> >

Korban Begal yang Jadi Tersangka di Lombok Berasal dari Dusun Unik Bernama Matek Maling, Apa Itu?

Hukum | 15 April 2022, 11:46 WIB
Korban begal yang menjadi tersangka, Murtede alias Amaq Sinta (34), adalah warga Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)

LOMBOK, KOMPAS.TV — Korban begal yang ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, Murtede alias Amaq Sinta (34), adalah warga Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Amaq Sinta dijerat dengan pasal pembunuhan usai menewaskan dua pelaku begal yang menyerangnya di Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah pada Minggu (10/4) dini hari.

Namun, karena penetapan Amaq Sinta sebagai tersangka dinilai keliru dan menuai protes warga, ia akhirnya mendapat penangguhan hukuman dari polisi.

Tindakannya membunuh dua pelaku dipandang sebagai bentuk perlindungan diri atas nyawanya yang terancam saat dikepung empat pembegal.

Keberaniannya melawan empat pembegal sekaligus, kemudian dikaitkan dengan nama dusun tempat tinggal Amaq Sinta yang dinilai unik, yaitu Matek Maling.

Baca Juga: Duduk Perkara Korban Begal Jadi Tersangka di Lombok Tengah

Tentang Dusun Matek Maling

Matek Maling berasal dari bahasa Lombok yang bila diartikan dalam bahasa Indonesia, yaitu membunuh pencuri.

Nama tersebut menjadi menarik jika dikaitkan dengan kepiawaian Amaq Sinta dalam menghadapi empat begal.

Diketahui, Dusun Matek Maling merupakan salah satu wilayah yang pernah digadang menjadi objek wisata perkampungan tradisional guna meningkatkan daya tarik wisatawan baik mancanegara maupun domestik di Lombok.

Melansir Kompas.com, pada Oktober 2008, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB menjadikan Dusun Matek Maling, bersama dengan Dusun Sade, dan Desa Rembitan, sebagai objek wisata perkampungan tradisional karena masih mempertahankan rumah atap alang-alang dan memiliki lumbung padi yang menampilkan daya tarik tertentu.

Tak hanya itu, di dua perkampungan tradisional itu juga masih terlihat warga yang membersihkan kapas dari bijinya untuk digunakan sebagai bahan membuat kain tenun khas Lombok.

Menurut laporan Jurnalis KOMPAS TV Fitri Rachmawati di Lombok, kepiawaian Amaq Sinta melindungi diri dari empat pembegal karena dirinya memiliki kemampuan bela diri yang cukup mumpuni.

Bahkan, Amaq Sinta dilaporkan tidak mengalami luka serius meski sempat terkena sabetan senjata tajam pembegal di salah satu bagian tubuhnya.

Arti sebutan amaq

Untuk diketahui, tak hanya dusunnya yang masih melestarikan tradisi, sebutan Amaq yang disematkan untuk Murtede pun rupanya memiliki nilai sejarah yang erat dengan Suku Sasak di wilayah Lombok.

Baca Juga: Ancam Korban dengan Senjata Tajam, Dua dari Empat Komplotan Begal Diringkus Polisi

Seperti halnya adat istiadat Bali yang mengelompokkan masyarakatnya dengan sistem kasta/tingkatan sosial, Suku Sasak juga masih mempertahankan pengelompokan lapisan sosial masyarakat.

Pengelompokan lapisan sosial masyarakat Suku Sasak didasari dengan tingkat kebangsawan dan status pernikahan.

Melansir jurnal Al Ihkam Ahwal Syakhshiyyah Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Amaq merupakan panggilan untuk laki-laki yang sudah menikah di Lombok.

Biasanya digunakan oleh golongan Bulu Ketujur (Jajar Kalang) atau masyarakat biasa. Sementara perempuan yang sudah menikah, dalam golongan ini disebut Inaq.

Sebutan itu melengkapi panggilan lain di Pulau Lombok, misalnya seperti gelar Lalu untuk laki-laki yang belum menikah kemudian berganti Mamiq jika sudah menikah.

Sementara untuk perempuan yang sudah atau belum menikah disematkan gelar Baiq.

Gelar Lalu dan Baiq di budaya Sasak biasa disematkan bagi orang-orang yang masuk dalam lapisan sosial masyarakat golongan ningrat.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU