Gejayan Memanggil Gelar Lomba Mural, Karya Paling Cepat Dihapus Aparat Dapat Nilai Lebih
Peristiwa | 24 Agustus 2021, 23:07 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Sebuah gerakan yang berwal dari Aksi 'Gejayan Memanggil' mengajak para seniman untuk melukis mural. Gelaran lomba mural ini menyusul maraknya penghapusan gambar jalanan di berbagai daerah.
Humas lomba mural 'Gejayan Memanggil' Mimin Muralis menyebut bahwa penghapusan atau pemberangusan karya mural adalah bentuk kekeliruan penguasa atau orang dewasa. Sebab, mural atau gambar adalah kebudayaan yang dialami oleh manusia saat mulai anak-anak.
“Coret-coretan di tembok adalah cara-cara ketika kebebasan bersuara terbatas dan sekarang coretan itu pun dibatasi," ujarnya dilansir dari Kompas.com, Selasa (24/8/2021).
Baca Juga: Muncul Mural Kritik Pemerintah di Solo, Gibran: Siapa yang Bikin Silakan Ketemu Saya
Lomba mural tersebut sebagai respons dari sikap pemerintah yang responsif destruktif dan antikritik.
Dalam lomba tersebut, ada beberapa kriteria yang menjadi penilaian yaitu keberanian, semangat melawan, diapresiasi rakyat, tidak menyinggung suku, agama, ras antargolongan (SARA), serta aparat merespons cepat untuk menghapus hasil karya mural peserta.
Ia menjelaskan, mural yang cepat mendapatkan respons atau dihapus oleh aparat mendapatkan nilai lebih. Karena itu merupakan estetika perlawanan dan menunjukkan bahwa pemerintah mengalami kepanikan.
Ketakutan bahwa rakyat sudah dikelabui dengan berbagai cara.
“Dengan memperpanjang-memperpanjang terus tidak tegas sampai tanggal berapa dan tolak ukurnya apa keberhasilan meredam angka penularan dan kematian termasuk ekonomi yang malah disuntikan ke pengusaha besar,” ucapnya.
Mimin menyampaikan, pada lomba kali ini pemenang tidak mendapatkan uang, tetapi pemenang lomba mural akan mendapatkan eksposure dan ke depan mural yang menang akan dijadikan desain baju.
Nantinya penjualan baju atau kaos itu sebagian untuk gerakan rakyat bantu rakyat.
“Karena kami bukan akun buzzer dan enggak punya uang jadinya kami hadiahi eksposure bagi pemenang,’ kata dia.
Baca Juga: Mural Bentuk Ekspresi Publik? | Aiman (5)
Ihwal penghapusan mural atau gambar di dinding yang diambil oleh pemerintah beberapa waktu lalu dinilai keliru.
Seharusnya, lanjut Mimin, gambar-gambar yang tersaji di jalanan ini mendapatkan apresiasi seperti yang dilakukan oleh bangsa Eropa.
“Kita lihat negara-negara Eropa dalam mereformasi politiknya dan negara-negara post kolonial yang merdeka, mereka banyak bertebaran mural-mural yang sifatnya membangun meskipun itu dianggap kritis dan mengancam para politisi,” jelas dia.
Bahkan sekarang ini mural di berbagai negara justru digunakan sebagai daya tarik wisata, sedangkan di Indonesia justru sebaliknya mural dianggap kriminal.
Pihaknya juga menyayangkan banyaknya baliho yang menjadi sampah visual justru dinilai sebagai representasi suara rakyat.
“Padahal itu suara oligarki yang punya uang untuk menyewa papan reklame dan memprinting spanduk banner yang merusak pemandangan kita secara estetik dan politik,” pungkas dia.
Baca Juga: Kritik Lewat Mural, Pidana? | Aiman (3)
Penulis : Hedi Basri Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas.com