PalmCo Dapat Bantu Stabilkan Harga Minyak Goreng
Kalimantan | 14 September 2023, 10:51 WIBUntuk menyerap kelebihan pasokan CPO ini maka diciptakanlah permintaan domestik yang signifikan, yaitu melalui program biodiesel berbasis CPO sebagai campuran 20 persen solar (B20), yang kemudian menjadi B30 dan ke depan direncanakan B40.
"Namun karena terdapat selisih harga antara biaya produksi biodiesel yang tinggi dan harga jual solar yang lebih rendah, maka diberikan insentif biodiesel yang dananya diambil dari pungutan ekspor CPO," tuturnya.
Baca Juga: Ekonom Yakin PalmCo Mampu Kalahkan Perusahaan Sawit Terbesar di Asia: Punya Kebun Kelas Satu
Di sisi lain, pungutan ekspor CPO menekan harga TBS di tingkat petani, karena eksportir dan pabrik CPO memindahkan beban pungutan ekspor ke harga beli TBS yang lebih rendah.
Selain itu, besarnya kebutuhan biodiesel berbasis CPO ini telah mendorong lebih jauh ekspansi lahan sawit sehingga memberi ancaman besar bagi deforestasi. Untuk itu, ia berharap dengan strategi yang tepat, maka Palm Co di masa mendatang dapat turut ambil bagian dalam pengembangan biodiesel namun dengan cara yang ramah.
Keempat, PalmCo diharapkan mampu membantu memangkas masalah tata niaga sawit. Sebagai perusahaan baru, sub-holding PalmCo ini diharapkan tidak berperilaku sebagaimana korporasi sawit besar lainnya yang cenderung memiliki banyak masalah. Mengingat di Indonesia saat ini, rantai pasok industri kelapa sawit nasional didominasi segelintir kelompok usaha besar.
Selain merusak lingkungan karena membuka lahan dalam skala besar, sejumlah permasalahan utama industri sawit nasional berkaitan dengan perizinan perkebunan kelapa sawit yang tidak akuntabel, pengendalian pungutan ekspor komoditas sawit yang tidak efektif dan pemungutan pajak di sektor kelapa sawit yang tidak optimal.
"Kemudian yang kelima, PalmCo tidak bertabrakan dengan agenda ketahanan pangan. Pembentukan sub holding Palm Co ini diharapkan tidak bertabrakan dengan agenda pemerintah lainnya, seperti rencana percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel)," urainya.
Ia mencontohkan salah satu Sub holding Sugar Co yang sukses merevitalisasi industri gula nasional dan meningkatkan produksi gula nasional. Kemudian, terakhir ia menjelaskan sebagai perusahaan yang sudah memiliki lahan luas, Palm Co dalam operasionalnya diharapkan tidak terlibat dalam deforestasi. Dari hasil merger sejumlah unit usaha sawit PTPN Group, PalmCo akan memiliki lahan seluas 500.000 ha.
Ditambah konversi lahan karet, tebu dan lain yang selama ini dinilai idle seluas 200.000 ha, PalmCo ke depan akan menguasai total lahan mencapai 700.000 ha. Namun, konversi lahan diharapkan berkoordinasi dengan target produksi gula dan karet nasional.
Baca Juga: Palm Co akan Perkuat Kemampuan Pemerintah Kelola Ketahanan Pangan
Lahan Palmco ini jauh di atas perusahaan sawit swasta besar nasional dan di regional. Sehingga, diharapkan tidak membutuhkan ekspansi lahan yang mengorbankan lahan hutan, seperti yang dilakukan perusahaan besar selama ini.
"Di sisi lain, lapangan pekerjaan yang diciptakan perkebunan besar bagi masyarakat lokal adalah terbatas dan dengan kualitas pekerjaan yang semakin menurun, seiring dominasi pekerja kontrak dengan upah murah," kata Yusuf.
Penulis : KompasTV-Pontianak
Sumber : Kompas TV