> >

Banjir di Sintang Kalbar, Degradasi Lingkungan Ikut Jadi Penyebabnya

Peristiwa | 4 November 2021, 14:37 WIB
Salah satu lokasi banjir di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, tepatnya di tepian Sungai Kapuas, Sabtu (30/10/2021). Sudah hampir sepekan banjir belum juga surut. (Sumber: Kompas.id/Emanuel Edi Saputra )

SINTANG, KOMPAS.TV – Banjir di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, diduga tidak hanya karena curah hujan tetapi juga dampak degradasi lingkungan terutama daerah aliran sungai yang kritis.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sintang, banjir yang terjadi di wilayah tersebut menerjang 12 kecamatan.

Sintang sudah tiga kali dilanda banjir tahun ini. Banjir pertama di bulan Maret sebanyak 3.682 keluarga terdampak di dua kecamatan. Banjir kedua tanggal 2 Oktober sebanyak 8.693 keluarga terdampak di enam kecamatan dan banjir ketiga tanggal 19 Oktober, sebanyak 21.874 keluarga terdampak di 12 kecamatan.

Melansir dari Kompas.id, selain Kabupaten Sintang, banjir setidaknya juga melanda Kabupaten Melawi, Sekadau dan Sanggau. Semua daerah itu dilintasi Sungai Kapuas.

Degradasi lingkungan

Banjir menjadi ironi di kabupaten Sintang yang terkenal sebagai ”Kabupaten Lestari”. Lestari disematkan pada Sintang karena memiliki alokasi kawasan hutan sebesar 59 persen dari luas wilayahnya atau sekitar 1,3 juta ha dari total luas Sintang 2 juta ha atau 21.635 km persegi.

Data tersebut disebutkan oleh Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kabupaten Sintang Mulyadi.

Baca Juga: Banjir Meninggi, Warga Sintang Mulai Mengungsi

Itulah salah satu alasan banjir yang terjadi diduga kuat akibat degradasi lingkungan khususnya kondisi daerah aliran sungai (DAS) yang kritis.

Berdasarkan data Balai Pengelola DAS dan Hutan Lindung Kapuas, dari sekitar 14 juta ha luas DAS di Kalbar (termasuk Sintang), sekitar 1,01 juta ha di antaranya dalam kondisi kritis, di antaranya DAS Kapuas.

Kerusakan DAS diketahui sudah terjadi sejak lama.  Kompas pernah melaporkan, beberapa tahun menyusuri Sungai Kapuas di Sintang dan menyaksikan penambangan emas hingga ke badan sungai di banyak titik.

Pohon-pohon di tepian sungai banyak yang tumbang dan tepian sungai runtuh. Akhir pekan lalu suara-suara mesin penyedot emas juga masih terdengar di salah satu sungai. Bahkan, secara keseluruhan, luas tutupan hutan juga terus berkurang.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalbar, pada 1990 luas tutupan hutan 7,5 juta ha. Pada 2012 luas tutupan hutan menjadi 6,9 juta ha dan pada tahun 2018 menjadi 5,5 juta ha. Penyebab deforestasi tersebut karena lemahnya tata kelola.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Kompas.id


TERBARU