Mengenal Quiet Quitting: Perilaku Kerja Lalu Pulang
Gaya hidup | 25 Oktober 2022, 13:02 WIBJakarta, KOMPAS.TV - Dalam bekerja, kita pasti mengalami pasang-surut performa. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah kelelahan.
Itu sebabnya, kini banyak pekerja yang mulai menyuarakan untuk menyeimbangkan hidup antara pekerjaan dan aktivitas personal. Para pekerja pun akhirnya hanya fokus menyelesaikan pekerjaan dan kerap menolak jika mendapat tawaran di luar kewajibannya.
Dalam siniar Obsesif musim ketujuh bertajuk “Quiet Quitting” yang dapat diakses melalui tautan spoti.fi/3CsVfY5, fenomena ini disebut sebagai quiet quitting.
Sayangnya, banyak orang yang menganggap fenomena ini negatif. Ellen, sang host, pun menambahkan, “Banyak stereotip yang bilang kalo quiet quitting ini malas. Jadi, makin ke sini banyak pekerja yang malas.”
Baca Juga: Cara Agar Karyawan Nyaman di Kantor
Apa Sebenarnya Quiet Quitting?
Mengutip dari Harvard Business Review, quiet quitting adalah fenomena ketika karyawan hanya fokus mengerjakan pekerjaan utama. Artinya, karyawan akan menolak jika diberi tanggung jawab di luar pekerjaan mereka.
Sayangnya, hal ini justru bisa berdampak pada perusahaan. Sebab, seiring berjalannya waktu perusahaan juga mengalami perkembangan. Jika perusahaan berkembang, artinya mereka harus melakukan dan mencoba berbagai hal untuk mencapai tujuan itu.
Praktik di lapangan pun tidak akan selalu mulus. Jadi, karyawan yang enggan dan kerap menolak diberi tanggung jawab baru dianggap kurang memiliki komitmen.
Fenomena ini tentu bahaya bagi perusahaan sebab, “Kalo sebagian pekerja terus-terusan melakukan quiet quitting ini, maka bisa saja kita berujung ke keputusan resign.”
Penyebab Karyawan Lakukan Quiet Quitting
Ada beberapa penyebab karyawan melakukan quiet quitting. Pertama, mereka kurang dihargai di tempat kerja. Alhasil, mereka pun enggan melakukan pekerjaan tambahan di luar kewajibannya karena minimnya apresiasi.
Kedua, banyak orang yang mulai peduli dengan kesehatan mental sehingga pembahasan work-life balance pun semakin digandrungi. “Jadi, mereka masih mengerjakan jobdesc yang mereka pegang tapi berhenti memilih mental hustle yang bisa membuat mereka burnout,” jelas Ellen.
Di samping itu, melakukan pekerjaan di luar kewajiban kerap diasosiasikan sebagai overwork hingga lembur. Hal inilah yang sangat bertentangan dengan prinsip work-life balance.
Baca Juga: Bagaimana Jika Kinerja Tak Sesuai Ekspektasi Atasan?
Meminimalisasi Perilaku Quiet Quitting
Perilaku ini bukan hanya harus disadari oleh pekerja, melainkan juga para atasan. Itu sebabnya, atasan harus mengetahui alasan karyawan yang melakukan quite quitting. Apakah itu tentang upah, jam kerja, ketidakcocokan dengan lingkungan kerja, atau kurangnya penghargaan.
Sebab, menurut penelitian Harvard Business Review, quite quitting juga bisa disebabkan oleh minimnya komunikasi atasan dan karyawan sehingga kurangnya keterbukaan.
Untuk memperbaikinya, atasan dan karyawan harus bisa membangun kepercayaan satu sama lain. Para atasan juga harus mampu mengevaluasi dan melakukan pendekatan ke karyawan yang terindikasi melakukan quite quitting.
Sebelum itu, atasan harus berintrospeksi. Pikirkan kembali adakah perkataan atau perbuatan yang membuat karyawan takut hingga mereka tak mau berinteraksi lebih.
Penting pula untuk memperhatikan potensi karyawan. Misalnya, dengan menawarkan tanggung jawab baru secara bertahap. Hindarilah memberikan pekerjaan di luar tanggung jawabnya secara berlebihan.
Baca Juga: Kerja Tak Sesuai Jurusan Kuliah, Mengapa?
Jika pekerjaan mereka telah selesai, jangan lupa pula memberikan apresiasi.
Ingin tahu cara lainnya meminimalisasi perilaku quiet quitting pada karyawan? Yuk, dengarkan episode “Quiet Quitting” milik siniar Obsesif melalui tautan berikut https://spoti.fi/3CsVfY5.
Tak hanya itu, akan ada banyak pula informasi dan tips menarik dari para ahlinya seputar dunia kerja yang tak boleh dilewatkan para jobseeker dan fresh graduate.
Tunggu apalagi? Yuk, dengarkan siniar Obsesif sekarang juga yang kini sudah memasuki musim ketujuhnya!
Penulis: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion
Penulis : Ristiana D Putri Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV