> >

Keganjilan dari Tragedi KM Cantika 77, Dugaan Manipulasi Data Manifes Hingga Kronologi

Peristiwa | 27 Oktober 2022, 16:07 WIB
Bangkai kapal feri cepat Express Cantika 77 yang terbakar di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur, Senin (24/10/2022). (Sumber: Basarna Kupang via Kompas.id)

Bahkan sebagian ada yang berdiri di lorong kapal hingga dek atas.

  • Hawa kabin yang panas

Saat kapal mulai berlayar meninggalkan Pelabuhan Tenau, suasana di dalam kabin terasa panas. Sebagian penumpang meminta awak kapal memperbaiki penyejuk ruangan, tetapi hawa masih tetap panas.

Sekitar 48 mil atau 88,9 kilometer perjalanan di tengah Laut Sawu, tiba-tiba muncul asap yang langsung diikuti kobaran api dari ruang mesin di bagian belakang kapal.

Penumpang berlari keluar kabin menuju bagian depan kapal. Awak kapal membagi baju pelampung sambil meminta penumpang tetap tenang.

Api terus membesar dan tertiup angin kencang, hingga mulai merambat ke depan kapal, tempat penumpang berkumpul. Sontak mereka kian panik.

Penumpang, terutama ibu-ibu dan anak-anak, berteriak dan menangis histeris minta tolong.

  • Antara berenang dan hanya mengapung

Beberapa di antara mereka memilih terjun ke laut menghindari api. Penumpang yang bisa berenang mencoba sekuat tenaga mencapai pesisir yang berjarak hampir 1 mil laut (1, 852 kilometer).

 

Sedangkan, mereka yang tidak bisa berenang hanya mengapung dan membiarkan tubuh mereka terbawa arus laut.

  • Tiga jam kemudian tim SAR datang

Nelayan dan warga setempat yang melihat kejadian itu berusaha membantu dengan perahu motor seadanya. Sekitar tiga jam kemudian, datang tim SAR mencari dan menyelamatkan penumpang menggunakan Kapal Negara Antareja yang bergerak dari Tanau.

  • Tranportasi murah

Warga memilih transportasi laut dengan alasan murah. Sebagai contoh, tiket penumpang kapal Express Cantika 77 dari Kupang ke Kalabahi Rp 265.000 per penumpang. Jika menggunakan pesawat, warga harus membeli tiket dengan harga Rp 1,3 juta.

Ketua Komisi V DPRD Provinsi NTT Yunus Takandewa mengutarakan bahwa jangan ada anggapan bahwa penumpang kapal adalah masyarakat kelas bawah, berbeda dengan penumpang pesawat yang dilayani dengan standar keselamatan tinggi.

Yunus turut mendesak agar pelayaran dievaluasi menyeluruh terkait pelayaran dengan melibatkan Kementerian Perhubungan yang membawahi otoritas pelabuhan. Banyak kecelakaan laut terjadi karena faktor kelalaian dan otoritas pelabuhan ikut andil di dalamnya.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas.id/Kompas.com


TERBARU