> >

Anak Buaya Berkembang Biak di Pesisir Nunukan, Warga Resah: Insting Berburu Predator Siapa Tahu?

Kalimantan | 1 Agustus 2023, 20:54 WIB
Warga yang tinggal di pesisir Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mengkhawatirkan banyaknya anak-anak buaya yang kian tumbuh besar di daerahnya. (Sumber: Istimewa via Kompas.com)

NUNUKAN, KOMPAS.TV – Warga yang tinggal di pesisir Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mengkhawatirkan banyaknya anak-anak buaya yang tumbuh kian besar di daerah mereka.

Anak-anak buaya berukuran panjang sekitar 3 meter kerap muncul di areal pemukiman warga, di bawah rumah rumah panggung yang ada di atas perairan.

Mereka bukan hanya memunculkan diri, tetapi juga sering merusak alat penangkap kepiting, bubu ikan, dan memangsa ikan yang ada dalam bubu.

Warga khawatir, kehadiran anak-anak buaya yang beranjak remaja itu membahayakan warga yang beraktivitas di air dan anak nelayan yang biasa bermain saat air pasang.

Camat Nunukan Hasan Basri Mursali membenarkan banyaknya buaya yang berkembang biak di wilayahnya.

Saat ini, hampir semua anakan sungai terdapat habitat buaya dan harus menjadi perhatian semua pihak.

‘’Kasus banyaknya buaya yang berkembang biak memang menjadi atensi dan PR bagi pemerintah daerah. Apalagi kasus ini juga sering dikeluhkan warga,’’ujar Hasan, Senin (31/7/2023), dikutip Kompas.com.

Ia mengakui bahwa pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan juga sudah mengundang sejumlah pihak untuk mencari solusi atas semakin banyaknya buaya di perairan Kabupaten Nunukan.

Baca Juga: Geger! 2 Warga Pandeglang Banten Diterkam Buaya, 1 Orang Tewas

Pihak pemda juga  berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk melakukan upaya penanganan predator air yang merupakan satwa dilindungi tersebut.

Berdasarkan hasil rapat,  ada beberapa alternatif yang masih menjadi wacana dalam jangka pendek, dan jangka panjang.

“Antara lain, menangkap buaya dan mengirimnya ke Kota Tarakan karena Nunukan tidak memiliki penangkaran. Dan kedua, membuat penangkaran sendiri, sekaligus menjadi destinasi wisata,’’kata Hasan.

Hasan menambahkan, opsi menangkap buaya dan mengirimnya ke Kota Tarakan, membutuhkan biaya tinggi dan standar pengangkutan khusus.

Oleh sebab itu, pihak Pemda Nunukan masih menghitung ulang terkait anggaran. Sedangkan untuk rencana pembuatan penangkaran, saat ini Kepala Desa Binusan menginginkan dibangunnya penangkaran di areal wisata mangrove.

Penangkaran akan dibangun dengan Dana Desa dan akan menjadi destinasi wisata warga Nunukan yang tentunya mendatangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

‘’Biaya membuat penangkaran juga cukup tinggi. Tapi cara tersebut lebih kecil anggarannya dibanding mengirimkan buaya-buaya yang ditangkap ke Tarakan. Kita berharap itu menjadi solusi banyaknya buaya saat ini,” kata Hasan.

Berkaitan dengan banyaknya buaya tersebut, pembudidaya rumput laut di daerah itu membuat surat terbuka untuk pemerintah derah, dan mengunggahnya di Facebook.

Mereka berharap Pemda Nunukan bisa memberi jaminan keamanan dan segera melakukan tindakan terhadap potensi ancaman predator ganas perairan tersebut.

Berikut isi surat yang diunggah oleh akun FB Ilyas Ali:

Surat terbuka kami sampaikan kepada Pemerintah Daerah Nunukan, mengingat kami hanya petani rumput laut, yang punya keterbatasan dalam membuat konsep surat, untuk ditujukan ke instansi terkait.

Dimohon kepada Pemerintah Daerah, melalui Dinas Perikanan dan Kelautan, sekiranya bisa berkoordinasi dengan Balai BKSDA konservasi satwa, agar kiranya bisa membantu kami sebagai warga pesisir, khususnya daerah Pangkalan, yang sebagian warganya beraktivitas dan bekerja di laut.

Bisa menangani kemunculan buaya yang sering lalu-lalang di bawah rumah warga dan jemuran petani rumput laut, sebelum terjadinya korban, baik anak-anak maupun orang dewasa.

Yang dulunya masih berukuran kecil, namun hingga sekarang sudah berukuran panjang 3 meter.

Meskipun sebagian warga merasa hidup berdampingan dan bersahabat dengan buaya, namun insting berburu sang predator siapa yang tau? Kapan ia bersikap agresif dan kapan ia jinak.

Hingga sebagian warga takut dan membatasi aktifitasnya di laut, seperti mengesek (cuci tali rumput laut) dan membersihkan perahu.

Meskipun kategori hewan reptil ini dilindungi, kami juga tiada daya dan upaya untuk menindaki atau menyingkirkannya, selain mengharap dari tindakan instansi terkait.

Baca Juga: Etape Pertama Cycling de Jabar Selesai di Rancabuaya, Peserta Siap Lanjutkan Etape Kedua!

Mengingat kami juga kerja di lautan, jauhkanlah bala’ buat semua petani rumput laut Nunukan.

Sekiranya bisa memindahkan ke habitat yang ada, atau membuatkan semacam penangkaran buaya. Tentu untuk menjaga keberlangsungan hidup sang buaya, dan juga bisa menjadi objek wisata, di penangkarannya bagi warga, tanpa menjadi ancaman bagi warga pesisir, Terima kasih’.

Seorang tokoh masyarakat di pesisir Mamolok, Nunukan, Kamaruddin menuturkan, kemunculan buaya yang sering terjadi memang menjadi kekhawatiran tersendiri.

"Bukan kecil yang muncul, besar-besar dan walaupun seakan jinak, tentu saja tetap bahaya. Jadi keberadaan buaya di perairan Nunukan, menjadi keresahan bersama,” kata Kamaruddin.

 

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas.com


TERBARU