> >

Kuliah Umum Mahasiswa UIN Salatiga Hadirkan Stafsus Mensesneg Fajar Riza, Bahas Moderasi Beragama

Edukasi | 5 September 2024, 03:38 WIB
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Stafsus Mensesneg), Dr. Fajar Riza Ulhaq, M.A., saat memberikan materi kuliah umum mahasiswa baru UIN Salatiga mengusung tema “Moderasi Beragama di Era Artificial Intelligence”, Rabu (4/9/2024). (Sumber: Dok Tim Fajar)

SALATIGA, KOMPAS.TV – Menyambut mahasiswa baru 2024/2025, Universitas Islan Negeri (UIN) Salatiga menggelar pengukuhan dan kuliah umum.

Pada kuliah umum kali ini, pihak UIN Salatiga menghadirkan narasumber ternama dari kementerian.

Narasumber itu tak lain adalah Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Stafsus Mensesneg), Dr. Fajar Riza Ulhaq, M.A.

Baca Juga: Stafsus Mensesneg, Faldo Maldini Maju di Pemilihan Wali Kota Tangerang

Kuliah umum mahasiswa baru UIN Salatiga itu mengusung tema “Moderasi Beragama di Era Artificial Intelligence”.

Fajar Riza yang juga Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menjelaskan, dalam aktivitas keseharian telah melibatkan artificial intelligence (kecerdasan buatan).

Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan, kita jumpai sejak memakai handphone. Terutama ketika kita ketik di google, biasanya akan muncul kata prediksi, kita memilih apa selanjutnya”, tutur Fajar Riza.

Ia mengatakan, bangsa Indonesia ini sejatinya memiliki DNA tengahan.

Sebagaimana dicontohkan oleh tokoh bangsa dalam merumuskan dan memutuskan Pancasila sebagai dasar negara.

Kendati membawa pemikiran dari kelompok-kelompoknya, namun dapat melakukan konsensus.

“DNA bangsa ini tengahan, washatiyyah. Tidak mengambil ideologi agama, tidak mengambil ideologi sekuler. Bangsa lain mengagumi karena bangsa ini DNA-nya washatiyah. Konsensus fundamental mengenai konstitusi bangsa, Pancasila," tegas Fajar.

Bagi Fajar, setidaknya ada lima Indikator dalam moderasi beragama. Pertama, komitmen kebangsaan. Jadi apapun agama kita tidak mempersoalkan kebangsaan kita.

Baca Juga: Muhammadiyah Bentuk Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis, Telaah Isu Keumatan dan Kebangsaan

Ia melanjutkan, yang kedua adalah toleransi yang tinggi. Islam berkembang bisa diterima di Indonesia secara damai karena menebarkan tasamuh, toleransi.

Karena cara beragama secara ekstrem akan memicu benturan. Masing-masing agama di Indonesia melakukan upaya moderasi agar tidak terjadi benturan.

Ketiga, menghargai tradisi. Islam berkembang baik karena menghargai tradisi. Menerima tradisi yang membawa maslahat, menolak yang mafsadat.

Keempat, menjauhi perilaku kekerasan, yakni kekerasan fisik, juga verbal, bullying. Sebab bullying musuh pendidikan, bullying bagian dari kekerasan.

Kelima, menerima modernitas, menerima kemajuan.

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU