Heboh soal Banjir di Demak Disebut sebagai Isyarat Kemunculan Selat Muria, Ini Kata BRIN
Jawa tengah dan diy | 21 Maret 2024, 08:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Banjir yang melanda di Demak, Jawa Tengah, dan sekitarnya memunculkan perdebatan baru mengenai kemunculan Selat Muria.
Pembahasan ini bermula dari unggahan akun X @nuruzzaman2 yang mengunggah foto perbandingan zona banjir pada 2024 dengan foto citra Selat Muria pada abad ke-7 dan ke-16.
“Benarkah Selat Muria Akan Hidup Kembali. Memasuki tahun 2024, Semenanjung Muria dua kali dihantam banjir besar,” tulis akun tersebut, Selasa (19/3/2024).
Baca Juga: Banjir Demak: Perbaikan Tanggul Jebol Dikebut, 30 Pompa Air Dikerahkan, Modifikasi Cuaca Dilakukan
“Memang daerah ini sudah rutin menjadi langganan banjir akibat limpas sungai Wulan. Namun apa yang terjadi awal tahun 2024 ini sungguh di luar dugaan,” sambungnya.
Unggahan tersebut memicu perdebatan dan telah ditayangkan sebanyak 2,4 juta kali serta mendapatkan ratusan komentar.
Lantas, benarkah banjir di Demak merupakan isyarat kemunculan Selat Muria?
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan bahwa banjir yang merendam Demak dan sekitarnya tidak berkaitan dengan kemunculan Selat Muria.
Hal ini disampaikan oleh peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Eko Soebowo, yang mengatakan bahwa banjir di Demak murni terjadi karena pengaruh alam, yakni cuaca ekstrem yang melanda Demak dan sekitarnya.
"Cuaca memang ekstrem dan daerah aliran sungai di wilayah sana tidak mampu menampung volume air hujan yang tinggi karena terjadi sedimentasi," ucap Eko, Rabu (20/3), seperti dikutip dari Antara.
Selain cuaca ekstrem, kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab, seperti pembabatan hutan dan perubahan tata guna lahan juga memicu sedimentasi di sisi selatan.
Pengambilan air tanah yang berlebihan di kawasan pesisir pantai utara Jawa juga membuat permukaan tanah mengalami penurunan hingga 5-10 sentimeter per tahun.
Baca Juga: Pantauan Udara Banjir di Demak Merendam 11 Kecamatan
Eko menegaskan, satu hal yang menyebabkan daratan berubah menjadi selat adalah adanya kenaikan permukaan air laut, bukan banjir.
"Apakah banjir terjadi lautan lagi? Menurut pandangan kami itu tidak akan terjadi. Faktor utama kalau itu (daratan) kembali menjadi selat adalah kenaikan muka air laut," tegasnya.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan pembenahan tata guna lahan, memperbanyak zona resapan air, dan mengurangi pengambilan air tanah secara berlebihan untuk mengatasi banjir yang kerap terjadi.
Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Gading-Persada
Sumber : Antara