> >

Pakar UGM Sebut Belum Ada Bukti bahwa Varian Delta Plus Lebih Ganas daripada Delta

Update | 16 November 2021, 21:51 WIB
Ilustrasi. Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa virus Corona varian AY.4.2 lebih ganas atau lebih menular dibandingkan varian induknya, yaitu varian Delta (B.1.617.2). (Sumber: Shutterstock)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa virus Corona varian Delta Plus atau AY.4.2 lebih ganas atau lebih menular dibandingkan varian induknya, yaitu varian Delta (B.1.617.2).

Penjelasan itu disampaikan oleh Ketua Pokja Genetik FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Gunadi, Sp.BA., Ph.D, melalui keterangan tertulis yang diunggah di laman resmi UGM.

Gunadi mengatakan varian Delta Plus atau AY.4.2 merupakan hasil mutasi alamiah yang terjadi pada virus termasuk SARS-CoV-2. Namun demikian, hasil mutasi tidak selalu lebih berbahaya.

Baca Juga: Covid Varian Delta Plus Belum Ditemukan di Indonesia, Kemenkes: Kita Harus Tetap Waspada

“Sekali lagi AY.4.2 belum ada bukti yang menunjukkan lebih ganas ya ataupun lebih mudah menular dibandingkan varian induknya, varian Delta (B.1.617.2),” kata Gunadi, Senin (15/11/2021).

Dia menegaskan, sampai saat ini belum ada bukti riset soal tingkat keganasan varian ini lebih berbahaya dari varian Delta.

Otoritas kesehatan Inggris pun baru menggolongkannya sebagai variant under investigation.

“Otoritas Kesehatan Inggris juga baru menggolongkannya menjadi Variant Under Investigation, belum VOI (variant of interest) ataupun VOC (variant of concern),” tegasnya.

Meski demikian, lanjutnya, varian yang berasal dari Inggris ini sudah terdeteksi di Malaysia.

Sebagai langkah antisipasi masuknya setiap varian baru, dia menyebut pemerintah tetap harus memperketat perbatasan.

”Sebetulnya pencegahan penyebaran varian apapun termasuk AY.4.2, sama. Mestinya pemerintah sudah antisipasi termasuk terkait perbatasan antar negara,” tegasnya.

Dia juga berpendapat bahwa peningkatan penularan kasus Covid-19 di Inggris belakangan ini belum tentu disebabkan oleh varian tersebut.

Sebab, longgarnya penerapan pembatasan kegiatan dan protokol kesehatan (prokes) juga dapat memicu peningkatan penularan.

Baca Juga: Serbuan Vaksinasi Covid-19 Digalakkan, Antisipasi Varian Baru Delta Plus

“Tergantung banyak faktor, salah satu faktor yang penting adalah bagaimana aktivitas masyarakat khususnya prokes,” ujarnya.

Menurutnya, prokes harus diperkuat dalam segala aktivitas kegiatan di masyarakat agar kekebalan komunal tercapai.

Sepanjang Covid-19 belum terkendali dan imunitas kelompok belum terbentuk, prokes ketat dan pembatasan kegiatan warga tetap perlu diutamakan oleh pemerintah.

“Kuncinya satu, prokes. Sampai kapan? Sampai kekebalan komunal tercapai,” tuturnya.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU