Korban Pelecehan Seksual oleh Kades di Lampung Alami Perundungan, Tersangka Tak Kunjung Ditahan
Hukum | 11 Januari 2022, 02:05 WIBBANDAR LAMPUNG, KOMPAS.TV – Aktivis perempuan yang tergabung dalam Lembaga Advokasi Perempuan Damar di Bandar Lampung mendesak Aparat Kepolisian Daerah Lampung untuk segera menahan BAP, Kepala Desa Rawa Selapan, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lampung Selatan. Pasalnya, Kades tersebut yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual.
Adapun, korban pelecehan seksual itu adalah RF (20), warga desa setempat yang pernah bekerja sebagai anggota staf di kantor Desa Rawa Selapan.
Afrintina selaku pendamping korban menuturkan, saat ini korban masih mengalami trauma akibat pelecehan seksual yang dialaminya. Apalagi, pelaku merupakan kepala desa yang mempunyai kekuasaan di desa tersebut.
”Korban lebih banyak berdiam diri di rumah karena masih takut dan trauma. Ia juga mengalami intimidasi di media sosial,” kata Afrintina di Bandar Lampung, Senin (10/1/2022), dilansir dari Kompaa.id.
Perundungan di Medsos
Sejak kasus ini beredar di media massa, korban mengalami perundungan di media sosial Facebook. Sejumlah akun tak dikenal mengunggah pemberitaan tentang kasus ini dengan menandai akun korban. Akun tersebut juga memojokkan dan memfitnah korban.
Korban pun belum melaporkan dugaan intimidasi itu pada polisi sampai saat ini. Namun, pendamping berencana meminta bantuan pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) jika intimidasi itu terus berulang.
Baca Juga: Korban Pelecehan Seksual Belum Dapat Keadilan, Terduga Pelaku Justru Perpanjang Kontrak Kerja di KPI
Pelaporan
Afrintina menuturkan, kasus dugaan pelecehan seksual itu pertama kali dilaporkan ke Polda Lampung pada 31 Maret 2021. Korban melapor atas pelecehan seksual yang dialaminya selama masih bekerja sebagai anggota staf desa selama kurun waktu Oktober 2020 hingga Februari 2021.
Setelah sekitar sembilan bulan proses penyelidikan di Polda Lampung, polisi akhirnya menetapkan BAP sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual. Berkas perkara itu juga sudah dinaikkan ke Kejaksaan Tinggi Lampung.
Akan tetapi, pihaknya menyayangkan sikap polisi yang belum melakukan penahanan terhadap tersangka. Bahkan, hingga kini, BAP masih menjalankan tugasnya sebagai kepala desa.
”Polisi seharusnya bisa segera melakukan penahanan karena tersangka dikenai Pasal 21 Ayat 4 KUHP yang ancaman hukumannya di atas lima tahun,” ujar Afrintina.
Hingga saat ini, kuasa hukum dan pendamping korban belum mendapatkan penjelasan terkait alasan polisi belum melakukan penahanan. Menurut informasi sementara yang diterima, polisi belum dapat menahan korban karena menghindari konflik dengan para pendukung kades tersebut.
Terkait hal itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung Ajun Komisaris Besar Reynold E P Hutagalung membantah polisi belum melakukan penahanan karena adanya kekhawatiran dari massa pendukung tersangka. Meski begitu, ia enggan menjelaskan alasan polisi belum menahan tersangka.
”Berikan kami kesempatan bekerja untuk memaksimalkan penyidikan,” kata Reynold.
Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar Ana Yunita Pratiwi menilai, penetapan status tersangka yang dilakukan oleh Polda Lampung merupakan sebuah langkah hukum yang baik. Selama ini, masih banyak kasus kekerasan seksual yang tidak diproses hukum meski sudah dilaporkan ke polisi.
Akan tetapi, pihaknya menyayangkan sikap polisi yang tidak tegas pada tersangka. Ia berharap, aparat Polda Lampung menunjukkan keberpihakan pada korban dengan segera menahan tersangka.
Baca Juga: Polisi Gerebek Pabrik Sampo Palsu di Tangerang, Produknya Beredar hingga Lampung sejak 3 Tahun Lalu
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas.id