Disebut Pelat Nomor Dewa, Bila Bertemu di Jalan Lebih Baik Mengalah
News | 22 Januari 2022, 18:49 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Bila di jalan bertemu kendaraan dengan pelat nomor berkode khusus, biasanya pakai huruf akhiran RFP, RFS, RFD, hingga RFL, lebih baik mengalah saja.
Nomor polisi (nopol) dengan kode-kode khusus itu menandakan pemiliknya golongan istimewa atau kalangan tertentu seperti pejabat negara mulai dari eselon II hingga menteri.
Kode khusus pada pelat nomor itu merupakan salah satu fasilitas yang diberikan pemerintah untuk beberapa jabatan tertentu di Indonesia.
Kode itu diberikan guna memudahkan petugas maupun pihak terkait dalam mengindentifikasi identitas penumpang yang berada di kendaraan.
Karena kode khususnya itu, beberapa orang menyebutnya sebagai pelat nomor "dewa". Terlebih, pengendara pelat nomor khusus ini dianggap sering mengabaikan aturan lalu lintas.
Bahkan, cukup sering pengguna jalan tol melihat mobil berpelat nomer “dewa” tersebut melaju di bahu jalan, masuk ke jalur busway, dan lain sebagainnya tanpa ada pengawalan dengan tujuan menghindari antrean kemacetan.
Baca Juga: 5 Mobil Arteria Dahlan Pakai Pelat Nomor Polisi, Ombudsman: Ada Potensi Maladministrasi di Polri
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana mengatakan, tidak jarang ditemui pelat nomor dewa meminta perlakuan khusus di jalan raya dengan cara menyalakan strobo atau sirine serta sedikit arogan.
“Ini tentunya meresahkan, karena tindakannya membahayakan pihak lain,” kata Sony dilansir dari Kompas.com, Sabtu (22/1/2022).
Sony melanjutkan, ketika kita bertemu mereka, memang tidak ada kewajiban untuk membuka jalan dengan alasan apa pun, karena kita memiliki hak yang sama.
“Tapi demi keamanan, lebih baik mengalah. Artinya apabila ada ruang untuk memberi jalan itu lebih baik dari pada menutupnya. Karena lampu strobo atau suara sirene membuat adrenalin naik dan stress yang bisa berujung emosi,” ucapnya.
Baca Juga: Siap-siap! Pelat Nomor Mobil dan Motor akan Dirubah jadi Berwarna Putih Mulai Tahun Ini
Senada dengan Sony, Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, perlu dipahami oleh setiap pengguna jalan bahwa satu-satunya fokus utama dalam berkendara adalah bagaimana caranya sampai tujuan dengan aman dan selamat.
Menurut Jusri, untuk mencapai hal tersebut, para pengguna jalan harus dibekali dengan 3 poin.
Pertama, tertib.
Kedua, antisipatif dari segala ancaman saat berkendara yang bisa berasal dari kanan-kiri, depan-belakang.
Ketiga, empati, di mana pengguna jalan harus saling mengalah dan memiliki kestabilan emosi.
Kata dia, perlu diingat bahwa jalan raya itu merupakan ruang publik. Saat pengendara tidak memiliki salah satu dari poin tersebut, emosi dan mental kita bisa terganggu.
"Dengan begitu, persepsi dan konsentrasi kita dalam berkendara akan turun sehingga bisa membuat kita terlibat konflik di jalan raya,” terang Jusri.
“Meski sikap pengemudi (pelat dewa - red) tersebut salah, namun bukan wewenang kita sebagai pengguna jalan untuk menghakimi perbuatan mereka. Jadi lebih baik hindari konflik dan mengalah saja,” tambahnya.
Sebenarnya, UU 22/209 LLAJ telah mengatur bahwa seluruh pengguna jalan di Indonesia memiliki kewajiban dan hak yang sama kecuali terdapat hal-hal khusus.
Baca Juga: Lima Mobil Mewah di DPR Berpelat Nomor Polisi, Mabes Polri Sebut Salah Satunya Milik Arteria Dahlan
Penulis : Hedi Basri Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas.com