PLN Pastikan Tagihan Listrik Melonjak Bukan karena Kenaikan Tarif, Ini Hitung-hitungannya
Update | 6 Juli 2020, 11:50 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Tagihan listrik kembali melonjak terhadap sejumlah pelanggan pascabayar. PT PLN (Persero) angkat bicara.
PLN memastikan melonjaknya tagihan listrik tersebut bukan disebabkan kenaikan tarif atau praktik subsidi silang untuk menutupi kerugian stimulus yang diberikan kepada pelanggan golongan 450 VA dan 900 VA subsidi.
Menurut Vice President Public Relations PLN Arsyadani Ghana Akmalaputri, salah satu penyebab tagihan listrik membengkak karena adanya komponen biaya tambahan yang perlu dibayar pelanggan.
Dilansir dari Kompas.com, komponen biaya itu adalah cicilan tagihan listrik rekening Juni yang dibebankan ke rekening Juli, Agustus, dan September.
Baca Juga: Kabar Baik! PLN Perpanjang Kebijakan Subsidi Listrik sampai September
Sebagai informasi, PLN mengeluarkan kebijakan cicilan pembayaran rekening Juni untuk pelanggan yang mengalami kenaikan tagihan di atas 20 persen.
Skema cicilan yang diberikan PLN ialah pelanggan membayarkan 40 persen dari selisih tagihan bulan sebelumnya saat menggunakan perhitungan rata-rata pemakaian 3 bulan.
Lalu 60 persen sisanya dibayarkan dengan cara dicicil pada tiga selanjutnya, yakni Juli, Agustus, dan September, masing-masing 20 persen dari selisih tagihan yang belum dibayarkan sebelumnya.
Putri memberi contoh kasus pelanggan berinisial XY yang kembali mengalami kenaikan tagihan listrik.
"Pelanggan atas nama XY , karena Covid-19, bulan April (rekening Mei) dibaca rata-rata kWhnya 3 bulan terakhir 82 kWh ditambah 79 kWh ditambah 93 kWh dibagi 3, sama dengan 84 kWh atau sebesar Rp 113.568," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (6/7/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: KSP Indosurya Punya Tagihan Rp 13.8 Triliun Lebih
Lalu, pada bulan Mei kWh meter sudah kembali dibaca petugas langsung di lokasi pelanggan dengan pemakaian naik sebesar 373 kWH, sehingga tagihan melonjak dan seharusnya yang mesti dibayar adalah sebesar Rp 504.296, naik sebesar Rp 390.728 dari tagihan bulan Mei.
Kemudian pada tagihan Juni XY memperoleh relaksasi sebesar 40 persen. Jadi Rp 390.728 dikali 40 persen menjadi Rp 156.291.
Sehingga, tagihan yang perlu dibayarkan hanya sebesar Rp 113.568 ditambah Rp 156.291, yakni Rp 269.859.
"Sisa 60 persen akan ditambahkan ke tagihan bulan Juli, Agustus dan September masing-masing sebesar 20 persen atau Rp 78.146 setiap bulannya," jelas Putri.
Baca Juga: Cegah Tagihan Listrik Melonjak! Jangan Lupa Kirim Foto Meteran ke PLN, Begini Caranya
Petugas tetap membaca di lokasi pelanggan pada bulan Juni, tercatat pemakaian pelanggan sebesar 208 kWH atau masih lebih besar dibanding sebelum pandemi Covid-19, dengan tagihan sebenarnyanya sebesar 208 kWh dikalikan Rp 1352 per kWh sama dengan Rp 281.216.
Namun, karena ada tambahan cicilan relaksasi sehingga tagihan Juli menjadi Rp 281.216 ditambah Rp 78.146 menjadi Rp 359.362.
Jika ditambahkan dengan pajak penerangan jalan atau PPJ sebesar 3 persen dari tagihan sebelum penambahan relaksasi, maka tagihan total sebesar Rp 367.798.
"Besaran PPJ tiap daerah berbeda tergantung penetapan pemerintah daerah setempat," kata Putri.
Penulis : Idham-Saputra
Sumber : Kompas TV