> >

Kata Psikolog Soal Remaja Hadang Truk Demi Konten Medsos: Labil, Butuh Pengakuan Orang Lain

Sosial | 8 Juli 2022, 08:51 WIB
Aksi gerombolan remaja menghadang truk kembali terjadi di Bekasi dan menyebabkan korban luka-luka, Kamis (7/7). (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Aksi gerombolan remaja menghadang truk kembali terjadi di Bekasi, Jawa Barat, dan menyebabkan korban luka-luka.

Peristiwa yang terjadi pada Kamis (7/7/2022), terlihat  sekelompok remaja menghadang truk yang melaju kencang, hingga menyebabkan dua buah truk bertabrakan.

Kejadian tersebut menyebabkan supir dan kernet menderita luka-luka. Selain itu, badan truk juga rusak parah.

Baca Juga: Demi Konten Medsos, Remaja di Bekasi Nekat Hadang Truk Hingga Sebabkan 2 Truk Kecelakaan!

Para remaja yang melakukan aksi berbahaya demi konten di media sosial itu pun melarikan diri setelah menyebabkan dua truk kecelakaan. Sementara itu, polisi masih mengejar para pelaku.

Terkait fenomena berbahaya yang menjadi viral di antara para remaja itu, dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Wiwin Hendriani menerangkan, ada sejumlah alasan di balik aksi para remaja tersebut.

Wiwin mengatakan, remaja masih berada pada tahap perkembangan dan belum sepenuhnya matang. Sehingga, mereka masih berproses untuk mengenali dan membentuk identitas dirinya.

"Hal ini bermuara pada sikap dan perilaku remaja yang labil, mudah terbawa pengaruh sekitar, mudah terstimulasi oleh hal-hal yang menarik baginya, dan banyak didorong kebutuhan memperoleh pengakuan orang lain," jelas Wiwin, Kamis (16/6/2022) dilansir dari Kompas.com.

Ketua Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI) itu juga menegaskan, para orangtua harus fokus mendampingi anak-anak mereka yang tengah berada pada fase remaja.

Menurut Wiwin, pendampingan orangtua dan keluarga dapat diukur dengan menjawab dua pertanyaan, yaitu:

1. Sudah cukupkah selama ini memberikan stimulasi perkembangan yang mampu menguatkan kontrol diri anak?

2. Sudah tepatkah langkah orangtua dan keluarga dalam membantu anak memahami dirinya dengan baik, mampu mengelola emosinya, sehingga anak remaja memiliki wawasan serta keterampilan sosial yang memungkinkannya memilih perilaku yang tepat di tengah pengaruh di sekitar yang beragam?

"Di banyak kasus dari anak dan remaja yang memunculkan problem perilaku, sering ditemukan data, kurang baiknya relasi anak dengan orangtua," terangnya.

Tak jarang, kata Wiwin, persoalan perilaku remaja timbul akibat adanya konflik atau ketidaknyamanan dalam keluarga. Akibatnya, remaja mengalihkan konflik itu dengan mencari kesenangan atau pengakuan di tempat lain.

Baca Juga: Kembali Berulah, Sejumlah Remaja Hadang Truk Demi Konten Hingga Sebabkan Kecelakaan!

Orangtua harus sadar, mereka bukan anak-anak lagi

Wiwin juga menegaskan, orangtua perlu menyadari bahwa mendampingi perkembangan remaja tidak sama dengan mengasuh anak-anak.

Sebab, setiap tahapan memiliki karakteristik yang khas dan kebutuhan masing-masing. Untuk itu, orang tua perlu melakukan berbagai penyesuaian.

"Pendampingan yang mendukung perkembangan kemampuan berpikir remaja perlu dilakukan dengan memperbanyak ruang dialog dan diskusi, dengan meluaskan pula topik pembicaraan yang dapat memberikan stimulasi lebih dan memperkaya pengetahuan remaja dengan berbagai macam wawasan," imbuhnya.

Tak hanya orang tua, guru juga harus berperan

Wiwin mengutip Teori Ekologi oleh Bronfenbrenner bahwa tak hanya orangtua dan keluarga, namun juga sekolah merupakan bagian dari mikrosistem tumbuh kembang individu yang perlu dioptimalkan. 

Peran-peran positif guru dan teman sebaya penting dalam tumbuh kembang remaja.

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV, Kompas.com


TERBARU