Kuliah Umum Mahasiswa UIN Salatiga Hadirkan Stafsus Mensesneg Fajar Riza, Bahas Moderasi Beragama
Edukasi | 5 September 2024, 03:38 WIBSALATIGA, KOMPAS.TV – Menyambut mahasiswa baru 2024/2025, Universitas Islan Negeri (UIN) Salatiga menggelar pengukuhan dan kuliah umum.
Pada kuliah umum kali ini, pihak UIN Salatiga menghadirkan narasumber ternama dari kementerian.
Narasumber itu tak lain adalah Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Stafsus Mensesneg), Dr. Fajar Riza Ulhaq, M.A.
Baca Juga: Stafsus Mensesneg, Faldo Maldini Maju di Pemilihan Wali Kota Tangerang
Kuliah umum mahasiswa baru UIN Salatiga itu mengusung tema “Moderasi Beragama di Era Artificial Intelligence”.
Fajar Riza yang juga Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menjelaskan, dalam aktivitas keseharian telah melibatkan artificial intelligence (kecerdasan buatan).
“Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan, kita jumpai sejak memakai handphone. Terutama ketika kita ketik di google, biasanya akan muncul kata prediksi, kita memilih apa selanjutnya”, tutur Fajar Riza.
Ia mengatakan, bangsa Indonesia ini sejatinya memiliki DNA tengahan.
Sebagaimana dicontohkan oleh tokoh bangsa dalam merumuskan dan memutuskan Pancasila sebagai dasar negara.
Kendati membawa pemikiran dari kelompok-kelompoknya, namun dapat melakukan konsensus.
“DNA bangsa ini tengahan, washatiyyah. Tidak mengambil ideologi agama, tidak mengambil ideologi sekuler. Bangsa lain mengagumi karena bangsa ini DNA-nya washatiyah. Konsensus fundamental mengenai konstitusi bangsa, Pancasila," tegas Fajar.
Bagi Fajar, setidaknya ada lima Indikator dalam moderasi beragama. Pertama, komitmen kebangsaan. Jadi apapun agama kita tidak mempersoalkan kebangsaan kita.
Baca Juga: Muhammadiyah Bentuk Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis, Telaah Isu Keumatan dan Kebangsaan
Ia melanjutkan, yang kedua adalah toleransi yang tinggi. Islam berkembang bisa diterima di Indonesia secara damai karena menebarkan tasamuh, toleransi.
Karena cara beragama secara ekstrem akan memicu benturan. Masing-masing agama di Indonesia melakukan upaya moderasi agar tidak terjadi benturan.
Ketiga, menghargai tradisi. Islam berkembang baik karena menghargai tradisi. Menerima tradisi yang membawa maslahat, menolak yang mafsadat.
Keempat, menjauhi perilaku kekerasan, yakni kekerasan fisik, juga verbal, bullying. Sebab bullying musuh pendidikan, bullying bagian dari kekerasan.
Kelima, menerima modernitas, menerima kemajuan.
Tradisi dan modernitas harus seiring dan sejalan, tidak perlu dipertentangkan. Karena manusia ini orientasi ke depan.
Fajar menegaskan, tidak cukup melakukan moderasi agama, namun juga diperlukan moderasi keindonesiaan.
“Yang menyelamatkan bangsa ini adalah sikap moderat, tengahan,” katanya.
Kepada seluruh hadirin, Fajar memberikan kiat dalam upaya menghadapi isu-isu di media sosial.
Pertama, suspend jugment (penundaan penghakiman). Maka, preferensi bacaan, kalau suka dengan suatu tokoh dibaca, kalau tidak ya diabaikan.
“Kalau sesuai dengan kita maka kita share. Kita harus melakukan penilaian,” ujarnya.
Kedua, critical thinking. Kita harus punya budaya kritis. Ini yang membedakan orang kuliah dengan yang tidak kuliah.
“Critical thinking menjadi piranti penting anda untuk survive pas kuliah nanti,” tutur Fajar kepada seluruh mahasiswa.
Sedangkan yang ketiga adalah kesadaran dan empati.
Beberapa tahun ke depan AI terus berkembang. Namun tidak ada yg dimiliki AI, yaitu kesadaran dan rasa.
Inilah kapabilitas intelektual dan memiliki empati. Selain intelektual, kampus harus mengasah rasa dan empati.
“Mengasah kecerdasannya dan mengasah hatinya,” katanya.
Baca Juga: Hardiknas 2024, Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir Soroti Tantangan Besar Pendidikan Indonesia
Rektor UIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyudin Baidhawi mengungkapkan, pihaknya mengusung branding Green Washatiyyah Campus.
Green washatiyah memiliki makna keseimbangan, equilibrium.
“Diharapkan mahasiswa dan alumni UIN Salatiga senantiasa menjalani kehidupan dengan keseimbangan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pada tahun ajaran 2024/2025 ini, UIN Salatiga menerima mahasiswa baru.
Dari mulai jenjang doktor, magister dan sarjana berjumlah 2.555 orang.
UIN Salatiga juga ternyata menerima mahasiswa non muslim. Bahkan, termasuk menerima mahasiswa asing dari 15 negera yang berjumlah 36 orang.
Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV