Kenapa Sering Terjadi Keributan di Bahu Jalan Tol? Apa Tidak Ada Aturannya?
News | 5 Juni 2022, 14:52 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Akibat ulah para pengemudi yang tak taat aturan, bahu jalan tol sering sekali menjadi lokasi keributan.
Padahal lajur tersebut disediakan bagi kendaraan yang sedang mengalami keadaan darurat, sehingga tak semua orang bisa melintasinya.
Apalagi membuat keributan di bahu jalan tol, seperti kasus penganiayaan yang dialami oleh anak anggota DPR dan berujung viral baru-baru ini.
Adapun, menurut pengamat transportasi dari Universitas Katholik (Unika) Soegijapranata Djoko Setijowarno, kebiasaan melewati bahu jalan bukan karena keadaan darurat menjadi pemicu keributan.
Baca Juga: Anak Anggota DPR dari PDIP Jadi Korban Penganiayaan di Tol Dalam Kota, Videonya Viral di Medsos
Hingga akhirnya, kini fenomena melewati bahu jalan itu semakin marak terjadi dan menimbulkan gesekan antara pengemudi satu dan yang lain.
Djoko pun mengungkapkan, sebetulnya sudah ada aturan yang menegaskan bahwa penggunaan bahu jalan tol itu hanya untuk kondisi tertentu.
Regulasi tersebut yaitu Pasal 41 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.
"Dulu, zamannya Pak Harto (Presiden Soeharto), enggak ada yang berani kayak gitu (melewati bahu jalan tol bukan karena keadaan darurat). Sekarang, enggak tahu saya, salah siapa," kata Djoko dikutip dari Kompas.com, (5/6/2022).
"Apakah salah yang kasih SIM (pengendaranya)? Masalahnya, SIM di sini bisa 'dibeli'. Padahal, negara hukum, tapi seperti itu," imbuhnya.
Baca Juga: Polri Minta Penerapan Sistem MLFF untuk Jalan Tol Ditunda, Alasannya karena Belum Ada Dasar Hukumnya
Jadi, tak heran jika banyak pengendara yang beranggapan bahwa membayar denda itu cukup untuk menyelesaikan pelanggaran seperti melintasi bahu jalan tol saat tidak dalam keadaan darurat.
Djoko sendiri menyebutkan, salah satu sanksi bagi pengendara yang melintasi bahu jalan tol bukan karena keadaan darurat adalah denda senilai Rp 500.000 sesuai Pasal 287 ayat (1) PP Nomor 15 Tahun 2005.
Namun, menurut Djoko, sanksi melewati bahu jalan tol itu harus lebih dipertegas oleh pihak terkait. Entah, melalui prosedur penindakan secara manual atau elektronik.
"Jadi, sanksinya harus dipertajam. Tapi, ETLE (tilang elektronik, red) itu kan memang terbatas, orang pun bisa tahu titik lokasinya," ujar Djoko..
Sehingga, saran Djoko, sistem ETLE menjadi versi mobile perlu dikembangkan lagi sehingga dapat lebih efektif menangkap gambar pelanggaran lalu lintas.
Khususnya, yang dilakukan oleh para penerobos bahu jalan tol, hanya untuk memotong arus lalu lintas.
Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Purwanto
Sumber : Kompas.com