> >

Kisah Para Pengolah Sampah di Yogyakarta, Sulap Plastik Jadi Wayang hingga Bahan Bakar

Sosial | 28 Januari 2023, 10:30 WIB
Iskandar Harjodimulyo, seorang seniman, sedang menyelesaikan pembuatan wayang uwuh berbahan sampah plastik di rumahnya di Demangan, Yogyakarta, Jumat (27/1/2023). (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Baca Juga: Warga Keluhkan Tumpukan Sampah di Permukiman

Mesin itu berbentuk seperti dua tong yang berdampingan, sebelah kiri berwarna perak dan satu lainnya berwarna hijau.

Tong berwarna perak merupakan wadah pembakaran sampah plastik yang akan diolah menjadi bahan bakar, sementara tong hijau merupakan semacam alat penyulingnya.

Ia mengambil satu tabung gas elpiji berukuran 3 kilogram, kemudian memasang selang yang terhubung ke tong berwarna hijau.

Kusnadi Priyono, seorang warga Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, menunjukkan proses pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak, Rabu (25/1/2023). (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Kusnadi menjelaskan, proses pembakaran sampah tersebut memakan waktu hingga satu jam, dengan suhu mencapai 400 derajat Celsius.

Pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar telah dilakukan Kusnadi sejak tahun 2013 lalu. Awalnya, ia menggunakan mesin berkapasitas 3 kilogram.

Pada tahun 2015, ia dan rekannya mencoba membuat mesin pembakaran berkapasitas 5 kilogram agar memuat lebih banyak sampah.

“Ini masih terus berjalan (pengolahan sampah plastik jadi BBM), karena sampahnya masih terus ada.”

“Prosesnya dengan pemanasan sekitar 40 derajat, dari lima kilogram itu hasilnya antara satu sampai dua liter BBM. Pemanasannya sekitar satu jam, pakai gas elpiji,” kata Kusnadi.

BBM yang dihasilkan dari proses pemanasan limbah plastik tersebut, menurut Kusnadi, memiliki kadar oktan yang sedikit lebih rendah daripada BBM jenis Premium.

Meski demikian, BBM dari sampah plastik tersebut sudah berhasil diuji coba pada sepeda motor dua tak dan mesin pemotong rumput.

“Itu sejenis premium tapi oktannya agak rendah, di bawahnya premium. Kalau mau dipakai untuk motor harus ditambahkan zat peningkat oktan dan pelumas.”

Penggunaan pada sepeda motor, lanjut Kusnadi, juga harus menambahkan sedikit pelumas atau oli, agar tidak terlalu panas.

Pengolahan limbah plastik menjadi BBM tersebut memang tidak bertujuan untuk dijual, melainkan demi mengurai sampah plastik, terutama plastik yang tidak laku dijual, seperti plastik multilayer yang mengandung alumunium foil.

Baca Juga: Pantai Kuta Dipenuhi Sampah

Selain itu, biaya produksi pengolahan sampah plastik menjadi BBM tersebut juga cukup tinggi, sehingga jika dijual, belum bisa menutup biaya produksi yang dikeluarkan.

“Untuk sekitar 5 kilogram sampah butuh satu tabung gas elpiji ukuran 3 kilogram, jadi kalau untuk dua liter, masih tombok. Jadi belum nutup (kalau dijual).”

“Memang tujuannya bukan untuk produksi atau dijual, tujuan utamanya untuk mengurangi sampah plastik, terutama yang multilayer, karena tidak bisa dijual, jadi dibuang,” tegasnya.

Dalam proses pengolahan tersebut, plastik multilayer tidak seluruhnya habis terbakar. Tetapi menghasilkan sisa pembakaran berupa arang dan alumunium foil.

Arang sisa pembakaran sampah plastik itu bisa digunakan kembali sebagai campuran aspal, sementara alumunium foilnya dapat dijual kiloan.

Saat ini, selain mengolah sendiri limbah plastik, Kelompok Pengolahan Sampah Mandiri Rejosari, yang didirikan Kusnadi pada tahun 2012, juga menerima pesanan alat pengolah sampah.

“Biaya produksi alat yang kapasitas 5 kilogram sekitar Rp15 jutaan. Itu dipesan dulu, nggak ada yang jual langsung karena kita tidak produksi massal,” tuturnya.

Kusnadi Priyono, seorang warga Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, menunjukkan hasil pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak, Rabu (25/1/2023). (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Batako dari Limbah Plastik

Pengolahan sampah plastik yang tidak laku dijual juga dilakukan seorang perempuan bernama Isna Mansuuroh, warga Banyunganti Kidul, Kaliagung, Kapanewon (Kecamatan) Sentolo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Saat ditemui di rumahnya, Jumat (30/12/2022), perempuan yang berprofesi sebagai guru di SMKN 1 Pengasih, Kabupaten Kulon Progo ini menjelaskan proses daur ulang sampah plastik.

Isna yang juga merupakan pendiri Bank Sampah Bunda Mandiri ini mendaur ulang sampah plastik menjadi batako.

“Saya mulainya (bank sampah) sejak tahun 2009,” kata Isna membuka percakapan.

“Di sini saya selalu menekankan pada warga, paling tidak harus bisa mengatasi masalah (sampah) kita sendiri,” lanjutnya.

Dalam pelaksanaan pengolahan sampah anorganik, Isna menyarankan warga untuk memilah dan memilih sampah sebelum membuangnya.

Sampah-sampah anorganik yang telah dikumpulkan, kemudian disetor ke bank sampah. Sementara sampah organik, dikelola sendiri oleh warga, baik menjadi pupuk maupun pakan ternak.

Baca Juga: Warga Kelurahan Kadolokatapi Kota Baubau Daur Ulang Sampah Plastik Jadi Cuan

“Kalau dipilah, kan pilahan yang laku jual bisa langsung dijual, kalau langsung buang kan kita malah mikir mau diapakan. Kalau dibakar kan menambah pekerjaan membakar sampah.”

Meski sudah melalui penyortiran secara mandiri oleh warga, tidak seluruh sampah anorganik yang terkumpul di bank sampah bisa langsung dijual.

Sebagian sampah tersebut harus diolah terlebih dahulu, misalnya menjadi kerajinan, seperti vas bunga, tikar, dan beberapa jenis kerajinan lain.

Namun, terkadang masih ada juga sampah yang tersisa. Isna menyebutnya sebagai residu, seperti pecahan kaca, styrofoam, kaca multilayer, dan beberapa jenis sampah lain.

Beberapa waktu kemudian, Isna menemukan solusi untuk mengelola residu tersebut, yakni menjadikannya sebagai bahan campuran bahan bangunan, seperti batako, konblok, dan campuran untuk pengerasan jalan beton.

Saat ini, konblok dan batako yang diproduksi ada dua macam, yakni menggunakan campuran semen dan pasir plus residu, dan batako berbahan campuran pasir dan plastik tanpa semen.

Batako yang berbahan pasir dan plastik tanpa semen, diproduksi dengan cara memanaskan campuran pasir dan plastik, seperti proses pemanasan aspal.

“Setelah plastiknya meleleh, kita aduk sampai rata, lalu dituangkan ke cetakan,” Isna menjelaskan.

Namun untuk memproduksi batako tanpa semen, tidak bisa menggunakan plastik multilayer yang mengandung timah, tetapi harus plastik murni.

Plastik multilayer, styrofoam, serta pecahan kaca, kata dia, hanya bisa digunakan sebagai campuran semen dan pasir pada pembuatan batako, atau pengerasan jalan.

Caranya, bahan-bahan residu tersebut dijadikan serpihan terlebih dahulu, kemudian dicampurkan ke dalam adonan semen dan pasir.

Isna kemudian menyodorkan satu batako berbahan pasir dan plastik yang dilelehkan. Warnanya hitam, berbeda dengan batako biasa yang cenderung abu-abu.

Aroma dari batako berbahan lelehan plastik tersebut sangat khas bau bekas plastik terbakar.

Meski demikian, kekuatan serta fungsi dari batako campuran lelehan plastik dan pasir itu sama dengan batako campuran residu dan semen.

Batako hasil cetakan mereka sudah digunakan oleh beberapa warga untuk membangun bangunan, termasuk campuran adonan pengerasan jalan beton.

“Saya lebih menekankan untuk diri sendiri dulu, yang mau membuat siapa, silakan buat untuk diri sendiri.”

Isna juga menjelaskan, pihaknya belum berniat untuk memproduksi batako campuran residu secara massal karena ia tidak bisa memenuhi pesanan konsumen.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU