> >

Belajar Kepemimpinan Lewat "Trilogi Mencari Arjuna" Kreasi Hangno Hartono

Budaya | 6 April 2021, 14:45 WIB
Hangno Hartono, perupa sekaligus budayawan dari Galeri Kahangnan Pringgading, Guwosari, Pajangan, Bantul, menghadirkan pertunjukan wayang sarat filosofi melalui pameran. (Sumber: Switzy Sabandar/KOMPAS.TV)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Pertunjukan wayang sarat filosofi tak melulu dengan kelir dan perangkat gamelan. Hangno Hartono, perupa sekaligus budayawan dari Galeri Kahangnan Pringgading, Guwosari, Pajangan, Bantul, menghadirkan pertunjukan wayang sarat filosofi melalui pameran.

Pameran bertajuk "Trilogi Mencari Arjuna Cakravartin” ini digelar di Pendopo Asdrafi Yogyakarta, mulai 5 sampai 9 April 2021.

Pameran karya seni wayang ini bisa dikatakan  mirip pertunjukan wayang yang biasanya digelar semalam suntuk. Ada Sekitar 50 lukisan wayang, dan wayang seni tatah serta sungging yang dipamerkan lengkap dengan narasi dan alur kisah yang berkesinambungan mirip dengan panel-panel relief candi.

Narasi dibagi menjadi tiga sekuel, yakni "Ketemu Buta" (raksasa), "Para Kesatria", dan  "Arjuna".  Alur dan tema Trilogi Mencari Arjuna ini terinspirasi dari konsepsi tiga alam di Candi Borobudur yaitu Kamadatu, Rupadatu, dan Arupadatu.

Baca Juga: Di PHK, Warga Bandung Barat Bangkit Dengan Wayang Cilukba

Kamadatu merepesentasikan alam nafsu inderawi yang dalam pameran ini direpresentasikan dengan sekuel pertama, "Ketemu Buta". Relief Karmawibangga atau kehidupan rendah yang sering diekspos pada panel kehidupan non-moralis.

Kehidupan non-moralis dalam pameran seni rupa ini direspons dalam penggambaran kehidupan para buta.

“Jika dikaitkan dengan kekuasaan semacam oligarki dan tirani, apabila dihubungkan dengan moral lekat kaitannya dengan hipokrit. Dalam pendidikan disebut dehumanisasi, pandangan ekonomi menyebutnya eksploitatif, sisi agama menamakannya demagog, dan sebagainya,” ujar Hangno Hartono.

Alam kedua adala "Rupadatu" sebagai gambaran ranah wujud yang dikaitakan dengan konteks Para Kesatria. Dalam dunia wayang banyak sekali contoh para tokoh kesatria baik dari pihak Pandawa maupun Kurawa atau pihak Rahwana maupun Rama yang dijadikan teladan sampai nama tokoh tersebut diabadikan sebagai nama diri. Misal, Kresna, Parta (Arjuna), Wibisana, Samiaji, Yudhistira, dan lain-lain.

Alam ketiga adalah "Arupadatu" yang dikaitkan dengan sekuel ketiga Arjuna. Ranah ini sebagai simbol alam tanpa wujud, berupa puncak capaian spiritual ke-Buddha-an.

“Dalam konteks ini tidak menyejajarkan Buddha dengan Arjuna. Namun, pencapaian laku spiritual menjadi inspirasi Arjuna sebagai contoh ideal darma dalam kepemimpinan,” ucapnya.

Bukan tanpa alasan Hangno Hartono mengusung tema ini. Trilogi Mencari Arjuna mengedepankan sosok Arjuna  yang  menggambarkan sosok kepemimpinan  yang disebut  "Cakravartin" atau melingkupi cakrawala.

Artinya, seorang pemimpin mempunyai tugas dan fungsi bertanggung jawab terhadap seluruh aspek kehidupan yang disebut Bumi Pati atau bersuamikan bumi dan Praja Pati atau bersuamikan rakyat.

Baca Juga: Unik, Penerima Vaksin Covid-19 Berksotum Wayang

“Praja Pati secara konsep ideologi modern  lebih dekat ke sosialisme dan Bumi Pati lebih ke konsep ekologi  politik,” kata Hangno Hartono.

Dalam sejarah, konsep kepemimpinan "Cakravartin" ini sudah diimplementasikan dalam kekuasaan Jawa. Misal, pada gelar yang disandang oleh Sultan Agung Hanyokrowati dan Sultan Agung Hanyokrokusuma. Kedua gelar tersebut secara eksplisit adalah konsep "Cakravartin".

Dalam Naskah Suryaraja karya Pangeran Sundoro atau Sultan Hamengkubuwono II juga mendesain kepemimpinan "Cakravartin" tersebut untuk raja-raja Kesultanan Yogjakarta. Hal ini terlihat dalam nomenklatur gelar kerajawiannya seperti Hamangkubuwono, Paku Alam, dan Mangkubumi yang sangat memuliakan bumi dan alam.

Menurut Hangno Hartono, konsep kepemimpinan yang berdasar literatur klasik dan khazanah budaya sendiri penting untuk dimunculkan kembali.

“Kita punya konsep kepemimpinan sendiri, citra kepemimpinan ideal klasik ini penting sebagai bahan referensi dalam mencari figur seorang pemimpin,” tuturnya.

Baca Juga: Perajin Wayang Golek Bertahan di Tengah Pandemi

Pameran ini rencananya digelar di kantong-kantong budaya daerah lain. Pameran seni wayang di Yogyakarta ini sekaligus menjadi pameran pamitan sebelum melakukan perjalanan keliling.

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU