Hindari Konflik Anak dan Orangtua dengan Saling Memahami
Gaya hidup | 6 September 2022, 08:34 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menjadi orangtua bukan berarti kita berhenti belajar. Tanpa disadari, akan ada banyak hal-hal tak terduga yang dilakukan anak. Itu sebabnya, penting untuk mulai mengasah ilmu parenting sejak dini.
Salah satu masalah yang kerap ditemui orangtua adalah mengelola emosi anak. Terkadang, anak sering kali melakukan hal-hal yang tak sesuai dengan keinginan orangtua. Akibatnya, hubungan antara keduanya pun jadi renggang.
Bahkan, dijelaskan pula dalam siniar Obrolan Meja Makan bertajuk “Pola Asuh Orangtua yang Menentang Anak” yang bekerja sama dengan Good Enough Parents kalau hal itu bisa menyebabkan orangtua salah persepsi.
Bersama dengan Damar Wahyu Wijayanti, Co-Founder Good Enough Parents dan Montessori & Certified Positive Discipline Parents Educator, kita akan mengetahui penyebab di balik perilaku menentang anak.
Mengapa Orangtua Sering Memaksakan Kehendaknya?
Menurut Damar, orangtua sering memaksakan kehendaknya ke anak karena ada impian atau harapan yang belum tercapai. Untuk melampiaskannya, mereka pun memproyeksikan hal itu ke anak.
Itu sebabnya, orangtua perlu introspeksi diri kembali, “Ada sesuatu yang belum selesai enggak di diri aku? Karena, bisa jadi menyalurkan apa yang jadi harapan kita, tapi enggak selesai hingga akhirnya menyalurkan ke anak.”
Misalnya, dulu orangtua bercita-cita menjadi PNS karena dianggap pekerjaan yang dapat memberikan kesejahteraan. Saat mereka tidak bisa mencapainya, orangtua cenderung memaksa anak untuk bekerja di bidang itu.
Meskipun tujuannya baik, tapi orangtua kerap melupakan satu hal, yaitu, “Anak itu pribadi yang berbeda dengan kita. Bisa jadi PNS di zaman anakku kurang nyaman atau (anak) kurang passionate di situ.”
Dampak dari Pemaksaan Keinginan Orangtua
Ternyata, pemaksaan keinginan ini bisa menumbuhkan false belief atau kepercayaan yang salah pada anak. Nantinya, anak akan berpikir kalau ada syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan cinta orangtuanya.
Bahkan, hal ini bisa memupuk sikap balas dendam, “Jadi, false belief itu mendorong suatu perilaku. Ada belief behind behavior. Misalnya, sakit hati pas orangtua nyuruh-nyuruh milih jurusan ini itu, nanti mereka akan balas dendam.”
Itu sebabnya, perlu bagi orangtua untuk memahami juga sudut pandang anak. Jika tidak, “Itu justru memunculkan belief-belief tertentu yang bersifat menantang.”
Cara Menghindari Konflik Antara Orangtua dan Anak
Damar pun memberikan beberapa kiat untuk menghindari konflik itu. Pertama adalah selalu gunakan empati saat berdiskusi. “Jangan langsung menyuruh, tapi lontarkan dulu pertanyaan kepada anak,” ujarnya.
Orangtua bisa menggali terlebih dahulu minat dan visi anak. “Gali dulu, empati dulu. Buat anak ngerasa bahwa pendapatnya penting, suaranya didengarkan, dan perasaannya penting,” kata Damar.
Setelah mendengarkan, orangtua bisa memberikan umpan balik dan memaparkan opsi-opsi lain yang bersifat tak memaksa.
Jika sudah terlanjur melakukan itu, Damar memberikan salah satu metode positive discipline, yaitu 3P (Pemulihan, Pengakuan, dan Perbaikan).
Pemulihan bisa dimulai dengan pengakuan. Turunkan ego dan akuilah bahwa sebagai orang tua, kita juga pernah melakukan kesalahan. Setelah itu, kita bisa berbaikan dengan anak. Jika perlu, siapkan tindakan preventif untuk menghindari konflik serupa.
Ingin tahu kiat-kiat lainnya agar orangtua bisa meminimalisasi konflik dengan anak?
Dengarkan obrolan lengkapnya bersama Damar Wahyu Wijayanti hanya melalui siniar Obrolan Meja Makan. Di sana, ada banyak informasi dan tips seputar parenting yang bisa menambah pengetahuan moms and dad.
Akses sekarang juga episode ini melalui tautan berikut https://dik.si/omm_menentanganak.
Penulis: Alifia Putri Yudanti dan Ristiana D. Putri
Penulis : Ristiana D Putri Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV