Pencarian Exoplanet dan Alien Bukan Hal Baru, Ini Kata ISSS
Berita daerah | 28 Oktober 2020, 10:25 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Viral beredar pemberitaan perihal Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) yang akan meneliti keberadaan exoplanet atau planet di luar tata surya kita dan mencari kehidupan lain atau alien dan tempat layak huni selain Bumi. Hal ini membuat Indonesia Space Science Society (ISSS) angkat bicara.
Menurut Direktur ISSS, Venzha Christ, penelitian dan pencarian exoplanet atau planet di luar tata surya sudah lama dilakukan. NASA menggunakan teleskop Kepler yang berada di luar angkasa untuk mencari planet mirip Bumi yang sedang mengorbit bintang (matahari) lain atau yang berada dalam sistem tata surya lain.
Penelitian ini sudah menghasilkan banyak bukti, ada puluhan planet mirip Bumi yang kemungkinan besar adalah berpenghuni atau bisa menumbuhkan evolusi sebuah entitas tertentu. Teleskop Kepler ini mempunyai fasilitas dan kemampuan yang luar biasa untuk bisa meneliti dan mencari jejak secara ilmiah serta keakuratan informasi yang didapat.
“Bukan hal yang baru sebenarnya isu tentang pencarian dan penelitian tentang exoplanet ini untuk diangkat dalam sebuah pemberitaan media,” ujar Venzha Christ di Yogyakarta, Rabu (27/10/2020).
Baca Juga: 4 Hal yang Tidak Terungkap dari Viral Lintang Kemukus Menurut ISSS dan LAPAN
Terlebih, sudah banyak negara yang melakukan hal yang sama. Kolaborasi antar space agency di dunia juga menjadi capaian spektakuler dalam dua dasawarsa terakhir.
ISSS sudah melakukan riset, kunjungan, serta penelitian di bidang sains antariksa dan eksplorasi luar angkasa ke lebih dari 40 negara. Kunjungan dan penelitian tidak hanya dilakukan di space agency, melainkan juga ke observatorium serta universitas yang terkait dengan sains antariksa.
Di Asia, ISSS juga pernah mengadakan riset ke Taiwan dan Thailand. Lulin Observatory Taiwan memiliki teleskop berdiameter satu meter, sedangkan The National Astronomical Research Institute of Thailand (NARIT) - Observatorium Nasional Thailand (TNO) memiliki teleskop berdiameter 2,4 meter.
ISSS juga mendukung usaha-usaha ilmiah di bidang sains antariksa dan eksplorasi luar angkasa yang secara simultan dilakukan LAPAN akhir-akhir ini. Venzha Christ tidak menampik, Indonesia masih tertinggal dalam bidang ini, namun ia optimistis bersama-sama dengan LAPAN dan komunitas-komunitas independen yang semakin aktif dalam sains antariksa akan terwujud kemajuan dunia antariksa di tanah air dalam kurun waktu satu dekade mendatang.
Baca Juga: VMARS, Bukti Indonesia Ikut dalam Eksplorasi Mars
Berdasarkan informasi terpercaya yang dihimpun ISSS, Indonesia juga akan memiliki observatorium serupa yang merupakan program dari LAPAN bersama Pussainsa LAPAN, Astronomi ITB, serta Fisika Udana. Teleskop berdiameter 3,8 meter ditargetkan terpasang pada akhir 2021.
“Rencananya, tahun depan masih pada tahap peresmian dan dimulainya berbagai proyek unggulan dari LAPAN berkenaan dengan daftar target dari kurikulum kegiatan pengamatan ilmiah,” ucap Venzha Christ.
Lantas, apakah Indonesia akan benar-benar mampu untuk mengadakan riset ilmiah yang berkaitan dengan pencarian exoplanet?
Ia menilai, semua teleskop dengan diameter besar memungkinkan untuk mengamati exoplanet. Pengamatan exoplanet memiliki beragam metode, seperti, radial velocity method, transit photometry method, astrometry method, microlencing method, timing variation method, dan direct imaging method.
“Nah kemungkinan dengan teleskop yang akan dipunyai oleh negara kita nanti, tidak akan bisa untuk melakukan semua metode tersebut, jadi pasti akan ada paduan atau kolaborasi ilmiah dengan pengamatan dari observatorium lain (negara lain) untuk kemudian bisa diperlebar lagi area pengamatannya supaya lebih akurat,” kata Venzha Christ.
Terkait pemberitaan di media massa yang menyebutkan kata pencarian alien, Venzha Christ menuturkan narasumber dari LAPAN tidak pernah mengatakan kata alien.
“Sebenarnya juga tidak akan menjadi masalah karena arti kata alien dalam sains adalah sebuah entitas yang belum diketahui keberadaannya dan belum bisa didefinisikan secara pasti baik bentuk maupun unsur penyusun kimianya,” tuturnya.
Baca Juga: Pertama di Asia Tenggara, Simulasi Hidup di Mars Akan Digelar di Jogja
Meskipun demikian, masyarakat atau publik secara umum (awam) memiliki kecenderungan menggunakan terminologi alien mengacu pada sebuah imajinasi bentuk humanoid yang sering dilihat pada banyak film fiksi ilmiah.
Venzha Christ berpendapat, berita itu menjadi viral karena imajinasi publik mengenai sebuah masa kapan manusia di Bumi bisa segera melihat alien dalam wujud aslinya.
Dalam hal ini sebenarnya tidak ada yang perlu disalahkan, hanya saja ia menyarankan sebuah pemberitaan sebaiknya juga disertai dengan sebuah pemahaman dan landasan teori yang benar sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dan berpotensi menghasilkan hoaks.
Direktur ISSS ini berharap pencarian exoplanet dan planet dengan alien bisa berjalan dengan lancar, mengingat saat ini masih berada di masa pandemi. Tidak menutup kemungkinan juga muncul kendala-kendala teknis lain pasca pandemi dalam persiapan pembangunan Observatorium Nasional (OBNAS) ini.
Penulis : Switzy-Sabandar
Sumber : Kompas TV