Soal Banjir Besar Palembang, PTUN Kabulkan Gugatan yang Sebut Bencana Itu Akibat Kelalaian Pemkot
Hukum | 27 Juli 2022, 11:22 WIBPALEMBANG, KOMPAS.TV - Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang mengabulkan gugatan tindakan faktual terhadap Wali Kota Palembang yang dianggap tidak melaksanakan Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai dengan peraturan daerah. Kelalaian tersebut menyebabkan banjir besar pada Sabtu 25 Desember 2021 lalu dan mengakibatkan dua warga meninggal.
"Dengan putusan ini, diharapkan masyarakat tidak lagi ragu untuk menggugat pemerintah ketika merasa dirugikan atas sebuah peristiwa,” ujar Yusri Arafat dari Tim Advokasi Korban Banjir Palembang selaku kuasa hukum penggugat, Selasa (26/7/2022), dikutip dari Kompas.id.
Sebagaimana diketahui, dalam amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang yang diterbitkan pada Rabu (20/7/2022), majelis hakim yang diketuai Fitri Wahyuningtyas mengabulkan seluruh gugatan dari penggugat, yakni organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan tiga warga Palembang yang merasa dirugikan akibat banjir yang terjadi pada Sabtu (25/12/2021).
Ini adalah gugatan tindakan faktual dengan isu lingkungan pertama yang dimenangkan oleh pengadilan. Adapun eksepsi dari tergugat, yakni Wali Kota Palembang, tidak diterima sepenuhnya.
Majelis hakim menyatakan tergugat tidak melaksanakan Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang tahun 2012-2023.
Kelalaian itu terlihat dari tidak tersedianya ruang terbuka hijau, tidak mengembalikan fungsi rawa konservasi, tidak menyediakan kolam retensi, dan tidak menyediakan drainase yang memadai.
Baca Juga: Banjir Kepung Sejumlah Wilayah Palembang, BMKG Ingatkan Potensi Hujan Lebat Hari Ini
Selain itu, pemkot juga dianggap tidak menyediakan tempat pembuangan sampah yang layak di setiap kelurahan serta kurangnya penanganan sampah yang mengakibatkan banjir.
Hakim menilai, perbuatan ini adalah perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad).
Selain itu, majelis hakim menilai pemkot tidak melakukan upaya penanggulangan banjir dalam situasi terdapat potensi bencana sehingga menyebabkan telantarnya korban banjir hingga merenggut korban jiwa.
Atas kesalahannya itu, pemkot diwajibkan untuk menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 30 persen dari luas wilayah kota Palembang serta mengembalikan fungsi rawa konservasi seluas 2.106,13 hektar di wilayah kota Palembang sebagai fungsi pengendalian banjir.
Selanjutnya, Pemkot berkewajiban untuk menyediakan kolam retensi dan drainase yang memadai sebagai fungsi pengendalian banjir. Sarana itu meliputi saluran primer, sekunder, dan tersier serta terhubung dengan kolam retensi dan masing-masing daerah aliran sungai.
Pemkot juga diwajibkan untuk menyediakan tempat pengelolaan sampah yang tidak menimbulkan pencemaran udara dan air sebagai fungsi pengendalian banjir. Hakim juga mewajibkan pemkot untuk menyediakan posko bencana banjir di lokasi terdampak banjir serta melakukan kesiapsiagaan dan peringatan dini.
Yusri mengungkapkan, keputusan ini menjadi titik terang bagi masyarakat Palembang untuk tidak segan menggugat pemerintah jika dinilai tidak melakukan tugasnya dengan benar.
"Perkara ini adalah gugatan tindakan faktual pertama di Indonesia yang mengangkat isu lingkungan. Hal ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah untuk segera berbenah,” tuturnya.
Yusri mengatakan, sampai saat ini, pihaknya masih menunggu langkah hukum dari pihak tergugat apakah mengajukan banding atau tidak. Hakim memberikan waktu hingga 8 Agustus 2022 bagi kedua belah pihak untuk menentukan langkah hukum lanjutan.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Kompas.id