliran daya dari panel surya. Relay tersebut akan secara otomatis aktif saat cahaya matahari meredup di petang hari, kemudian berhenti mengalirkan daya saat panel menerima cahaya matahari di pagi harinya.

Dengan pola itu, lampu-lampu yang mengandalkan energi matahari akan padam saat pagi dan otomatis menyala saat petang.

Cara yang sama juga ia terapkan pada sejumlah lampu penerang bertenaga surya di jalan dusunnya. Ia memasang relay pada rangkaian lampu-lampu itu

Awab pun menyarankan pengguna listrik bertenaga surya untuk menggunakan peralatan, terutama bola lampu bertegangan searah atau DC, meski mereka bisa menggunakan peralatan berarus bolak balik atau AC dengan peralatan tambahan, yakni inverter.

Awab juga telah mengatur peralatan yang ia berikan pada warga untuk menyalakan tujuh mata lampu, yang disesuaikan dengan kapasitas panel.

Sementara untuk menjaga keawetan baterai, ia menyarankan warga menyalakan seluruh lampu pada siang hari saat musim kemarau seperti saat ini. Sebab, cahaya matahari yang ada sangat maksimal.

“Saat musim panas seperti ini pengisiannya maksimal maka pembuangan (penyaluran energi) harus diseimbangkan dengan pengisian supaya baterainya awet.”

Dari sejumlah perangkat pada rangkaian listrik tenaga surya, menurutnya, baterai atau aki merupakan bagian yang rawan rusak, sedangkan panelnya dapat bertahan minimal 25 tahun.

Panel surya hanya akan rusak jika retak atau pecah, atau jika terjadi korsleting listrik.

Tak hanya membantu memasang panel listrik bertenaga surya untuk tetangganya, Awab pun menjelaskan cara kerja serta perakitan perangkat atau rangkaiannya.

Biaya yang diperlukan untuk merakit rangkaian tersebut hanya di kisaran puluhan ribu rupiah. Biaya itu di luar harga panel dan baterai.

“Jadi dari panel sampai jadi lampu penerangan, kalau hasil rakitan teman-teman di enerji matahari kampung edukasi ini, simpel. Hanya dengan biaya Rp25 ribu sudah jadi. Itu untuk beli dioda, untuk beli relay, beli dua resistor, dan satu transistor,” tuturnya.

Secara sederhana, kata Awab, kabel yang keluar dari panel dihubungkan dengan dioda, kemudian disambungkan ke aki atau baterai sebagai penyimpan energi. Lalu, energi dari baterai disalurkan ke peralatan listrik menggunakan kabel seperti biasa.

“Untuk kebutuhan aki, itu yang terpenting adalah amperenya besar. Semakin besar ampere semakin bagus.”

Kini, bukan cuma warga sekitar yang ia edukasi, tetapi sudah merambah ke sejumlah warga di dusun bahkan desa berbeda. Ia mendampingi sejumlah petani dan nelayan untuk memanfaatkan energi surya.

Nasrun (38), seorang petani tembakau di Getas, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, megambil panel surya yang biasa ia gunakan untuk pompa air di kebunnya, Minggu (4/8/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Awab menunjukkan sejumlah video tentang kegiatan pendampingan itu, termasuk memasang panel surya pada perahu salah satu nelayan di Pantai Sadeng, Gunungkidul. Pembangkit itu digunakan untuk menyalakan lampu yang fungsinya sebagai penarik perhatian ikan saat melaut.

Ia juga mendampingi seorang petani di Nanggulan, Cawas, Kabupaten Klaten untuk memanfaatkan energi matahari sebagai pengusir hama di sawah. Caranya, ia memasang lampu penerang agar hama tanaman mendekat dan tidak mengganggu padi petani.

“Saya juga melakukan pendampingan pada satu petani tembakau, dia menggunakan panel surya untuk pompa air, airnya digunakan menyiram tanaman tembakau, hanya dibantu dengan aki kecil,” kata Awab. 

“Itu tepatnya di Desa Getas, Playen. Itu kedalaman sumurnya sekitar 7 meter, dengan kapasitas panel 100 watt.”

Dengan panel surya berkapasitas 100 watt, pompa air yang dipasang dapat menarik air dari sumur berkedalaman sekitar 6 meter, dan mengalirkannya dengan selang hingga lebih dari 50 meter.

“Itu pompa air yang lama, yang kecil di dekat tempat sampah,” kata Awab menunjuk pompa air bekas yang tergeletak.

Nasrun (39), petani tembakau yang diceritakan oleh Awab, menceritakan awal dirinya menggunakan listrik energi matahari untuk menyiram tanaman tembakau.

Nasrun sudah cukup lama menggunakan listrik tenaga matahari untuk menyalakan bola lampu di rumahnya, di Dusun Getas, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Ia mengenal energi alternatif tersebut dari Awab.

“Saya pakai panel surya sudah cukup lama, untuk penerangan di rumah ini sudah sekitar 8 tahun, tapi kalau yang untuk pengairan itu baru sekitar dua bulan,” jelasnya.

Penggunaan energi listrik untuk pompa tersebut juga ia ketahui dari Awab.

“Kemarin-kemarin kan saya mengambil air kan masih manual, terus Pak Awab kasih tahu agar menggunakan pompa air. Awalnya pakai pompa kecil, kemudian diganti dengan yang ukuran lebih besar agar semburannya lebih kencang.”

Nasrun kemudian mengambil pompa air yang sering ia gunakan untuk menyiram tanaman tembakau di kebun. Setelah meletakkan pompa tersebut ke dalam ember berisi air, ia berjinjit dan  mengambil sesuatu dari atap rumahnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan PLTS Terapung Cirata, Ini yang Terbesar se-Asia Tenggara

Rupanya panel listrik tenaga surya yang biasa ia gunakan untuk pompa air, juga ia pakai sebagai sumber energi tambahan di rumahnya. Nasrun hanya melepas dua ikatan kabel, dan menurunkan panel tersebut.

Selanjutnya, ia menyambung dua kabel dari panel itu ke kabel lain yang terhubung dengan pompa air. Mesin pompa langsung berbunyi dan menyemburkan air yang diisap dari dalam ember.

Nasrun (38), seorang petani tembakau di Getas, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, menunjukkan cara kerja listrik tenaga surya untuk pompa air, Minggu (4/8/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Hari itu Nasrun tidak menunjukkan langsung proses penyiraman dari sumur di ladangnya ke tanaman tembakau, sebab sumur tersebut sedang kering. Saat musim kemarau seperti saat ini, air dari sumur itu terbatas.

Jika ia sudah menggunakannya untuk menyiram, sumur akan kehabisan air dan kembali berair satu atau dua hari kemudian.

Selain itu, jaraknya juga cukup jauh dari rumahnya. Biasanya Nasrun membawa panel surya dan pompa air tersebut menggunakan keranjang yang terpasang pada jok sepeda motornya.

Dengan adanya pompa air bertenaga matahari tersebut, ia mengaku lebih mudah untuk menyirami tanaman tembakaunya.

 

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU