Pelaku Pungli yang Minta Rp4 Juta di Pemakaman Covid-19 Bandung Ternyata Petugas Pemikul Jenazah
Update corona | 11 Juli 2021, 14:48 WIBBANDUNG, KOMPAS.TV - Kepala Dinas Tata Ruang Kota Bandung, Bambang Suhari, mengungkapkan pelaku yang meminta pungutan liar atau pungli di TPU Cikadut, Bandung, bernama Redi. Dia bukanlah karyawan UPT TPU Cikadut.
Menurut Bambang, Redi adalah tenaga tambahan pemikul jenazah Covid-19 yang dipekerjakan pada Februari lalu untuk membantu proses pemikulan jenazah.
Baca Juga: Ratusan Makam Khusus Covid-19 di Bandung Dibongkar, Ternyata Jenazahnya Tidak Terpapar Virus Corona
“Yang bersangkutan petugas pemikul jenazah yang kami angkat Februari 2021 menjadi PHL pemikul jenazah, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di TPU Cikadut,” kata Bambang dikutip dari Kompas.com pada Minggu (11/6/2021).
Bambang menjelaskan, TPU Cikadut sudah ditetapkan sebagai pemakaman khusus jenazah yang meninggal dunia karena Covid-19.
Dia memastikan pemakaman tersebut tidak membedakan suku, agama, ras, dan antar golongan. Selain itu, Bambang juga memastikan seluruh layanan pemakaman di TPU Cikadut gratis.
Sebab, para petugas penggali liang lahat dan pemikul jenazah Covid-19 sudah dibayar oleh Pemkot Bandung sesuai UMK. Pembayarannya pun selalu tepat waktu.
Baca Juga: Baru Dibuka Maret 2021, Total 2.661 Jenazah Pasien Covid-19 Dimakamkan di TPU Rorotan
“Bahwa TPU Cikadut diperuntukkan bagi jenazah warga Kota Bandung yang meninggal karena Covid-19, dan tidak dipungut biaya apapun untuk semua warga tanpa membeda-bedakan,” ucapnya.
Bambang menuturlan, UPT TPU Cikadut memang ditugaskan untuk mencari pekerja tambahan untuk membantu proses pemakaman. Sebab, pasien Covid-19 yang meninggal terus meningkat.
Selain itu, perekrutan tenaga tambahan juga untuk mengantisipasi kekosongan apabila ada tenaga pemikul yang tidak bertugas.
“Saya sudah menugaskan untuk mengerahkan tenaga dari TPU Nagrog dan TPU Cikutra. Untuk membantu proses pemikulan di TPU Cikadut,” kata Bambang.
Baca Juga: Kurang Armada, Mobil Dinas Kelurahan Rorotan Diubah Jadi Ambulans Jenazah
Diberitakan sebelumnya, kasus pungutan liar terjadi di pemakaman khusus jenazah pasien Covid-19 Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cikadut, Bandung, Jawa Barat.
Salah satu warga Kota Bandung, YT (47) menceritakan, Ayahnya meninggal dunia pada 6 Juli 2021 akibat Covid-19.
Kemudian, pada hari yang sama, sekitar pukul 23.00 WIB, jenazah ayahnya dimakamkan di makam khusus Covid-19 di TPU Cikadut.
Namun, sebelum jenazah dimakamkan, YT terkejut karena pihak keluarga diminta uang sebesar Rp 4 juta untuk biaya pemakaman.
Uang sebanyak itu diminta oleh salah satu orang bernama Redi yang mengaku sebagai koordinator pemakaman Covid-19 di UPT TPU Cikadut.
Baca Juga: Perjuangan Sukarelawan Makamkan Jenazah Covid-19
"Dia bilang pemakaman Covid-19 untuk non-muslim tidak dibayar pemerintah, hanya yang muslim saja yang ditanggung pemerintah. Dia minta Rp 4 juta supaya ayah saya bisa dimakamkan," kata YT saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (10/7/2021).
Keluarga YT terkejut dengan nominal uang yang diminta. Adu argumen dan tawar-menawar pun terjadi.
Angka Rp 2,8 juta akhirnya disetujui oleh kedua belah pihak, dengan harapan keluarga agar jenazah bisa segera dimakamkan.
"Sebelumnya saya minta turun lagi Rp 2 juta, tapi temannya (Redi) nyeletuk, dia bilang sudah untung dikasih segitu. Kemarin yang non-muslim ada yang sampai Rp 3,5 juta. Akhirnya kita setuju di angka Rp 2,8 juta," tutur YT.
Baca Juga: Viral, Antrean Mobil Jenazah Pasien Covid-19 di TPU Padurenan Bekasi
Namun, sebelum membayar, YT meminta kepada pihak TPU Cikadut untuk membuat tanda terima dan rincian biaya.
Dalam tanda terima yang ditulis menggunakan secarik kertas, tertulis biaya gali liang lahad sebesar Rp 1,5 juta; biaya angkut peti jenazah Rp 1 juta; dan papan nisan salib sebesar Rp 300.000.
Tanda terima tersebut juga ditandatangani oleh Redi.
"Dia (Redi) bilang, kalau pemakaman malam memang lebih mahal," ujar YT.
Baca Juga: Tingkat Kematian Tinggi, TPU untuk Jenazah Pasien Covid di Tangsel Mulai Penuh
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV