> >

Minggu Pagi, Kualitas Udara Jakarta jadi yang Terburuk Sedunia, Paling berpolusi

Jabodetabek | 20 Agustus 2023, 09:45 WIB
Ilustrasi kabut asap menyelimuti Jakarta pada Jumat, 11 Agustus 2023. Kualitas udara Jakarta terburuk sedunia, Minggu (20/8/2023) pagi (Sumber: AP Photo/Dita Alangkara)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pada Minggu (20/8/2023) pagi, kualitas udara Jakarta jadi yang terburuk didunia menurut situs IQAir. Artinya, paling berpolusi dan tidak sehat.

Pada Pukul 09.09, Jakarta indeks kualitas udara di DKI Jakarta tercatat pada angka 155, menjadi yang paling buruk dibandingkan kota-kota besar lain di seluruh dunia. 

Per Pukul 07.41 WIB justru lebih buruk dengan kualitas indeks udara 161, yang menunjukkan bahwa udara Jakarta paling tercemar.

Sementara itu, di urutan kedua ada Doha, Qatar dengan indeks udara 154 dan urutan ketiga, Beijing China dengan indeks kualitas udara 151.

Terkait hal ini, situs IQAir merekomendasikan masyarakat untuk mengenakan masker, menghidupkan penyaring udara, menutup jendela, dan hindari aktivitas luar ruangan.

Baca Juga: Polusi Udara Jabodetabek Berdampak Jangka Panjang | Laporan Khusus

Pencemaran udara di Jakarta beberapa pekan terakhir semakin menjadi sorotan. Bahkan, meski hari ini sebagian besar warga ibu kota tidak berangkat bekerja, kualitas udara tetap buruk.

Penyebab Polusi Jakarta

Kepala Pusat Studi Lingkungan Dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr. Sukarsono, M.Si menjelaskan bahwa kandungan yang dapat mencemari kualitas udara, di antaranya logam berat, karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), ozon (O3), senyawa organik volatil (VOC), dan sulfur dioksida (SO2).

Tidak hanya dari asap kendaraan bermotor, Sukarsono menyebut pabrik-pabrik yang dalam proses produksinya menghasilkan gas dari cerobong-cerobong asap juga berpotensi menyumbang polutan.

Ditambah dengan kondisi cuaca pada musim kemarau dengan intensitas curah hujan rendah. Hal itu menurut Sukarsono membuat polusi yang ada di udara tetap terkumpul dan bertahan di udara.

“Jakarta kan kota yang padat, kendaraan dan industri juga ada banyak di sana. Tentu saja, pencemaran udara akan terlihat jelas. Apalagi kalau intensitas hujan rendah, polutan-polutan di udara akan semakin terlihat karena akan tetap bertahan di langit,” kata Sukarsono, dikutip dari laman UMM.

Baca Juga: Penderita ISPA di RSUD Cengkareng Meningkat dan Didominasi Anak-Anak! Akibat Polusi Udara?

Dalam menyikap hal tersebut, perlu adanya riset yang lebih mendalam terkait dengan kandungan apa yang menjadi dominasi dalam pencemaran udara.

Meski begitu, ia juga memberikan beberapa solusi. Salah satunya dengan melakukan peningkatan standarisasi pembuangan emisi gas buang bagi kendaraan bermotor serta pabrik-pabrik.

“Mencari penyebab kejadian seperti ini, jangan hanya mengandalkan pikiran spekulatif saja. Semua harus berdasarkan riset. Mereka yang bicara juga harus dari para ahli sehingga bisa segera mengetahui penyebab utamanya dan bagaimana standardisasi emisi gas buang yang harus lebih diperhatikan,” tegasnya.

Di samping itu, langkah sederhana yang dapat dilakukan masyarakat dalam ikut berperan mengurangi polusi udara yaitu dengan mengoptimalkan moda transportasi umum.

Bisa juga dengan memilih opsi jalan kaki atau bersepeda. Tidak hanya berkontribusi menekan angka polusi, tapi juga bisa menyehatkan kesehatan tubuh.

Dia juga berpesan kepada pemerintah untuk berkomitmen penuh dalam memperhatikan kualitas udara yang ada. Misalnya saja dengan menyediakan fasilitas yang nyaman bagi pejalan kaki serta peningkatan kualitas moda transportasi umum agar masyarakat lebih nyaman.


 

Penulis : Dian Nita Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV/umm.ac.id


TERBARU