Terancam Digusur BBWSSO, Paguyuban Masyarakat Kali Code Mandiri Mengadu ke LBH Yogyakarta
Berita daerah | 26 Oktober 2021, 16:40 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Paguyuban Masyarakat Kali Code Mandiri (PMKCM) Yogyakarta, membuat aduan ke LBH Yoyakarta atas ancaman penggusuran yang akan dilakukan pemerintah melalui Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO).
Kris Triwanto sebagai perwakilan PMKCM mengungkapkan, rencana penggusuran yang akan dilakukan BBWSSO itu tanpa adanya relokasi.
Sebagai gambaran, lokasi yang akan digusur tersebut beralamat di JL. Kol, Sugiono, RT.84/RW.19, Brontokusuman, Karangayar, Margangsang, Kodya Yogyakarta.
Gang selebar dua kali bentangan tangan orang dewasa itu diisi oleh 15 pedagang dan pengais pasir kali. Posisinya berada di antara pom bensin Jl. Kolonel Sugyono dan bibir Kali Code.
Kris mengungkapkan, dalam rencana penggusuran tersebut BBWSSO menggunakan dalih penertiban. Namun, lanjut dia, saat ditanyakan soal relokasi dan pembiyaan, pihak BBWSSO tidak menawarkan apa-apa.
BBWSSO, kata Kris, malah menyebut warga tak punya izin tinggal di sana. BBWSSO menganggap bahwa tanah yang menjadi tempat berdagang warga itu adalah milik BBWSSO.
Baca Juga: Komnas HAM Dalami Tindakan Intimidasi Aparat terhadap Penolak Tambang Andesit di Wadas Purworejo
Sebenarnya, yang masyarakat sesalkan adalah pihak BBWSSO tiba-tiba datang dan ingin menggusur tempat berdagang warga tanpa adanya rembukan terlebih dahulu.
"Kami menolak digusur, kecuali masyarakat sendiri yang dibiarkan untuk menata tempat tersebut," kata Kris dalam konferensi persnya di LBH Yogyakarta, Selasa (26/10/2021).
Selain karena tidak ada solusi berbentuk relokasi dari pemerintah, Kris bersama paguyubannya merasa terjadi ketidakadilan kepada mereka. Sebab, selain mereka, masih ada bangunan di sepanjang Kali Code, yang juga tidak jauh dari tempat kawan-kawan Kris berdagang yaitu bangunan permanen yang mepet dengan kali tersebut.
"Kenapa hanya kami?" kata Kris.
Padahal, lanjut dia, awalnya tempat berdagang teman-temannya itu sebelumnya adalah tempat pembuangan sampah.
Pada tahun 2000-an Kris bersama warga lain membersihkan pinggiran kali itu. Bahkan, pasca gempa Jogja 2006, tempat tersebut sempat menjadi wisata sore dan sampai sekarang jadi tempat lalu-lalang pemancing.
Karena ramai, jadilah Kris bersama 15 pedangang lainnya menjajakan makanan kaki lima di gang tersebut.
Baca Juga: Kantor LBH Yogyakarta Dilempar Bom Molotov
Sebenarnya, PMKCM pernah dipanggil BBWSSO pada 25 September 2020 untuk sosialisasi penertiban. Tapi pada saat itu, BBWSSO tidak menawarkan solusi relokasi.
Pada pertemuan itu, warga diminta untuk menertibkan bangunan tanpa adanya relokasi dari pemerintah, dalam hal ini BBWSSO.
Kemudian, pada 19 Maret 2021, warga mendapatkan surat peringatan dari BBWSSO yang pada intinya meminta warga untuk membongkar bangunan dengan biaya sendiri.
Tidak sampai di situ, pada Agustus dan September 2021, warga kembali menerima surat peringatan yang sama dari BBWSSO. Karena merasa terancam dengan surat peringatan dan desas-desus akan digusur dengan alat berat, Kris bersama paguyubannya lalu mengadukannya ke DPRD Yogyakarta.
Tapi aduan itu pun tidak menghentikan rencanan penggusuran. Selain ke DPRD, warga terdampak juga sempat ke pemerintah Kecamatan Margangsan, tapi di sana juga tidak mendapatkan penjelasan.
Kata Kris, pemerintah kecamatan terkesan melempar-lempar. "Ini urusan BBWSSO," ungkap Kris menirukan.
Kris mencoba membangun komunikasi dengan BBWSSO agar penertibannya dilakukan tahun depan karena kondisi saat ini masih pandemi. Warga tidak punya biaya untuk melakukan penertiban dengan biaya sendiri.
"BBWSSO tidak memaparkan mengenai rencana penertiban dan bagaimana solusi atas dibongkarnya bangunan milik warga," kata Kris.
Kris bersama warga sebenarnya hanya ingin jualan tanpa ada ketakutan. Karena di tempat itulah kehidupan mereka. Di sana mereka mencari penghidupan dengan menjajakan makanan, jualan pasir, hingga usaha tambal ban.
"Jika digusur, kami harus cari makan di mana," terang Kris.
PMKCM tidak menolak ditertibkan selama ada solusi jelas dari pemerintah. Mereka bahkan menawarkan agar mereka yang mengelolanya sendiri.
"Kami hanya ingin tetap bisa jualan. Kami juga ingin tempat kami rapih," jelas Kris.
Pada kesempatan sama, LBH Yogyakarta mengatakan ada semacam tebang pilih dalam proses penertiban Kali Code tersebut.
LBH mempertanyakan kenapa hanya bapak-bapak pedagang itu saja yang ditertibkan. Padahal, dari sepanjang Kali Code banyak juga berdiri bangunan bahkan hotel-hotel yang mepet dangan kali.
LBH menyoroti aturan sempadan sungai tahun 2015 yang digunakan BBWSSO dan menyatakan warga tersebut tidak punya hak milik atau hak guna usaha di tempat itu, padahal warga sudah tinggal di sana sejak tahun 60-an.
Seperti tertuang dalam peringatan terakhir, tempat 15 pedagang itu rencananya akan digusur BBWSSO pada Kamis (28/20/2021).
Baca Juga: Kecam Teror di LBH Yogyakarta, Amnesty International Minta Polisi Usut Tuntas Kasusnya
Penulis : Hedi Basri Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV