29 September Hari Sarjana Indonesia, Mari Berkenalan dengan Sarjana Pertama
Edukasi | 29 September 2022, 05:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Masyarakat memperingati Hari Sarjana Indonesia pada 29 September setiap tahun. Acara ini pertama kali digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2014 melalui akun Twitter.
"Peringatan Hari Sarjana Indonesia ini adalah sebuah penghargaan bagi sarjana yang telah lulus dan menjadi generasi pembangun bangsa Indonesia," cuit Kemendikbud saat itu.
Mengenal Sosrokartono, Sarjana Pertama dari Indonesia
Sosrokartono, pria asal Jepara, diketahui merupakan sarjana pertama dari Indonesia. Merujuk pada penjelasan di laman Museum Pendidikan UPI, Sasrokartono merupakan putra mantan Bupati Jepara, Adipati Ario Sosroningrat.
Sasrokartono juga dikenal sebagai kakak dari Raden Ajeng Kartini, tokoh emansipasi perempuan yang namanya kondang di Indonesia.
Baca Juga: Ketika Pena Parker Lebih Tajam dari Pedang, Mengakhiri Perang Dunia II Sampai Indonesia Merdeka
Lahir pada 10 April 1877 di Mayong, Jepara, Sasrokartono menempuh pendidikan dasar di Europeesche Lagere School (ELS). Setelah lulus, ia meneruskan sekolah di Hogere Burger School (HBS) Semarang, purna pada 1897.
Kakak Kartini itu lantas hijrah ke negeri Belanda, menempuh studi sarjana di Sekolah Teknik Tinggi kota Delft. Belum sempat menamatkan kuliahnya, Sasrokartono pindah kampus ke Universitas Leiden, tepatnya di Fakultas Sastra Timur.
Ia akhirnya menyelesaikan pendidikan itu, lulus pada 1908 dengan gelar Docterandus in de Oostersche Talen, berpredikat summa cumlaude. Peristiwa tersebut yang menempatkannya sebagai peraih gelar sarjana pertama dari Indonesia.
Selepas menamatkan kuliah di Belanda, Sosrokartono tak langsung kembali ke Indonesia.
Ia sempat menjadi wartawan perang New York Herald untuk meliput Perang Dunia I, berdasar penjelasan tesis Minanur Rohman Mahrus Maulana, dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, bertajuk Raden Mas Panji Sosrokartono dan Morality Education di Indonesia (2017).
Terlepas dari itu, Sosrokartono diketahui menguasai 37 bahasa, meliputti 17 Bahasa Eropa, 9 bahasa timur dan 11 bahasa daerah.
Tak heran jika ia juga mencicipi pekerjaan lain, sebagai penerjemah, di Kedutaan besar Prancis untuk Den Haag (Belanda), Wina (Austria) serta Liga Bangsa-Bangsa (kini PBB-red) di Jenewa (Swiss).
Usai berkarir di Eropa, Sosrokartono kembali ke Indonesia.
Padahal, saat itu hidupnya sudah berkecukupan, tetapi rasa nasionalisme yang kuat memanggilnya untuk kembali ke tanah air.
Di Indonesia, Sosrokartono bersua Ki Hajar Dewantara dan diamanahi mengurus Nationale Middelbare School di Bandung. Ia sempat ditawari berbagai pekerjaan oleh Belanda, tetapi semua itu ditolaknya.
Sosrokartono bahkan pernah dicap sebagai pemberontak dan mendapat pengawasan ketat. Ia kemudian meninggal di Bandung pada 8 Februari 1952 dalam usia 72 tahun.
Baca Juga: 68.988 Anak Papua Putus Sekolah di Era Otonomi Khusus, Kapolda: Saya Prihatin
Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV