> >

Hari Ini Tsunami Aceh Pernah Terjadi 2004 Silam, Ini Fakta Dahsyatnya Bencana

Peristiwa | 26 Desember 2020, 14:51 WIB
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh setelah terkena tsunami. (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Masih ingatkah dengan bencana besar yang terjadi pada hari ini, tahun 2004 silam? Ya, bencana besar tsunami Aceh.

Masyarakat Aceh tak akan lupa kepedihan mendalam yang dirasakan pada saat itu, pukul 08.30 WIB, Minggu 26 Desember 2004.

Dua kejadian alam yang terjadi dengan selisih waktu per sekian menit meluluhlantakkan pesisir barat Aceh.

Sepanjang 800 kilometer pesisir barat Aceh itu luluh lantak oleh gelombang tsunami, setelah beberapa sebelumnya diguncang gempa dahsyat dengan magnitudo 9 skala Ritcher.

Baca Juga: Antisipasi Bencana Tsunami Dengan Menanam Pohon

Ratusan ribu jiwa melayang, jutaan rumah serta bangunan perkantoran hancur akibat gempa dan hempasan gelombang tsunami.

Tanah menjadi rata, hanya bersisa puing-puing bangunan dan berserakan mayat korban tsunami. Listrik juga padam karena dampak yang ditimbulkan.

Serambinews.com merangkum sejumlah fakta gempa dan tsunami Aceh.

Gempa Terbesar dan Terkuat

Tsunami Aceh terjadi karena interaksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Gempa ini tergolong gempa dangkal, berpusat di dasar laut dengan kedalaman 10 kilometer.

Dasar samudera yang naik di atas palung Sunda ini mengubah dan menaikkan permukaan air laut. Dengan demikian, permukaan datar air laut ke arah pantai barat Sumatera ikut terpengaruh berupa penurunan muka air laut.

Beberapa gempa terjadi sebelum gelombang air laut menyapu daratan dan terlama berkisar 8-10 menit. Durasi gempa ini merupakan catatan sejarah tersendiri.

Baca Juga: Alat Deteksi Tsunami Diperiksa, Antisipasi Ancaman Bencana

Gempa yang terjadi, merupakan gempa bumi terkuat yang pernah terjadi setelah di Prince William Sound, Alaska pada 28 Maret 1964.

Gempa Aceh merupakan gempa dengan magnitudo terkuat ketiga sejak tahun 1900.

Gempa terkuat lainnya adalah gempa magnitudo 9,5 di Chile pada 22 Mei 1960, dan gempa bumi magnitudo 9,2 di Alaska pada 1964. Kedua gempa ini juga memicu tsunami.

Gelombang Tsunami Tinggi

Setelah gempa yang panjang dan memiliki magnitudo besar, gelombang pasang menyapu pantai dengan didahului surutnya air laut. Kemudian diikuti gelombang yang sangat besar.

Gelombang tsunami menerjang daratan dan masuk ke dalam kota. Diperkirakan gelombang tsunami yang menghantam pesisir Aceh setinggi 30 meter, dengan kecepatan 100 meter per detik atau 360 kilometer per jam.

Tsunami tinggi ini tidak hanya melanda pesisir barat Aceh, namun juga Sumatera bagian utara, pantai-pantai Srilanka, India, Thailand, Malaysia, Somalia, Bangladesh, Maladewa, hingga Kepulauan Cocos.

Baca Juga: Ribuan Warga Mengungsi Karena Banjir di Aceh Utara terus Meluas

Jenis Tsunami Far Field

Gempa yang terjadi di Aceh pusat gempanya berada pada kedalaman 10 kilometer. Geomorfologi laut dan batimetri atau kedalaman laut dapat memengaruhi kuat dan tingginya gelombang tsunami yang menerjang pantai.

Bentuk geologi pantai di Aceh tergolong rumit. Di daerah itu teluk yang berasosiasi dengan tanjung telah menyebabkan konsentrasi energi gelombang di sekitar tanjung.

Tsunami ini tergolong jenis far field yang memiliki perambatan hingga 1.000 km lebih.

Tsunami yang muncul akibat gempa pertama di Aceh penjalarannya ke utara dan barat laut hingga ke Sri Lanka dan Maladewa, masing-masing sekitar dua dan tiga jam setelah gempa Aceh.

Sementara ke arah selatan, tsunami menerjang Pulau Simeulue, setengah jam kemudian.

Adapun gelombang pasang sampai ke Pulau Nias satu jam, lalu ke Kepulauan Mentawai satu setengah jam sesudah gempa.

Baca Juga: Mengharukan! Terpisah Karena Tsunami Aceh 2004, Ayah dan Anak Kembali Bertemu

Struktur Daratan Aceh Berubah

Dampak lain yang ditimbulkan oleh tsunami adalah terjadinya perubahan struktur bumi, yaitu naik-turunnya daratan Aceh.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh International Tsunami Survey Team di Pulau Simeulu, diperoleh fenomena naiknya daratan di pesisir barat Simeulu mencapai 1,5 m sepanjang 1 km.

Sebaliknya di Meulaboh, Calang, kawasan persawahan, kebun, dan ladang, telah berubah menjadi lautan.

Ratusan Ribu Jiwa Melayang

Melansir data Bank Dunia, jumlah korban akibat tsunami Aceh mencapai 167.000 orang, baik itu yang meninggal dunia maupun hilang.

Selain itu, tak kurang dari 500.000 orang kehilangan tempat tinggal. Jumlah korban jiwa itu belum termasuk korban tsunami di wilayah lain.

Seperti diketahui, tsunami yang terjadi di Aceh diakibatkan gempa dangkal di laut bermagnitudo 9,0, yang jaraknya sekitar 149 kilometer dari Meulaboh.

Baca Juga: 15 Tahun Lalu, Anak Ini Lahir di Tengah-tengah Tsunami Aceh

Secara keseluruhan ada 14 negara yang terkena dampak tsunami dengan jumlah korban mencapai 230.000 jiwa.

Kerugian Materiil Hingga Triliunan

Pemerintah saat itu menaksir kerugian akibat tsunami mencapai puluhan triliun. Hal itu lantaran porak-porandanya ratusan ribu rumah serta fasilitas umum dan sosial masyarakat.

Berdasarkan data yang pernah dikutip dari Buku Tsunami dan Kisah Mereka yang diterbitkan oleh Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Aceh, menurut cacatan lembaga United Nation Informasion Center, kerugian terbesar akibat impasan gelombang tsunami adalah di sektor perikanan.

Di sejumlah negara yang terkena tsunami, kerugiannya mencapai USD500 juta (kira-kira Rp4,6 triliun).

Angka itu termasuk sebanyak 111 ribu kapal hancur atau rusak, 36.000 mesin hilang, dan 1,7 juta peralatan perikanan rusak, dan kerusakan terparah dialami oleh Aceh, Indonesia.

Di luar catatan itu, fakta di lapangan menunjukkan banyak kerugian material lain yang tak terhitung jumlahnya diakibatkan hantaman tsunami.

Baca Juga: Warga Temukan 45 Jenazah Korban Tsunami Aceh 2004

Dalam waktu tujuh menit, kota-kota di sepanjang pesisir Aceh, termasuk Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi, menjadi lautan yang dihiasi mayat dan puing-puing bangunan.

Sejauh mata memandang, yang tersisa di kawasan pesisir hanyalah bekas-bekas reruntuhan, hampir semua bangunan rata dengan tanah.

Areal tambak dan persawahan binasa, jaringan infrastruktur seperti jalan dan jembatan hancur total. Begitu pula dengan sarana telekomunikasi dan listrik yang seketika itu padam.

Kerusakan di kawasan pesisir Aceh saat itu sangat menyedihkan.

Akibat dorongan ombak yang begitu kuat dan dahsyat, Kota Banda Aceh, Kota Meulaboh, Kota Calang, dipenuhi bermacam sampah, puing-puing reruntuhan, kayu, pepohonan, dan sampah material lainnya.

Ribuan Masyarakat Kehilangan Mata Pencarian

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Departemen Kelautan dan Perikanan RI, tak kurang dari 7.000 nelayan di Aceh kehilangan mata pencarian.

Baca Juga: Korban Tsunami Aceh 2004 Ajukan Suntik Mati

Bahkan, 90 persen komunitas masyarakat pesisir dan prasarana perikanan di lokasi bencana hancur porak poranda.

Semua perkampungan nelayan seperti Uleelheu, Deah Raya, Lamteungoh, Lampuuk, Kahju, Alue Naga, dan Lampulo di Banda Aceh; Padang Seurahet di Meulaboh; Krueng Mane di Aceh Utara; Pante Raja di Pidie, tak lagi punya wujud.

Tak ada bangunan yang tersisa. Semua rata dengan tanah. Para nasib pembudidaya tambak juga tak kalah memprihatinkan. Sekitar 500 hektare tambak udang dan ikan hancur binasa.

Selain tambak, fasilitas perikanan lain yang berada di berbagai pesisir Aceh juga rusak diterjang tsunami.

Keberangkatan Jamaah Haji Tertunda

Tepat pada hari terjadinya Tsunami, yaitu tanggal 26 Desember 2004, harusnya calon jamaah haji (Calhaj) Aceh kloter 8 sesuai jadwal diberangkatkan ke Mekkah.

Tak sedikit dari para jamaah calhaj yang menjadi korban Tsunami ketika itu.

Baca Juga: Anggota Brimob Korban Tsunami Aceh 2004 Dimakamkan

Data yang dihimpun dari Arsip Harian Serambi Indonesia edisi 14 Januari 2005, jumlah calhaj asal Aceh untuk tahun 2004 sebanyak 5.541, ditambah petugas haji sebanyak 85 orang, yang akan diberangkatkan dalam 16 kloter.

Usai bencana alam tsunami, para jamaah calon haji diminta untuk melakukan daftar ulang kembali bagi yang ingin tetap melaksanakan ibadahnya ke tanah suci, hingga batas tanggal 14 Januari 2005.

Sementara itu, pelaksanaan wukuf di Arafah ketika itu dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2005.

Calhaj yang tergabung dalam kloter 12 hingga 16 ditunda keberangkatannya, untuk dialihkan ke embarkasi Polonia Medan, akibat musibah gempa dan tsunami.

Krisis Gula Hampir di Seluruh Aceh pasca Tsunami

Pasca Tsunami, hampir seluruh wilayah Aceh mengalami krisis gula.

Bahan sembako ini menjadi barang yang langka di Aceh, akibat tidak adanya pasokan gula dari luar. Jikapun ada, harganya terus melambung tinggi.

Baca Juga: Ini Dia Wahana Tsunami Satu-Satunya di Indonesia

Dari pemberitaan dokumen Harian Serambi Indonesia, krisis gula tak hanya terjadi di wilayah amukan gelombang tsunami, yakni Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, tapi juga berdampak di wilayah lain seperti Pidie, Bireuen, Sabang.

Krisis ini terus terjadi hingga beberapa minggu pasca terjadinya tsunami. Akibat dampak itu, sejumlah pengusaha warung kopi di Aceh ada yang terpaksa menutup usaha mereka.

Pemerintahan Aceh Diambil Alih Pusat

Pasca-kejadian, kendali pemerintahan di Aceh diambil alih pemerintah pusat.

Hal itu berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2004 tentang Langkah-langkah Penanganan Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami di Provinsi NAD dan Sumatera Utara.

Dalam instruksi itu disebutkan seluruh pejabat eselon I Departemen Dalam Negeri (Depdagri) harus melakukan dukungan langkah-langkah komprehensif untuk bencana alam di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara (Sumut).

Langkah itu meliputi penanganan darurat, pemulihan mental, rehabilitasi, serta dukungan penyelenggaraan pemerintah daerah (pemda) terutama di NAD.

Baca Juga: Ifan Seventeen Ceritakan Kejadian Janggal dari Insiden Tsunami

Untuk itu dibentuk Tim Asistensi Pemulihan Pemda NAD dan Sumut yang beranggotakan pejabat eselon I dan II.

Dalam pelaksanaannya, tim asistensi dibantu para praja tingkat III (nindya praja) dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Tiga Hari Berkabung

Tsunami Aceh 2004 menjadi bencana alam terbesar di Indonesia sejak meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883.

Kepedihan akibat bencana dahsyat itu dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, termasuk dunia.

Pasca tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 silam, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono pun menetapkan tiga hari masa berkabung.

Baca Juga: Riset ITB Potensi Tsunami 20 Meter Bikin Geger

 

Penulis : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU