Sejarah Hari Ini 4 Agustus, Medali Emas Susi Susanti di antara Tangis dan Diskriminasi Orba
Kompas sport | 4 Agustus 2021, 19:53 WIB“Waktu persiapan Olimpiade kami latihan tiga kali. Memang ekstra ada tambahan latihan, fokus, lalu banyak strategi-strategi yang dipersiapkan seperti analisis kelemahan dan kelebihan dari masing-masing atlet yang akan menjadi lawan kami,” kata Susi, Kamis (24/6/2021), dilansir dari Kompas.com.
Namun, Susi mengaku kerap melakukan latihan tambahan bersama pasangannya Alan Budikusuma atau penghuni pelatnas lainnya. Ia juga menyiapkan mentalnya karena tekanan untuk juara begitu tinggi.
Seluruh kerja keras itu akhirnya terbayar, ia meraih medali emas di Olimpiade Barcelona 1992. Tekanan yang ia rasakan selama Olimpiade Barcelona pun terangkat.
Susi mengaku, setiap orang yang menemuinya berharap ia juara di turnamen terakbar dunia itu
“Saya kalau juara tidak pernah selebrasi. Pada Olimpiade 1992, pertama kali saya langsung berteriak. Rasanya beban saya, tanggung jawab saya, lepas semua," tutur Susi, dikutip dari badminton.org.
Tak cuma itu, Susi mengawinkan medali emas nomor tunggal putri dengan medali emas nomor tunggal putra dari Alan Budikusuma.
Baca Juga: Atlet Juga Manusia, Saat Kevin Sanjaya hingga Simone Biles Alami Tekanan Mental Kuat
“Pasangan Emas ini” memberi kado manis bagi masyarakat Indonesia jelang HUT RI tahun 1992.
Diskriminasi
Susi boleh jadi pahlawan bagi Indonesia di Olimpiade Barcelona 1992. Akan tetapi, diskriminasi pada dirinya sebagai anggota etnis Tionghoa tak juga surut.
Diskriminasi itu bahkan dilindungi Orde Baru lewat Inpres Nomor 14 Tahun 1967. Akibatnya, etnis Tionghoa tak bisa bebas hidup.
Pada saat Susi Susanti hendak menikah dengan Alan Budikusuma, mereka pun mengalami masalah.
Mereka kesulitan mengurus izin pernikahan karena tak memiliki Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI).
SKBRI juga buah tangan Suharto. Presiden ke-2 Indonesia itu mengesahkan Keppres Nomor 5 Tahun 1996 sebagai landasan SKBRI.
Warga Tionghoa pun mesti memiliki SBKRI untuk mengurus dokumen khusus. Masalah kewarganegaraan dan SBKRI ini juga dialami Susi.
Ia mengaku bolak-balik ke pengadilan untuk mengurus SBKRI. Namun, ia tak kunjung mendapatkannya, meski telah mengharumkan nama Indonesia di Olimpiade.
Masalah serupa juga dialami banyak orang etnis Tionghoa. Pelatih Pelatnas PBSI era 1980, Tong Sin Fu dan Liang Tjiu Sia juga kesulitan mendapatkan SBKRI.
Baca Juga: Atlet Indonesia Ukir Prestasi, Pengamat Buka Suara Soal Cabor Langganan Juara yang Minim Dukungan
Tjiu Sia perlu menunggu 2 tahun untuk mendapatkan dokumen itu pada 1989, meski ia telah berjasa bagi Indonesia.
Sementara, Tong Sin Fu malah tak juga mendapat SBKRI. Padahal, ia berjasa mencetak banyak atlet papan atas, seperti Alan Budikusuma, Hariyanto Arbi, dan Joko Suprianto.
Karena memikirkan nasib keluarganya, Tong Sin Fu akhirnya memutuskan menerima kewarganegaraan China.
Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV/Kompascom/badmintonorg