Empat Tokoh Lintas Agama di DIY Deklarasikan Perdamaian Jelang Natal dan Tahun Baru
Agama | 23 Desember 2021, 17:14 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Empat tokoh lintas agama mendeklarasikan perdamaian jelang perayaan Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Mereka mengajak masyarakat Yogyakarta untuk tetap menjaga toleransi beragama.
Empat tokoh itu adalah adalah Wakil Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU Pusat Umaruddin Masdar, Kepala PUSDEMA (Pusat Kajian Demokrasi dan HAM), Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Baskara T. Wardaya, Ketua DPD MUKI (Majelis Umat Kristen Indonesia) Sleman Soelistijono, Penasehat Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sleman dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Proklamasi (FE-UP) 45 Anak Agung Alit Merthayasa.
Dalam agenda ini, Ketua DPD Muki menyampaikan bahwa umat Ktistiani pada khususnya dapat merayakan Natal dengan beribadah dengan khitmat baik secara daring maupun langsung penuh kedamaian.
"Tentang ucapan natal Dari pemeluk agama lain sebaiknya tidaklah dijadikan polemik berkepanjangan Dan kita kembalikan kepada kerelaan serta keikhlasan masing-masing agar perayaan natal di DIY tetap berjalan dengan penuh kedamaian," kata Soelistijono kepada KOMPAS.TV pada Kamis (23/12/2021) di Yogyakarta.
Baca Juga: Curah Hujan Masih Tinggi, Ini Wilayah yang Berpotensi Disambar Petir di Yogyakarta
Menurutnya daripada mengurusi hal seperti itu lebih baik masyarakat lebih fokus soal virus varian baru Omicron yang saat ini sudah masuk Indonesia.
"Jadi daripada mengurusi hal seperti itu, lebih baik kita lebih taat prokes lagi dan jangan sampai perayaan Nataru tahun ini malah menjadi tempat penyebaran Omicron," ujarnya.
Ia juga menyampaikan MUKI mengajak semua lapisan masyarakat untuk mendukung upaya pemerintah dalam mencegah penyebaran Covid-19 varian baru ini dengan percepatan vaksinasi kepada semua warga Indonesia.
Umaruddin Masdar dari Lakpesdam PBNU menambahkan, persatuan, kerukunan, serta harmoni antar umat beragama tidak sekadar hidup berdampingan secara damai.
“Jika demikian, toleransi hanya dipermukaan. Agar kerukunan itu menjadi makna mendalam, perlu kebesaran jiwa untuk hidup dalam pola take and give, agar keberagaman kita semakin matang. Saling memberi dan saling menerima,” ujarnya.
Anak Agung Alit Merthayasa perwakilan PHDI, menyatakan kerukunan sejatinya tumbuh secara alami, bukan doktrin atau iming-iming akan sesuatu.
Baca Juga: Objek Wisata Bantul Yogyakarta Dibuka dengan Pengaturan Ganjil Genap saat Nataru
“Kerukunan sejatinya bagaimana kita dapat bersama sama dalam kondisi apapun dengan siapapun tanpa memandang dari mana dia berasal, apalagi diungkit soal keagamaan. Kerukuman itu kita bangun dari dalam diri kita sendiri, membangun kerukunan dalam kelurga kita,” ujarnya.
Sementara itu,Kepala Pusat Kajian Demokrasi dan HAM Universitas Sanata Dharma, Baskara T Wardaya SJ, menambahkan berbagai peristiwa intolerasi yang terjadi di DIY beberapa tahun lalu perlu dilihat secara menyeluruh.
Meski peristiwa tersebut terjadi di wilayah DIY, namun pelakunya seringkali dari orang luar DIY atau belum lama tinggal di DIY.
“Entah itu orang dari luar atau belum lama tinggal di DIY. Kalau warga Jogja yang sudah lama tinggal di sini dia sudah terbiasa dengan toleransi,” katanya
Ia menambahkan tindakan toleransi lebih banyak terjadi di perkotaan karena perpindahan penduduk secara masif dan sulit terpantau.
Berbeda dengan di desa, mobilitas pendatang bisa dipantau sekaligus memantau aktivitas masyarakat dengan mudah.
“Selain itu akhir-akhir ini marak terjadinya politik identitas yang juga perlu diantisipasi agar tidak memecahbelah kerukunan," ujarnya.
Baca Juga: Ketum Muhammadiyah Beri Pesan Serius KSAD Dudung: Jangan sampai Indonesia Pecah
Penulis : Kiki Luqman Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV